Oleh: Najib
JAWA TENGAH menjadi destinasi mudik dengan perjalanan masyarakat terbanyak pertama di Indonesia, yaitu sekitar 26,45 persen (32,75 juta orang), berdasarkan hasil survei Kementerian Perhubungan, melalui Badan Kebijakan Transportasi (BKT), tentang peluang mobilitas masyarakat (mudik), pada periode Lebaran 2023 (Idul Fitri 1444 H).
Hal tersebut perlu diwaspadai dan diantisipasi, serta dipersiapkan langkah-langkah sedini dan sebaik mungkin, untuk mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan. Diperkirakan, asal muasal pergerakan manusia yang akan berangkat mudik dari Jawa Tengah 15,1 persen (18,7 juta orang).
Pertumbuhan perjalanan pulang pergi diperkirakan meningkat mulai H-3 (Rabu, 19 April 2023). Puncak retrograde diperkirakan terjadi pada H+2 (Selasa, 25 April 2023) dan pergerakan diperkirakan cukup besar hingga H+3 (Rabu, 26 April 2023).
Selain itu, ragam moda transportasi didominasi transportasi darat, diperkirakan yaitu: Mobil 22,07 persen, Sepeda Motor 20,3 persen, Bus 18,39 persen, Kereta Api jarak jauh 11,69 persen dan Mobil Sewa 7,7 persen.
Mudik adalah tradisi perjalanan pulang ke kampung halaman atau tempat asal, yang dilakukan banyak orang Indonesia, terutama menjelang Hari Raya Idul Fitri. Fenomena mudik menjadi bagian penting dalam budaya/tradisi Indonesia terutama orang Jawa, karena dianggap sebagai momen untuk bersilaturahmi dengan keluarga, dan mempererat tali persaudaraan.
Fenomena mudik sering menimbulkan beberapa masalah dan dampak negatif. Seperti kemacetan lalu lintas yang parah, dan kenaikan angka kecelakaan.
Tetapi Hal itu tidak menjadi momok yang menakutkan bagi para perantau. yang ingin pulang ke kampung halamannya. Hasrat ingin bertemu sanak saudara di kampung halaman tidak menyurutkan semangat mudik, meskipun harus menanggung risiko yang cukup berat.
Fenomena mudik memiliki kaitan yang erat dengan dinamika penduduk di Indonesia. Mudik terjadi, ketika sebagian besar orang yang bekerja atau belajar di kota, pulang ke kampung halaman atau tempat asal mereka, di daerah pedesaan.
* * * * *
Hal ini menunjukkan, adanya ketidakseimbangan antara perkembangan perkotaan dan pedesaan di Indonesia. Banyak orang yang merantau ke kota mencari pekerjaan atau pendidikan yang lebih baik, namun kembali ke kampung halaman mereka saat musim mudik.
Fenomena ini juga menunjukkan, adanya kebutuhan orang-orang di pedesaan untuk mempertahankan hubungan dengan keluarga mereka di kota. Selain itu juga, menunjukkan pentingnya keberadaan keluarga, dan hubungan sosial dalam budaya Indonesia.
Tradisi mudik juga memiliki manfaat dalam perbaikan kualitas keluarga, di antaranya: Menguatkan hubungan keluarga: Mudik juga memberikan kesempatan untuk berkumpul dan saling bertukar cerita dengan keluarga besar. Hal ini membantu memperkuat ikatan emosional dan sosial antara anggota keluarga, serta membangun rasa kebersamaan dan keakraban.
Mempertahankan tradisi budaya: Saat mudik, keluarga biasanya melakukan berbagai tradisi budaya seperti memperbaiki rumah, membersihkan makam leluhur, dan mengenakan pakaian adat. Hal ini membantu mempertahankan dan melestarikan nilai-nilai budaya, yang diwariskan dari generasi ke generasi.
Meningkatkan rasa hormat dan nilai-nilai kekeluargaan: Melalui mudik, anggota keluarga belajar untuk menghargai dan menghormati leluhur serta anggota keluarga yang lebih tua. Hal ini membantu memperkuat nilai-nilai kekeluargaan seperti rasa tanggung jawab, kebersamaan, dan rasa hormat.
Namun di sisi lain, fenomena mudik juga dapat menimbulkan dampak negatif pada dinamika penduduk. Seperti meningkatkan angka kemiskinan di daerah pedesaan, karena pengeluaran yang tinggi selama musim mudik. Serta meningkatkan risiko penyebaran penyakit dan wabah yang dapat membahayakan kesehatan penduduk di kampung halaman.
Oleh karena itu, perlu ada upaya untuk mencapai keseimbangan antara perkembangan perkotaan dan pedesaan, serta mengurangi dampak negatif dari fenomena mudik.
Peran Pemerintah dalam hal ini sangatlah dibutuhkan, untuk bisa mengkndisikan pelaksanaan mudik tahun ini menjadi lebih baik lagi. Melalui dinas terkait, bisa saling bahu membahu mempersiapkan kebutuhan-kebutuhan untuk memperlancar jalannya mudik. Antara lain perbaikan jalan, pengaturan arus lalu lintas, ketersediaan sandang pangan dan lain sebagainya, agar masyarakat yang melakukan mudik merasa lebih aman dan nyaman.
— Najib, Peneliti Pusat Riset Kependudukan BRIN, Sekum Koalisi Kependudukan Jateng —