SEMARANG (SUARABARU.ID)– Konsistensi membangun pemahaman terkait pentingnya pemenuhan gizi seimbang dalam keluarga, merupakan langkah strategis demi mewujudkan generasi penerus yang sehat dan berdaya saing.
”Pemenuhan kebutuhan dasar setiap warga negara, seperti kecukupan gizi dan nutrisi seimbang bagi para remaja, harus menjadi perhatian serius dan membutuhkan konsistensi para pemangku kepentingan di negeri ini, dalam pelaksanaannya,” kata Wakil Ketua MPR RI, Lestari Moerdijat, dalam keterangan tertulisnya, Selasa (30/5/2023).
Hasil survei Pemprov Jawa Barat menemukan, 40 persen remaja putri di provinsi itu, mengidap anemia. Bila kondisi itu berlanjut ketika menikah, akan berisiko melahirkan bayi stunting atau kekurangan gizi.
BACA JUGA: Baksoskes Walubi Jadikan Layanan Kesehatan Lebih Mudah
Sementara itu, data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) pada 2021 melaporkan, pengeluaran keluarga untuk konsumsi rokok, tiga kali lebih banyak daripada pengeluaran untuk belanja protein. Belanja rokok pada rumah tangga miskin sebesar 11,9 persen dari pengeluaran bulanan mereka.
Kondisi itu memperlihatkan belum terbangunnya pemahaman yang utuh, terkait penting kecukupan gizi dan nutrisi, bagi para anggota keluarga di Indonesia,” imbuhnya.
Di daerah yang sumber pangannya berlimpah, seperti Jabar misalnya, tambah Rerie, sapaan akrab Lestari, hampir setengah populasi remaja putrinya mengidap anemia. Sedangkan secara umum, pada keluarga yang berpenghasilan terbatas, pemenuhan gizi tidak menjadi prioritas.
BACA JUGA: Berlaga di Berlin, Atlet Spesial Olympic Indonesia Gelar TC di Kudus
Gerakan untuk membangun pemahaman masyarakat terkait pentingnya pemenuhan kebutuhan gizi seimbang, tegas Rerie yang juga legislator dari Dapil II Jawa Tengah itu, harus segera diwujudkan, agar upaya intervensi kecukupan gizi balita, remaja hingga ibu hamil, dapat direalisasikan sesuai target.
Tanpa pemahaman yang cukup, tegas anggota Majelis Tinggi Partai Nasdem itu, upaya memberi asupan gizi seimbang di berbagai tingkat pertumbuhan balita, akan sulit untuk diwujudkan.
Padahal upaya perbaikan gizi balita, remaja dan ibu hamil membutuhkan waktu dan konsistensi. Rerie sangat berharap, para pemangku kebijakan juga mengarahkan perhatian yang serius pada sektor hulu, dalam penanganan kasus-kasus stunting di Tanah Air.
”Sehingga, gencarnya upaya intervensi gizi pada bayi dan balita, harus dibarengi dengan sosialisasi masif dan konsisten, untuk membangun pemahaman masyarakat mengenai pentingnya kecukupan gizi yang seimbang sejak usia dini, remaja, hingga ibu hamil,” tegas dia.
Riyan