blank
Prosesi Nyadran & Tumpengan di Makam Sidomoeljo, Dukuh, Sidomukti, Salatiga. Fot: Catur Pramudito

SALATIGA (SUARABARU.ID) – Laksanakan tradisi Nyadran, masyarakat Kecamatan Sidomukti ikuti prosesi Tahlilan bersama di Balai Makam Sidomoeljo pada Minggu (23/2/2025)

Sekitar pukul 08.00 WIB, masyarakat berbondong-bondong memadati pelataran TPU Sidomoeljo di Kelurahan Dukuh, Sidomukti, Salatiga untuk memanjatkan doa bersama dalam rangka menyambut bulan suci Ramadhan.

Tradisi Nyadran yang telah dilaksanakan turun-temurun ini adalah bentuk dari rasa syukur atas limpahan berkah Tuhan yang Mahakuasa sekaligus momentum penting umat Islam untuk mengenang seraya mendoakan keselamatan para pendahulu.

Dalam berlangsungnya acara, prosesi Nyadran diawali dengan tausiah singkat oleh tokoh setempat, Kiai Usman, kemudian dilanjutkan dengan pembacaan Tahlil dan surat Yasin. Seusai lantunan doa, tradisi tumpengan mewarnai suasana khas perpaduan antara nilai Islami dan budaya Jawa, secara serempak menikmati santapan nasi kuning yang dibagikan secara merata.

Tak hanya umat muslim, beberapa kalangan lintas agama juga turut memeriahkan tradisi yang diadakan setahun sekali ini. Tentu semangat toleransi yang dijunjung tinggi menunjukkan nilai pluralitas dalam keberagaman beragama.

Salah satu warga, Ivan turut mengapresiasi semangat keberagaman yang telah berjalan bertahun-tahun ini,  “Tradisi Nyadran semakin kesini tidak hanya untuk umat Islam saja. Tapi juga umat lainnya untuk senantiasa nguri-uri tradisi dan mendoakan keluarga yang telah meninggal,” ujar Ivan

blank
Persiapan Tahlil dan Yasin di makam Sidomoeljo Salatiga. Foyo: Catur Pramudito

Ivan juga menekankan bahwa semangat guyub rukun antar agama harus selalu dijaga, sebab kerukunan antar agama dapat menciptakan harmoni dan selaras dengan nilai-nilai semua agama.

“Tentu sebagai non-Islam, saya bersyukur bisa ikut guyub bersama umat Islam untuk melaksanakan tradisi Nyadran. Dan hal ini harus terus dijaga sampai anak cucu besok, karena kerukunan dan nilai toleransi adalah bekal bagi kita bermasyarakat serta merupakan ajaran semua agama,” ujar Ivan.

Selepas menghabiskan hidangan tumpengan, acara Nyadran akan dilanjutkan dengan prosesi tabur bunga di pusara keluarga sekaligus menandai usainya acara.

Tradisi Nyadran dan Tumpengan dalam bingkai keragaman beragama memiliki arti simbolis yang berharga bagi persatuan Bangsa. Hal ini mencerminkan suatu masyarakat yang menjunjung tinggi nilai-nilai peradaban yang luhur.

Catur Pramudito