blank

blank

Oleh : Hadi Priyanto

Walaupun kalah dengan hingar bingar pencalonan presiden – wakil presiden, namun sejumlah tokoh Jepara sudah mulai menunjuknya niatnya untuk maju dalam pemilhan bupati – wakil bupati Jepara tahun 2024. Ada yang terus terang dan ada pula yang masih malu-malu dan ragu dengan langkah politik yang akan diambil.

Disisi lain, sejumlah warga kabupaten Jepara telah memulai membicarakan siapa saja tokoh yang layak dan akan mengikuti kontestasi pemilihan bupati – wakil bupati November 2024. Perbincangan bukan hanya di warung kopi, tetapi juga dalam pertemuan-pertemuan khusus, termasuk sejumlah ormas.

Sejumlah orang yang mengaku pro demokrasi juga sudah mulai melakukan “survey” tentang pasangan bupati- wakil bupati. Walaupun kemudian metodologinya bisa saja dipertanyakan, termasuk independensi dalam melakukan survey. Bukan hanya itu, sejumlah baliho juga sudah mulai terpasang di berbagai wilayah. Beberapa media juga sudah mulai memunculkan sejumlah figur yang dipetakan siap berkontestasi pada Pilkada 2024.

Dalam peta politik lokal Jepara tentu pecalonan akan sangat ditentukan oleh hasil pemilu legislatif yang akan digelar pada bulan Februari 2024. Sebab seseorang yang ingin menjadi calon bupati – wakil bupati harus didukung oleh partai politik atau gabungan partai politik minimal 10 kursi di DPRD.

Disamping itu ada peluang untuk calon perseorangan dengan minimal dukungan 7,5 % jumlah pemilih atau 68.800 pemilih jika dihitung berdasarkan regulasi Pilkada 2017.

Karena itu peta politik pasca pileg 14 Februari 2024 akan sangat menentukan pintu masuk bagi seseorang yang ingin menjadi bupati – wakil bupati Jepara.

Jika ditilik dari Pilkada pasca Reformasi 1998 maka perjalanan kepemimpinan Jepara diwarnai dengan kepemimpinan kombinasi birokrat dan politisi serta berasal dari pasangan politisi – politisi.

Sebelum reformasi, sejak tahun 1967 hingga 2002, Kabupatern Jepara dipimpin oleh bupati dengan latar belakang birokrasi mulai Moehadi, Soewarno Joyo Mardowo, Soedikto, dan Hisom Prasetyo. Mereka berasal dari Korps Kejaksaan. Kemudian muncul Bambang Poerwadi (Sekda Grobogan) dan Soenarto (Sekda Jepara) .

Setelah Soenarto, pada tahun 2002, Drs Hendro Martoyo, MM tampil dalam panggung politik lokal Jepara. Sekda Jepara ini memengkan pemilihan bupati – wakil bupati melalui mekanisme pemilihan oleh anggota DPRD Jepara. Hendro Martoyo, yang saat itu memiliki rekam jejak pengabdian 25 tahun di birokrasi berpasangan dengan Ali Irfan Muchtar, politisi senior PKB.

Mereka berhasil mengungguli rivalnya H. Maskuri politisi PPP berpasangan dengan M. Efendi, birokrat yang kala itu menjabat sebagai Kepala Dinas Pekerjaan Umum di Kabupaten Jepara.

Pada periode pertama, pasangan Hendro Martoyo – Ali Irfan Muchtar banyak mengukir prestasi monumental yang berhasil diraih Jepara. Diantaranya Adipura, WTP, Pembangunan Stadion Gelora Bumi Kartini, serta infrastruktur jalan yang relatif baik.

Berbekal pengalamannya sebagai seorang birokrat, Hendro Martojo juga melakukan penataan birokrasi dengan baik. Demikian juga dalam tata kelola pemerintahan, ia menerapkan Asas Umum Pemerintahan yang Baik. Hubungan antara bupati – wakil bupati juga terjalin baik.

Berbekal keberhasilan pada periode pertama Hendro Martoyo kemudian mencalonkan diri kembali berpasangan dengan H. Ahmad Marzuki politisi PPP pada Pilkada langsung. Ia berhasil mengungguli rivalnya pasangan Nuryaman- Nurhadi dan Masun Duri-Eko Sudarmaji. Sebelumnya terjadi “drama dan intrik-intrik politik” hingga Pilkada ditunda dua kali.

Pasca mendampingi Hendro Martojo dengan relasi hubungan yang baik, wakil Bupati Ahmad Marzuqi maju dalam Pilkada 2012 berpasangan dengan Subroto yang kemudian mengungguli 3 pasang lainnya, Nuryahman – Aris Isnandar, Yuli Nugroho – Nuruddin Amin, dan Khaeron Syarifudin – Jafar.

Dalam pasang surut relasi antara bupati – wakil bupati, pasangan Ahmad Marzuqi – Subroto berhasil menyelesaikan periode jabatannya hingga tahun 2017. Mereka kemudian berhadapan dalam Pilkada Jepara. Ahmad Marzuqi berpasangan dengan Dian Kristiandi politisi PDI Perjuangan. Sementara pasangan Subroto – Nuryahman didukung oleh 9 partai politik termasuk PPP yang telah membesarkan Ahmad Marzuqi.

Walaupun memenangkan Pilkada, hubungan pasangan ini juga mengalami pasang surut, bahkan sebelum pelantikan hingga Ahmad Marzuqi “berhalangan tetap” dan kemudian Dian Kristiandi menggantikannya sebagai Bupati Jepara hingga tahun 2022.

Untuk mengisi kekosongan jabatan bupati – wakil bupati Jepara hingga Pilkada Serentak tahun 2024, maka diangkat Edy Supriyanta sebagai Penjabat Bupati Jepara. Birokrat yang saat diangkat menjabat sebagai Kepala Dinas Arsip dan Perpustakaan Provinsi Jawa Tengah.

Pada tahun pertama kepemimpinan Edy Supriyanta menghadapi sejumlah persoalan yang cukup pelik mulai tata kelola kepegawaian, tambak udang Karimunjawa, infrastruktur, stunting, komunikasi politik dengan DPRD hingga komunikasi publik. Dengan deretan prestasi yang baik, Edy Supriyanta yang kemudian menjabat sebagai Staf Ahli Gubernur Jateng mendapatkan kepercayaan kembali memimpin Jepara hingga tahun 2024.(Bersambung)

Penulis adalah pensiunan ASN dan wartawan SUARABARU.ID Jepara