KOTA MUNGKID (SUARABARU.ID)-Awan panas guguran yang terjadi pada Sabtu ( 11/3/2023) lalu dan menyebabkan hujan abu vulkanik di sejumlah wilayah di Jawa Tengah, berasal dari kubah barat daya. Kubah barat daya tersebut merupakan salah satu dari dua kubah yang ada di gunung yang letaknya di perbatasan Provinsi Jawa Tengah dan DIY.
“Kubah lava barat daya tersebut mulai muncul sejak tahun 2021 lalu,” kata Kepala Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan dan Geologi (BPPTKG) Yogyakarta , Agus Budi Santoso, saat ditemui di Pos Pengamatan Gunung Merapi di Babadan, Kecamatan Dukun, Kabupaten Magelang.
Agus mengatakan, saat ini di dalam kubah barat daya volume magma mencapai 1,6 juta meter kubik. Sedangkan di kubah utama yang berada di tengah, volume magmanya mencapai2,3 juta meter kubik.
Menurutnya, awan panas guguran (APG) yang berasal dari kubah barat daya Gunung Merapi hingga saat ini terus mengalami penurunan, dibandingkan pada saat terjadinya guguran sejauh 4 kilometer pada Sabtu lalu.
“Jumlah APG tersebut jauh lebih rendah dibandingkan dengan pada Minggu (12/3/2023) dan Sabtu (11/3/2023) lalu,” kata kemarin.
Agus menjelaskan, pada hari pertama Sabtu (11/3) APG tercatat sebanyak 40-41 kali. Sedangkan, pada Minggu (12/3) sebanyak 19 kali APG. Sedangkan hingga Senin malam hanya terjadi dua kali guguran dengan jarak luncuran maksimal 1.500 meter.
Meskipun APG telah mengalami penurunan, tetapi pihaknya masih terus menjaga kesiapsiagaan untuk antisipasi perkembangan dan potensi APG susulan. Karena, berdasarkan data pemantauan pergerakan dari dalam gunung, baik secara seismograf atau deformasi masih signifikan.
“Kita masih terus melakukan pemantauan perkembangan aktivitas Gunung Merapi.,” katanya.
Baca juga :Dampak Hujan Abu Merapi, Peternak di Lereng Merapi Kesulitan Cari Pakan Ternak
Ia menjelaskan, status Merapi saat ini masih sama. Yakni, pada level III atau siaga sejak November 2020.
Menurutnya, pihaknya dalam menentukan status Gunung Merapi tersebut berdasarkan dari potensi bahayannya.
Menurutnya, kejadian APG pada Sabtu kemarin tersebut merupakan rentetan kejadian APG tersebut sudah terjadi sebanyak 7 kali dalam kurun waktu dua tahun terakhir. Dan masih terus mendapatkan suplai terus menerus dari dalam (ekstrusi magma).
Selain itu, juga diikuti gempa vulkanik dalam dan gempa-gempa vulkanik dangkal sehingga sewaktu-waktu bisa keluar.
“Masalahnya waktu keluarnya masih menjadi tantangan bagi kami untuk bisa memprediksi. Namun, yang terpenting bagi masyarakat itu sudah tahu potensi bahaya maksimal dari kejadian ini,” ujarnya. W. Cahyono