Sesepuh desa sedang melakukan ritual dalam acara 'Manganan" di Desa Tahunan. (Foto: Welly).

JEPARA (SUARABARU.ID)- Setiap desa mempunyai folklore atau cerita rakyat yang meliputi legenda, sejarah lisan atau kebiasaan yang menjadi tradisi dalam suatu budaya. Bahkan nama desa pun seringkali berasal dari cerita sejarah, mitos dan legenda masyarakat setempat atau yang disebut dengan toponim.

Masyarakat setempat ketika memanjatkan do’a kepada Allah SWT. (Foto: Welly).

Salah satu desa yang berada di Kabupaten Jepara, tepatnya Desa Tahunan, Kecamatan Tahunan mempunyai beragam folklore yang berkembang di tengah-tengah masyarakat. Salah satunya adalah punden atau petilasan yang diyakini sebagai tempat singgah Ratu Kalinyamat. Seorang ratu Jepara yang bernama asli Retna Kencana yang berkuasa pada abad ke- 15 M.

Kepungan (Foto: Welly)

Terkait dengan punden atau petilasan tersebut, setiap bulan Apit dalam penanggalan Jawa, masyarakat Desa Tahunan menyelenggarakan ritual tradisi sedekah bumi (kabumi) dengan mengawali selamatan “Manganan” di punden tersebut. “Ritual manganan sudah ada sejak saya kecil. Namun saat itu acara manganan di petilasan ini belum termasuk dalam rangkaian sedekah bumi desa”, ujar Prayitno, Carik Desa Tahunan saat ditemui suarabaru.id, Senin (5/5/2023).

Petinggi Desa Tahunan bersama pemuka agama dan tokoh masyarakat. (Foto: Welly).

“Menurut cerita tutur, tempat ini (punden-red) merupakan petilasan Ratu Kalinyamat. Karena tempat ini zaman dulu sudah ada penghuninya yang bernama Nyai Sri Kemuning”, lanjut Prayitno.

Tempat manganan tersebut tepatnya berada di dukuh Tendoksari Desa Tahunan. Tepat di sebelahnya terdapat sumber mata air yang tidak pernah kering. Menilik dari nama pedukuhan tersebut, Tendoksari berasal dari kata srandokan. Hal yang sama juga disampaikan oleh Petinggi Desa Tahunan, H. Muhadi. Bahwa tempat tersebut dulunya adalah sebuah paseban atau tempat pertemuan.

Dari Treges, Mbah Kojod hingga Wiro Abrit

Selain petilasan Ratu Kalinyamat, di Desa Tahunan juga terdapat sebuah sumber mata air yang juga tidak pernah kering. Masyarakat setempat menamainya dengan sebutan mbelik Treges. Terkait dengan legenda mbelik Treges ada sebuah cerita tentang seseorang yang bernama Empu Supo Mandragi, murid Sunan Kalijaga yang diperintah untuk menuju Jepara. Empu Supo Mandragi adalah seorang ahli dalam membuat keris. Sebuah mitos lain mengatakan, bahwa seorang presiden pantangan untuk melewati jembatan yang bawahnya terdapat aliran sungai Treges.

Adapun tokoh Mbah Kojod yang makamnya berada di dukuh Wonosari, atau Mbah Wiro Abrit di Gerjen Sari adalah tokoh-tokoh dalam legenda masyarakat Desa Tahunan. Dilihat nama-nama pedukuhan yang ada di Desa Tahunan pun, secara toponim memang banyak menggunakan nama-nama Jawa kuno.

Seperti Wonosari (wono:alas)  yang dahulu disebut ngalas, Gerjensari dalam bahasa Jawa bisa diartikan sebagai tempat para (Gerji atau penjahit), dukuh Krajan yang bisa dikatakan adalah sebuah wilayah yang pada waktu itu dihuni oleh para pejabat kerajaan, Kauman wilayah para pemangku agama, hingga Randusari dan Bendansari.

ua