blank
Terpidana kasus terorisme bom Bali, Suranto Abdul Ghoni. Foto: Dok/Lapas

“Pembuatan kaligrafi ini manual semua, bahan pokoknya dari kuningan dan alumunium. Untuk desain kaligrafi sesuai permintaan, seumpama ayat-ayat apa tentang apa nanti dicari di Alqur’an atau tentang hadist dan lainnya, dengan bentuk yang menyesuaikan permintaan,” lanjutnya.

Seiring berjalannya waktu karyanya terus berkembang hingga membentuk desain lain, seperti wajah, sepeda motor, dan mobil kuno.

Adapun karya yang telah dihasilkan Abdul Ghoni sudah tak terhitung. Di dinding bengkel kerja, terpampang puluhan kaligrafi. Sebagian kaligrafi sudah bertuan dan sebagian lain diberikan untuk pejabat yang datang, seperti Dirjen Pemasyarakatan, menteri, dan gubernur.

Jonathan, salah satu narapidana yang diajari membuat kaligrafi oleh Abdul Ghoni mengungkapkan, Abdul Ghoni merupakan sosok yang sangat baik dan mendidik narapidana untuk belajar membuat kaligrafi dengan baik.

“Dulu saya nol tidak bisa membuat kaligrafi, beliau memberikan banyak pengalaman tentang teknik-teknik membuat kaligrafi. Mewakili rekan-rekan saya ucapkan terimakasih atas pengalaman yang belum tentu didapatkan orang lain di luar Lapas ,” ucapnya.

Selain membuat kaligrafi, Abdul Ghoni juga mengolah makanan camilan bakwan atau pia-pia. Mulai dari pengolahan bahan dasar, menggoreng hingga memasarkannya.

Bahkan Ghoni juga melatih rekannya untuk memasarkan makanan tersebut. Mengapa bakwan yang ia buat? Karena menurut Ghoni makanan tersebut tergolong camilan ringan yang juga bisa untuk lauk saat makan di Lapas.

Dari hasil usahanya mengolah bakwan ini, Abdul Ghoni bisa mendapat upah atau premi.
Biasanya, ia mendapatkan premi kurang lebih Rp 1 juta per bulan, tergantung dari hasilnya yang laku. Upah dari penjualan bakwan tersebut ia sisihkan untuk anak dan istrinya, yang diberikan saat mereka berkunjung ke Lapas.

Abdul Ghoni sebagai kepala keluarga tetap bertanggungjawab untuk memberikan nafkah keluarganya.

Ning S