Amdan berharap, pemerintah khususnya kementerian perindustrian dan kementerian perdagangan, proaktif untuk bisa menjaga kondisi ini, karena perusahan tekstil ini merupakan rumah bagi 3, 7 juta tenaga kerja di Indonesia.
“Jadi kalau kita bilang 3, 7 juta tenaga kerja, artinya yang terdampak itu lebih kurang sekitar 20 juta orang. Karena jika 3,7 juta x 5 atau 6 orang satu keluarga, jadi setidaknya lebih kurang ada 20 juta orang yang terdampak,” papar Yudha Amdan.
Kalau untuk APF sendiri, sudah mengurangi jumlah produksi, tapi pihaknya belum bisa mengeluarkan angkanya, karena masih dalam proses konsolidasi. Tapi dari beberapa kolega dari perusahaan berbeda, sudah mulai tutup terutama di Karawang Jawa Barat, karena tak mampu bertahan.
“Ini dampak dari impor di hulu. Sementara untuk dampak impor di hilir, justru banyak sekali yang terdampak. Terutama teman- teman IKM dan UKM yang biasanya suplai baju untuk lebaran, sepertinya tahun ini tidak lebaran. Karena yang dibeli itu justru baju-baju bekas yang ‘disulap’ menjadi baru, padahal itu baju bekas,” terang Yudha Amdan.
Yudha Amdan memberikan apresiasi kepada kementerian perdagangan, karena sangat cepat mengeluarkan peraturan terkait perdagangan untuk melarang barang impor. Cuma yang menjadi masalah sekarang adalah, bagaimana pemerintah bisa memulihkan industri tekstil yang saat ini cedera berat bahkan yang sudah tutup.
Corporate Social Responsibility (CSR) PT APF Kaliwungu Kendal, Kalae Silwa mengatakan, lebih kurang dari 1.200 perusahan tekstil yang ada di Karawang Jawa Barat, sudah keluar dari Karawang semenjak adanya gempuran produk impor.
Pertama alasannya, karena Upah Minimum Regional (UMR) di Jawa Barat, cukup tinggi. Kedua barang impor terlalu banyak sehingga, pabrik- pabrik kecil itu tidak bisa jalan.
“Sebanyak 1.200 perusahan yang keluar dari Karawang Jawa Barat ini, di kisaran tahun 2022, ketika adanya pandemi Covid-19. Selain itu, juga tidak sedikit yang tutup permanen,”ucapnya.
Sapawi