“Mereka ada yang jualan, tukang parkir atau tenaga bersih-bersih dan lainnya. Saya sendiri sekarang tidak jualan. Mereka saja yang menyediakan aneka makanan minuman untuk pengunjung,” ungkapnya.
Omsetnya Wah…
Angkringan pinggir Kali Kripik ini, sekarang menjadi tujuan mereka yang ingin sesuatu yang lain. Tidak hanya sekadar makan atau minum, tetapi juga untuk menikmati suasana pedesaan. Makan-minum di alam terbuka sambal menikmati gemericik air Kali Kripik.
Siswanto (tengah) sedang diwawancarai dua orang wartawan. Foto: Widiyartono R.Baca juga Ngabuburit, Berwisata Ramadan di Alun-Alun Semarang
Ditanya soal omset, ternyata hasilnya cukup ‘wah”. Siswanto menyampaikan, saat ini omset bisa mencapai Rp 2 hingga Rp 10 juta per malam. “Kalau pas malam minggu, hari libur atau ada even, omset kami bisa mencapai lebih dari Rp 10 juta. Ini saja kami masih ada beberapa yang belum tergarap. Seperti lokasi out bound. Kalau sudah siap, semoga bisa bertambah lagi omset kami,” katanya optimis.
Wisata Kampung Jawi pada dasarnya merupakan wisata budaya yang menyajikan berbagai macam kuliner. Tempat ini menampilkan inovasi angkringan yang terletak di pinggir kali untuk menghadirkan nuansa alami dan menyenangkan. Sehingga, tempat ini sangat nikmat jika dikunjungi bersama keluarga, teman maupun saudara.
Pengunjung juga tidak kesulitan untuk memarkir kendaraan karena tempatnya yang luas. Setelah turun dari kendaraan, langsung menuju tempat penukaran koin. Berbekal koin ini, pengunjung masuk dan tinggal memilih aneka makanan atau minuman yang tersedia.
Setelah itu, silakan pilih meja kursi yang tersedia di bagian tengah kios-kios penyedia kuliner itu. Pada saat tertentu bisa juga dinikmati suguhan kesenian musi tradisional atau organ tunggal. Kampung Jawi memang buka sejak sore hingga malam hari, sehingga suasana yang didapat pengunjung adalah romantisme dan eksotisme.
Nuansa tempo dulu memang sengaja disuguhkan secara nyata. Selain bangunan yang berbahan kayu dan bambu, aktivitas yang dilakukan sudah diatur sedemikian rupa sehingga sangat menyerupai kehidupan zaman dulu termasuk transaksi dengan koin kayu.
Kemudian penjualnya juga mengenakan pakaian adat jawa seperti jarit (kain), batik atau lurik, dan dilengkapi dengan ikat kepala bagi kaum prianya. Lampunya pun menggunakan obor dan lampu teplok.
Tempat kuliner pinggir kali ini pernah menerima penghargaan dari DPP PDI Perjuangan Kategori Desa Wisata Kuliner berupa penghargaan Trisakti Tourism Award.
Untuk makan-minum di sini, diapstikan tidak menguras isi dompet. Bila pengunjung berbekal 10 koin dengan harga tiap koin Rp 3.000, dijamin sudah kenyang dan bisa menikmati aneka makanan-minuman pilihan. Ada sega koyor, gudeg, soto, ronde, wedang rempah, opor ayam, dan aneka kudapan lainnya,
Bagaimana bila ternyata koinnya masih tersisa? Jangan dibawa pulang. “Koin itu bisa kembali ditukarkan menjadi uang tunai, pengembalian tiap keping koin dihargai Rp 3.000,” ujar Siswanto.
Bingung mau bersantai ke mana di Semarang pada malam hari? Kampung Jawi bisa menjadi pilihan. Hanya kira-kira setengah jam dari pusat kota menuju kawasan arah Gunungpati, ya ancer-ancernya belakang perumahaan Greenwood lah. Langsung saja ke sana.
Widiyartono R.