blank
Kasino Hadiwibowo alias Kasino Warkop.(Foto:SB/Wikipedia)

KEBUMEN (SUARABARU.ID) – Siapa yang tak mengenal Gombong? Ya menyebut kota ini bahkan lebih terkenal dibanding Kabupaten Kebumen.

Gombong selama ini lebih maju karena lokasinya strategis. Dilewati jalur utama jalan nasional. Dekat dengan stasiun Kereta Api (KA) jalur selatan. Bahkan relatif tidaklah jauh dari beberapa objek wisata andalan Kebumen. Seperti Pantai Ayah, Pantai Menganti, Gua Petruk, Pantai Pasar Ikan Jetis Cilacap hingga Waduk Sempor.

Kota ini juga menjadi kota transit atau singgah perjalanan jauh di jalur selatan pada ruas jalan nasional Bandung-Purwokerto-Yogyakarta, maupun ruas alternatif jalan provinsi Kebumen-Banjarnegara-Purbalingga. Maka tidak heran Gombong berkembang menjadi simpul ekonomi daerah sekitar, kota bisnis, kota jasa medis (meiliki 3 rumah sakit besar) plus kota wisata. Malah jumlah hotel dan losmen juga lebih banyak dibanding di Kebumen, meskipun masih kelas melati.

Belum lagi Gombong sebagai kota kedua di Kebumen juga memiliki sejarah panjang dan daerah yang unik di Jateng selatan. Pernah diduduki Belanda sebagai lokasi pertahanan sehingga Kumpeni harus mendirikan benteng. Kini benteng itu saksi bisu kompleks perkampungan kolonial dan menjadi objek wisata sejarah yakni Benteng Van der Wijck.

Nama Pangeran Diponegoro dengan pengikut setianya saat bertempur melawan kompeni juga ada di daerah Gombong. Bahkan konon Pangeran Diponegoro ditangkap Belanda juga di daerah ini. Namun para pengikut dan pasukannya yang umumnya santri dan ulama warga lokal masih tersebar di sepanjang daerah urut sewu Kebumen, sehingga jalan baru di pantai selatan Kebumen juga dinamai Jalan Diponegoro dari dulu hingga kini.

Gombong juga melahirkan sejumlah tokoh nasional. Karena pernah menjadi asrama militer dan pusat pendidikan militer sejak era Belanda dan Zaman Jepang, serta di era TNI. Bahkan mantan Presiden Soeharto pun tercatat pernah dua kali mengenyam pendidikan militer di Kota Gombong. Belakangan, banyak pula tokoh militer dan sipil hebat dan punya kiprah nasional lahir dari Kota Gombong.

Kota ini juga tumbuh dinamis. Padahal sejatinya Gombong hanya kota kecamatan dengan luas wilayah sekitar 29,48 km 2. Memiliki wilayah administrasi 14 desa dan kelurahan. Namun secara tradisional masyarakat yang tinggal di sekitar Kecamatan Gombong dianggap sebagai orang Gombong. Seperti Kecamatan Kuwarasan, Rowokele, Sempor, Karanganyar, Buayan hingga Ayah atau di Kebumen barat.

Pendeknya, dari Gombong ini telah melahirkan sejumlah putra terbaik di kancah nasional hingga internasional. Para tokoh yang lahir dari kota di barat Karanganyar Kebumen atau di barat Kali Kemit itu bukan tokoh kaleng-kaleng. Berikut sedikitnya ada lima tokoh kesohor nasional yang lahir di daerah Gombong:

1. Kasino Warkop.
Mungkin banyak yang tidak tahu pelawak kondang dari grup Warkop, almarhum Kasino, adalah putera kelahiran Gombong. Pria pemilik nama lengkap Drs H Kasino Hadiwibowo ini lahir pada 15 September 1950, dan meninggal pada 18 Desember 1997. Pentolan Warkop ini dikenal dengan tingkaanya yang lucu, kocak dan kadang tengil.

Kasino pun dikenal sebagai pelawak dengan gaya khas. Setiap main film bersama grupnya, ia sering memperoleh pasangan wanita cantik. Salah satu ciri khasnya, saat ngobrol atau dialog, ia juga kerap menyelipkan logat ngapak, sebagai bukti ia orang asli Gombong yang secara geografis dan budaya memang amat dekat dengan logat ngapak Banyumasan.

