blank
Juwadi warga Dukuh Pendem, Desa Tambahrejo, Kecamatan Tunjungan, Kabupaten Blora, memanen padi sawahnya  di dukuh Sembung, Desa Adirejo, Kecamatan Tunjungan. Minggu, 4 Juni 2023.  Foto: Kudnadi Saputro Blora 

BLORA (SUARABARU.ID) — Musim panen tahun ini, para petani di wilayah Blora agak kurang  sumringah. Harga jual gabah lumayan stabil. Meski begitu, petani tak punya banyak pilihan kecuali segera melepas hasil panen ke tengkulak, lantaran butuh modal untuk kembali bisa bercocok tanam pada masa tanam berikutnya, mumpung harga gabah membaik.

Seperti yang disampaikan, Juwadi warga Dukuh Pendem, Desa Tambahrejo, Kecamatan Tunjungan, Kabupaten Blora, yang memiliki tanah sawah  di dukuh Sembung, Desa Adirejo, Kecamatan Tunjungan seluas setengah hektar, saat ini ditanami padi yang kedua, hari ini mulai dipanen, berharap dengan harga gabah yang tinggi bisa untung pada musim panen ini, Minggu, (4/6/2023).

“Ini panen kedua mas, hasilnya sekira 20 sak, beda dengan musim tanam pertama,” ucap Juwadi.

Pada musim tanam, lanjut Juwadi, pertama sawah seluas setengah hektar ini bisa menghasilkan sekitar 30 sak gabah. “Panen yang pertama bisa sampai 30 sak gabah mas,” ujar Juwadi.

Lebih lanjut Juwadi, mengatakan bahwa memanen ada berbagai cara, sesuai selera petani, ada yang tradisional (pakai arit), ada yang menggunakan alat Doos, dan yang lebih modern menggunakan mesin kombi.  “Sawahku kalau pakai mesin Kombi, hasilnya hanya 15 sak gabah,” kata Juwadi.

Menurut Juwadi, Bakda padi dua kali ini, menunggu tadah hujan akan ditanami  jagung, kacang, kadang Lombok. Karena jauh dari sungai / irigasi maka tidak bisa pompa (sedot air).

Hasil panen Juwadi tahun ini, sementara disimpan setelah dikeringkan, ditumpuk dirumah dulu, sebelumnya dipepe garing (gabah kering), infomasi dari penjual gabah kering Rp6400 per kilogram.

“Untuk hasil panen sawah saya, di Tambahrejo juga punya di dukuh Ngaglik, sekira seperempat hektar, panen kedua ini agak merugi mas,” tandas Juwadi.

Persoalan mendapatkan pupuk dari pemerintah sempat disinggung oleh Juwadi, karena dirinya setiap musim tanam berusaha gesek (jatah pupuh via kartu tani) di desanya dapat harga kisaran Rp.120ribu per sak, dalam satu musim tanam, jatah setahun  Juwadi memperoleh 2 zak.

“Kalo jatah dari Kartu Tani (gesek) pupuk sudah habis saya gunakan, kami harus beli lagi diluar desa, Kalau dilain desa harganya sampai Rp300ribu per zak, yang 50kilogram,” tandas Juwadi.

Hal senada disampaikan oleh warga Kelurahan Sonorejo, Kecamatan Blora, MbahJak, yang menggarap sawah di dukuh Kajangan, Kelurahan Sonorejo, Kecamatan Blora meskipun hujan agak kurang, tetapi sawah tadah hujan didaerah Kajangan masih bisa panen padi 2 kali.

”Musim panen tahun ini, petani lumayan gus. Harga gabah agak stabil bisa diatas Rp5ribu tiap kilogramnya,” ungkap MbahJak (65), salah satu petani di wilayah Desa Sonorejo, Kecamatan Blora.

Kalau persoalan pupuk koq memang agak sulit gus, tetapi saya punya kebiasaan memupuk padi dengan pupuk kandang (kotoran sapi) diawal musim tanam padi baik yang pertama dan kedua.

“Sebelum tanam padi, sawah saya taburi dengan pupuk kotoran sapi dulu gus, biar subur dan panennya lumayan, nanti kalau ada pupuk urea yang ditaburi dikit-dikit gitu aja,” jelas MbahJak, sambil senyum sembari menggerutu ‘gitu aja kok repot’.

Kudnadi Saputro