M. Nigara, Wartawan Sepak Bola Senior
TAK pernah terbayang, Stadion Faisal Al-Husseini International di al-Ran, kota Yerusalem, Timur, diserbu pasukan bersenjata Israel. Padahal, Kamis (31/3/23), di stadion itu, tidak ada tentara Palestina, tidak sedang ada sesuatu yang membahayakan. Tapi, begitulah kebiadaban zionis, Israel.
Tanpa aba-aba, pasukan Israel masuk dan langsung menembakkan gas air mata di dalam stadion. Sejumlah pemain dan penonton tersedak gas air mata. Saat itu sedang berlangsung laga final Piala Liga Palestina. Beruntung jumlah penonton tak sebanyak di stadion Kanjuruhan, Kabupaten Malang, Jawa Timur.
Persatuan Sepakbola Palestina ( Palestinian Football Association) langsung melaporkan kasus tersebut. Uniknya, tak satu pihak pun yang membela para pemain dan penonton Palestina yang jadi korban. Tidak juga mereka yang ada di Indonesia dan berkeinginan Israel bisa tampil di putaran final Piala Dunia U20.
Tampaknya, kisah penyerbuan itu akan menguap seperti kisah-kisah kebiadaban Israel (zionis) lainnya. Adegan Kamis itu semakin menegaskan bahwa sepakbola memang tidak boleh dicampuradukan dengan politik, tapi sepakbola, khusus bagu Israel, boleh diserbu dengan sesukanya.
Hebatnya, meski sudah menjadi topik di dunia, pasti juga sudah sampai di telinga para petinggi FIFA, tapi, tak sepatah kata pun yang keluar. Bahkan Presiden Gianni Infantino, tak terdengar desahnya sekali pun.
Takut
Betul, FIFA memiliki statuta sendiri. FIFA tidak bisa dicampuri oleh pihak mana pun. FIFA adalah ‘negara’ tersendiri. Tapi, dalam kasus ini, kemana FIFA? Dalam kasus hak Rusia yang dicoret untuk play of Piala Dunia Senior, 2022, di Qatar, di mana kamu FIFA?
Jadi, jika kemudian ada pendapat yang mengatakan bahwa FIFA memiliki standar ganda, pembelaan apa lagi yang mesti kita sodorkan?
Bahkan, ketika ada yang mengatakan bahwa di tubuh FIFA ada kelompok pembela kaum Zionis atau setidaknya berafiliasi pada kaum garis keras Israel, apa lagi yang mau kita katakan?
Dan, yang paling pahit, jika ada orang yang menyebut FIFA, takut pada Israel, apa yang mesti kita katakan?
Ketika Rusia menyerbu Ukraina. Federasi sepakbola internasional (FIFA) mengambil sikap terhadap serangan Rusia ke Ukraina. Badan itu menegaskan “menghukum” Rusia dengan tidak akan menyelenggarakan kompetisi internasional di negara itu. Dan melarang Rusia serta klub-klubnya mengikuti kegiatan sepakbola di luar negaranya.
“FIFA mengecam atas penggunaan kekuatan militer Rusia, dalam penyerangannya ke Ukraina. Kekerasan tidak pernah menjadi solusi dan FIFA mengungkapkan solidaritasnya kepada semua orang yang terdampak,” begitu tertulis dalam Keterangan Resmi dalam laman FIFA, dikutip, Senin (28/2/22) CNBC Indonesia.
Apa yang terjadi di Stadion Faisal Al-Husseini International di al-Ran, kota Yerusalem, Timur. Israel menyerbu stadion yang di dalamnya sedang berlangsung final Liga sepakbola Palestina, bukan penyerbuan ke tempat-tempat lain. Artinya, sepakbola bukan lagi dicampuri, tapi diserbu oleh militer.
Harusnya FIFA marah dan murka. Sebagai pemilik otiritas sepakbola sejagad, dan senantiasa menolak campur tangan pihak lain ke dalam tubuh sepakbola, FIFA harusnya langsung mengutuk Israel. Tapi, kok dalam kasus ini FIFA bungkam?
Jalannya laga final Yasser Arafat Cup 2023 antara Balata FC dan Jabal Al-Mukaber di Stadion Faisal Al-Husseini, Palestina, babak pertama berjalan mulus dan dalam suasana ramah serta penuh kekeluargaan. Namun tiba-tiba tentara Zionis, secara biadab, menyerbu. Pertandingan langsung bubar.
Tidak hanya itu, tentara Zionis Israel langsung menangkap para pemain dan penonton. Bahkan, beberapa pemain yang berlari ke arah kamar ganti, juga ditembaki gas air mata hingga ruangan dipenuhi asap dan membuat beberapa orang pingsan.
Sekali lagi, kita bertanya, di mana FIFA? Di mana martabat dan statuta sepakbola dunia yang selalu disakralkan itu? Jawabnya kita sekarang tahu, FIFA pengecut pada kekuatan zionis.
Fakta itu, harus menjadi pembelajaran bagi bangsa kita. Baik kubu yang menolak dan untuk kubu mereka yang menginkan Israel tampil di puataran final Puala Dunia U20, hendaknya sadar. Lihat dan ingat, kita ini satu bangsa, satu rumah, dan satu keluarga. Jangan sampai lantaran Israel, FIFA yang penuh misteri, dan Piala Dunia U20 membuat kita porak-poranda.
Kita boleh marah, boleh kecewa, boleh apa saja, terpenting harus ada batasnya. Dan, bagi anak-anak kita, hendaknya kegagalan ini bukan akhir dari perjalanan karir mereka.
Ada pepatah Inggris yang berbunyi: What seems impossible today will one day become your warm-up. (Apa yang tampaknya mustahil hari ini akan menjadi pemanasanmu suatu hari nanti).
” Dan hanya kepada Tuhanmulah engkau berharap” (QS As-Syarh : 8).