Mengutip dari Wikipedia, Kasino lahir dari pasangan Notopramono dan Kasiyem. Masa remajanya harus berpindah-pindah karena mengikuti ayahnya yang menjadi pegawai di PNKA (sekarang PT. KAI).

Awalnya ia bersekolah di SD Budi Utomo, Jakarta, dan dilanjutkan ke SMP Negeri 51 Jakarta. Saat SMA mengikuti ayahnya yang ditugaskan di Cirebon dan Kasino pun bersekolah di SMA Negeri 2 Cirebon sebelum akhirnya pindah ke SMA Negeri 22 Jakarta sampai lulus. Kasino selanjutnya melanjutkan pendidikannya ke Fakultas Ilmu Sosial, Jurusan Ilmu Administrasi Niaga, Universitas Indonesia.

Di dunia komedi, kehadiran Kasino dan kawan-kawan (Indro dan Dono), mengembuskan angin segar. Kelompok Warkop mewakili generasi pelawak terpelajar, memiliki warna baru dalam membanyol. Karier dalam film yang mereka rintis pada akhir tahun 1970-an pun terus melejit. Dalam film Maju Kena Mundur Kena, Kasino dan kedua kawannya pernah masuk ke dalam jajaran artis dengan bayaran termahal.

Ketika menjadi mahasiswa, Kasino banyak menghabiskan waktu di lereng-lereng gunung bersama Kelompok Mahasiswa Pecinta Alam Universitas Indonesia (Mapala UI). Itulah sekilas sosok Kasino, putar kelahiran Gombong dan menjadi kebanggaan bagi warga Kebumen hinga kini.

blank
Sutarno, pendiri Judo Waza Gombong (JWG) dan pelatih bela diri judo kenamaan.(Foto:SB/Koleksi JWG)

2. Tarno Judo.
Nama lengkapnya Sutarno. Ia lahir pada sekitar tahun 1948. Pria gagah dan tegap ini semula memang seorang anggota TNI. Pernah bertugas di Kodim Jepara sembari melatih judo, dan kemudian pensiun dini. Selanjutnya dia lebih banyak mengabdikan diri sebagai pelatih judo.

Bagi kalangan anak muda di Gombong dan Kebumen pada era 1972-1989 an, pak Tarno adalah idola. Betapa tidak, dia yang tekun melatih dan mengembangkan bela diri ini, lalu mendirikan jodo atau tempat berlatih judo yang dinamakan Judo Waza, melahirkan puluhan, bahkan ratusan atlet judo tangguh.

Hebatnya, para judoka atau pejudo binaan pak Tarno itu selanjutnya eksis berkarier di berbagai profesi dan bidang. Ada yang menekuni olah raga ini seterusnya dan menjadi pelatih. Bahkan ada yang mampu meraih medali Emas Sea Games. Selain itu ada yanag malang melintang di profesi TNI serta Polri.

Berkat tangan dingin Sutarno, Judo Waza Gombong atau JWG mampu tumbuh pesat. Muridnya ada di mana-mana. Di masa keemasan JWG tahun 1972-1989, lelaki ini dijuluki “Sensei Sutarno” yang lebih dikenal dengan Mbah Tarno mampu membentuk putra-putri daerah menjadi pejudo sejati, tangguh dan tegas.

Kala itu olah raga judo marak dan digandrungi kawula muda.“Tarno Judo Gombong. Judo Gombong ya pak Tarno.”Begitulah pak Tarno seolah mampu menjadi ikon judo Gombong, mampu berkembang dan melahirkan prestasi pejudo nasional dan internasional selama hampir tiga dekade. Bahkan dari keahliannya itu, pak Tarno sempat menjadi instruktur fisik dan pelatih bela diri judo di Akmil Magelang.

Maka tidaklah heran dari hasil didikan dan lobi pak Tarno, kini ada sejumlah tokoh di militer dan Polri yang sukses meraih bintang. Di antaranya bekas didikan dan pengaruhnya dengan suka berlatih judo sejak SMAN Gombong, kini ada sosok Mayjen TNI Heri Wiranto (mantan Pangdam VI Mulawarman dan kini Deputi Bidang Koordinasi Pertahanan Negara Kemenko Polhukam), serta Irjen Teguh Pristiwanto, kini Kapolda Sulawesi Tenggara.

