blank
Narasumber bersama peserta penyuluhan

JEPARA (SUARABARU.ID)| – Tingginya Perceraian di Kabupaten Jepara selalu menarik untuk dibahas. Terbukti dari tahun ke tahun selalu menjadi topik berita, baik berita media online maupun media cetak. Dan yang menjadi fokus perbincangan adalah dari jumlah perceraian yg cukup tinggi tersebut sebagian besar adalah Gugat Cerai alias perempuan yang mengajukan perceraian.

Dengan pernyataan ini, artinya menempatkan perempuan pada pihak yang “seolah-olah” menjadi aktor utama terjadinya perceraian. Hal demikian diperparah lagi dengan asumsi masyarakat bahwa maraknya gugat cerai di Kabupaten Jepara tersebut lantaran semakin menjamurnya pabrik- pabrik di Jepara yang sebagian besar karyawannya adalah perempuan.

Benarkah demikian? Kenyataan yang terjadi di lapangan ternyata tidak selalu sama dengan berita di atas. Hal ini mengemuka dan menjadi topik bahasan menarik bagi sekitar 30 an Ibu- ibu muda warga desa Tanggul Tlare Kecamatan Kedung, Kabupaten Jepara. Mereka mengikuti acara Penyuluhan Hukum yang diselenggarakan oleh Organisasi Bantuan Hukum LPP SEKAR Jepara bekerja sama dengan Kantor Wilayah Kemenkumham Jawa Tengah di Balai Desa Tanggul Tlare pada hari Sabtu, (11/3-2023) sore.

blank
Ana Khomsanah menyampaikan tentang substansi pentingnya pemahaman UU RI Nomor 23 tahun 2004 tentang PKDRT

Penyuluhan Hukum yang mengambil tema “Menjaga Keutuhan Keluarga melalui Pemahaman UU RI Nomor 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga” ini menampilkan 2 narasumber yaitu Nor Samsyudin, S.H., M. H. dan Ana Khomsanah, S.Pd., S.H., M.H. serta Kosnadi Petinggi desa Tanggul Tlare) yang bertindak selaku moderator.

Nor Samsyudin memberikan paparan tentang apa itu Kekerasan Dalam Rumah Tangga ( KDRT), apa saja jenis- jenisnya dan bagaimana penangangannya. Syam, demikian panggilan akrabnya menjelaskan secara gamblang jenis- jenis kekerasan dalam rumah tangga yaitu kekerasan fisik, kekerasan psikis, kekerasan ekonomi ( penelantaran rumah tangga) dan kekerasan seksual.

Tidak hanya itu, Syam juga memberikan contoh-contoh kasus dari masing- masing jenis kekerasan tersebut sebagaimana yang selama ini didampingi oleh LPP SEKAR Jepara.

Sementara Ana Khomsanah menyampaikan tentang substansi pentingnya pemahaman UU RI Nomor 23 tahun 2004 tentang PKDRT. “Tujuannya agar keutuhan dalam rumah tangga selalu terjaga,” ujar Ana.

Menurut Ana, ketika semua pihak dalam lingkup rumah tangga sudah memahami tentang substansi UU PKDRT berikut ancaman pidananya, maka hal tersebut diharapkan tidak sampai dilanggar, sehingga tidak akan terjadi KDRT dan keutuhan keluarga akan terjaga.

Hal menarik yang terjadi pada sesi tanya jawab setelah kedua narasumber usai memberikan pemaparan adalah pertanyaan dari seorang peserta tentang maraknya gugat cerai yang terjadi di Jepara. Nah di sinilah akhirnya Ana Khomsanah menjelaskan tentang “Politik Perceraian”.

blank
Peserta penyuluhan dari Desa Tanggul Tlare

Apa itu “Politik Perceraian?”

Ana menjelaskan bahwa memang benar angka perceraian di Jepara selalu tinggi dan sebagian besar yang terjadi adalah “Gugat Cerai”. Artinya perempuanlah yang mengajukan gugatan. “ Hal ini terjadi oleh karena tadi soal “politik perceraian” tersebut, sebab jika pihak suami yang mengajukan perceraian ( cerai talak), konsekwensinya banyak. Sebab jika seorang suami yang mengajukan permohonan cerai talak, maka dia harus siap membayar gugatan rekonvensi dari si istri,” terang Ana Khomsanah

Menurut Ana, rekonvensi yang merupakan hak- hak istri yang dicerai oleh suaminya antara lain Nafkah Lampau yang dihitung selama si suami tidak memberikan nafkah, Nafkah Iddah, Muth’ah n Nafkah Anak. “Nafkah-nafkah inilah yang sering membuat si suami musti berpikir sepuluh kali apabila hendak menceraikan istrinya,” ungkap Ana menjelaskan.

Ia kemudian menuturkan, terkadang ada suami yg mengatakan pada istrinya ” ya sudah, kamu yang menggugat cerai saja, saya kasih biayanya”. Atau dalam kasus lain si suami bilang “resikono awakmu dhewe, aku ora butuh ( silahkan menggugat cerai, saya tidak butuh),” ujarnya.

Keadaan demkian tentu membuat pihak istri sering dihadapkan pada pilihan yang serba salah, mau bertahan pada kehidupan rumah tangga yang sudah pecah tentu sangat berat. Mau menunggu suami beri’tikat baik untuk menceraikan tak ada tindakan. Status istri seperti digantung, akhirnya lagi- lagi si istri yg mengajukan gugat cerai,” papar Ana.

Dalam sesi tanya jawab ini sesungguhnya masih banyak yang ingin bertanya, namun sayang sekali waktunya terbatas. Terakhir ada seorang ibu yang bertanya “Bu, jika suami diam- diam menikah siri dengan perempuan lain, bagaimana hukumnya….?” “Jawabannya nanti berseri ya….” jawab Narasumber yang kemudisn disambut tepuk tangan semua peserta penyuluhan.

Hadepe