Kemudian ada mantan atlet judo peraih Sea Games judo Ratiyono, ia pernah menjadi Kepala Dinas Pendidikan DKI, serta Kombes Latief Usman, mantan atlet judo asuhan Pak Tarno yang kini jadi Dirlantas Polda Metro Jaya. Sebelumnya Latief Usman pernah menjadi Dirlantas Polda DIY dan Polda Jatim.

blank
Martha Tilaar, pengusaha kosmetika Sariayu.(Foto:SB/Martha Tilaar Grup)

3. Martha Tillar.
Siapa yang tak mengenal sosok Martha Tilaar? Pengusaha kosmetika nasional ini lahir di Gombong 1937. Menikah dengan pakar pendidikan Prof HAR Tilaar. Namun ketokohan pengusana jamu nasioal dan kostmetika itu jauh lebih kesohor dibanding sang suami yang pakar pendidikan lulusan Amerika Serikat.

Meksi telah menjadi tokoh nasoinal dan meraiah penghargaan internasional, Martha Tilaar seolah tak lupa akan daerah asalnya. Bahkan di bekas rumah masa kecilnya, kini dia membangun semacam museum dinamai Roemah Boedaya Martha Tilaar (RMT). Di rumah budaya di Jalan Sempor Lama Gombong, di utara jalur utama Jalan Banyumas-Kebumen ke utara sedikit, rumah bduaya itu kini sering menggelar kegiatan seni dan budaya serta pemberdayaan UMKM.

Martha Tilaar lahir tepatnya 4 September 1937, di Gombong, dikenal sebagai seorang pengusaha Indonesia yang sukses bergerak di bidang kosmetika dan jamu dengan nama dagang Sariayu. Bekerja sama dengan Kalbe Farma, ia membuat perusahaan kosmetika dan jamu Martina Berto.

Kisah ketika kecil, dinukil dari Wikipedia, anak sulung dari tiga bersaudara ini justru bertingkah seperti lelaki, enggan merawat diri. Ibunya, Nyonya Handana, kerap menegurnya lalu menitipkan putrinya pada seorang ahli kecantikan tradisional di Yogyakarta, Titi Poerwosoenoe, yang mengajarinya cara bersolek. Dari sinilah, Martha akhirnya menyukai dunia kecantikan.

Martha sempat mengajar di Sekolah Dasar selama dua tahun. Setelah meraih gelar Sarjana Pendidikan dari IKIP Jakarta, ia juga sempat mengajar di almamaternya selama tiga tahun. Lalu mengikuti suaminya, Dr Henry A. Rudolf Tilaar, yang bertugas ke Amerika Serikat.

Di sanalah ia belajar mengenai kecantikan. Ia mengambil kuliah kecantikan dan lulus dari Academy of Beauty Culture, Bloomington, Indiana, Amerika Serikat. Ia kemudian bekerja selama tiga tahun di Campes Beauty Salon, Universitas Indiana, Amerika Serikat.

Begitu lulus dari akademi kecantikan, Martha segera membuka praktek salon kecantikan di negeri Paman Sam itu. Ia membuat selebaran semacam brosur sederhana, mempromosikan jasa layanan salonnya. Berbagai usaha promosi dilakukan seperti masuk ke kampus-kampus, mendatangi rumah-rumah mantan dosen untuk mendandani para istrinya. Begitu pula kepada mahasiswa-mahasiswa Indonesia, atau ibu-ibu yang mengikuti suaminya tugas di luar negeri. Tak hanya jasa kecantikan, Martha pun sempat membuka layanan baby sitter.

blank
Jenderal Polisi (Purn) S Bimantoro.(Foto:SB/Wikipedia)

4. S Bimantoro
Pria gagah berprofesi Polri ini memiliki nama lengkap Suroyo Bimantoro. Ia pernh menduduki jabatan Kapolri. Meski telah sukses menjadi tokoh nasional, Pak Bimantoro juga tak lupa akan daerah asalnya. Ia masih sesekali datang ke Gombong, Kebumen. Bahkan juga mengunjungi sekolahnya di SMPN 2 Gombong.

Ia pun pernah membantu Polri mendirikan Polsek Prembun. Kala itu Polsek Prembun masih menempati markas di lokasi bangunan kuno bekas kantor polisi Belanda. Suroyo lalu membangun Mapolsek di sebelah timur kota Prembun perbatasan Purworejo.

Namun sayangnya Mapolsek yang dibangun di era pak Bimantoro kini dialihfungsikan menjadi Pos Polisi Lalu-lintas. Salah satu alasannya karena lokasi Mapolsek di selatan jalan itu sepi dan pernah terjadi penembakan terhadap petugas jaga. Sedangkan Mapolsek Prembun kembali lagi ke bangunan lama di pusat kota Prembun atau di utara jalan raya.

Jenderal Polisi (Purn) Drs Surojo Bimantoro lahir 1 November 1946 di Gombong. Ia adalah Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia yang menjabat sejak 23 September 2000 hingga 29 November 2001. Dikenal sebagai jenderal polisi yang tegas.

Bahkan sempat berseberangan dengan Presiden Abdurrahman Wahid alias Gus Dur sehingga dicopot dari jabatannya. Namun kemudian pada Agustus 2001 Presiden Megawati Soekarno Kembali menetapkan S Bimantoro sebagai Kapolri. Dengan demikian Jenderal Bimantoro merupakan Kapolri yang menduduki jabatan di dua presiden di masa Reformasi.

blank
Begawan ekonomi Prof Dr Soemitro Djojohadikoesoemo.(Foto:SB/Wikipedia)

5. Soemitro Djoyohadikoesoemo.
Prof. Dr. Soemitro Djojohadikoesoemo juga lahir di Gombong, Kebumen, 29 Mei 1917. Meninggal di Jakarta, 9 Maret 2001 pada umur 83 tahun. Ia adalah salah seorang ekonom Indonesia yang terkenal. Murid-muridnya banyak yang sukses menjadi menteri pada era Presiden Suharto, seperti JB Sumarlin, Ali Wardhana, dan Widjojo Nitisastro.

Selain itu, Soemitro juga merupakan ayah dari Menteri Pertahanan RI dan Ketua Umum DPP Partai Gerindra, Prabowo Subianto yang juga pernah menjadi Danjen Kopassus. Soemitro juga ayah mertua dari mantan Gubernur Bank Indonesia, Soedradjad Djiwandono, dan juga besan dari mantan Presiden Soeharto.

Prof Soemitro tercatat adalah anak dari Raden Mas Margono Djojohadikusumo, pendiri Bank Negara Indonesia dan Ketua DPAS pertama dan anggota BPUPKI. Dalam pemerintahan, posisi yang pernah diembannya adalah sebagai Menteri Keuangan, Menteri Perindustrian dan Menteri Riset atau Menristek saat ini.

Hebatnya, di usia ke-33, Sumitro pernah menjabat sebagai Menteri Perdagangan dan Perindustrian RI dan ikut membangun Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Beliau meraih gelar doktor di Nederlandse Economise Hogeschool, Rotterdam, Belanda pada tahun 1943 dengan disertasi berjudul Het Volkscredietwezen in de Depressie.

Sumitro dikenal giat menulis, dengan cakupan khusus masalah ekonomi. Buku terakhir beliau tulis adalah Jejak Perlawanan Begawan Pejuang, diterbitkan Pustaka Sinar Harapan, April 2000. Selama 1942-1994, Sumitro menulis sebanyak 130 buku dan makalah dalam bahasa Inggris.

Yang menarik, dan ini banyak orang yang tak tahu, setiap menulis buku dan di masa tuanya, Prof Soemitro kerap mudik alias kembali ke rumah keluarga di Gombong. Di salah satu rumah Jalan Yos Sudarso itu Soemitro suka menyendiri untuk memperoleh inspirasi dan gagasan dan ia tuliskan menjadi buku.

Sumitro mendapat banyak penghargaan, baikl dari dalam negeri maupun luar negeri. Misalnya, Bintang Mahaputra Adipradana (II), Panglima Mangku Negara, Kerajaan Malaysia, Grand Cross of Most Exalted Order of the White Elephant, First Class dari Kerajaan Thailand, Grand Cross of the Crown dari Kerajaan Belgia, serta yang lainnya dari Republik Tunisia dan Prancis.

Itulah lima tokoh dan pesohor yang lahir di Gombong, Kabupaten Kebumen.

Komper Wardopo