SEMARANG (SUARABARU.ID) – Tahun 2024 yang menjadi tahun politik berpotensi memunculkan media-media partisan.
Oleh sebab itu, dibutuhkan sikap kritis menyiasati segala bentuk informasi dari media sosial (medsos) maupun media arus utama atau media mainstrim. Di Tahun politik, saatnya pers sebagai penjaga demokrasi, karena sesungguhnya masyarakat butuh edukasi media yang netral.
Demikian poin penting dalam Dialog Hari Pers Nasional Tahun 2023 bertajuk ‘’Pers dan Peran Menjaga Demokrasi Menuju Tahun Politik 2024’’ yang berlangsung di Auditorium RRI Semarang, Kamis (9/3/2023).
Dialog yang dipandu Silvia Ansori, menghadirkan nara sumber pengamat komunikasi dan akademisi Undip, Dr Turnomo Rahardjo, Ketua PWI Jawa Tengah, Amir Machmud NS, dan Kaprodi Ilkom UKSW Salatiga, Ester Krisnawati S.sos MIkom.
Turnomo mengatakan, saat ini derasnya informasi dari medsos tak bisa dibendung lagi. Yang membedakan medsos dengan media arus utama adalah, mereka sudah tak memiliki disiplin verifikasi dan tanpa sikap tabayyun atau klarifikasi.
Pada tahun politik, kata dia, akan memunculkan berbagai realitas, diantaranya kuatnya medsos sebagai alat penyampai informasi, dan munculnya media penyiaran yang cenderung partisan karena faktor kepentingan-kepentingan politik oleh pemiliknya.
‘’Saya kira butuh sikap yang kritis, check and recheck dari masyarakat kepada gempuran informasi dari medsos maupun media arus utama. Bahkan, kita lihat, media penyiaran, sudah muncul sikap partisan mulai berita hingga running text. Di sini, saya kira pers harus mampu menjadi penyampai informasi yang berimbang,’’ jelas Turnomo.
Sementara itu Amir Machmud menandaskan, pertanyaan mendasar di tahun politik, adalah apakah pers bisa menjaga demokrasi. Atau jangan-jangan pers yang justru harus dijaga.
‘’Karena memang gejala-gejala atau fenomena yang saat ini terjadi sedang bias, yang ditandai dalam praksis dan orientasi berjurnalistik jauh dari nilai-nilai jurnalistik itu sendiri,’’ kata penulis buku, penyair, dan dosen itu.
Ia menyebut, UU Pers memiliki substansi memberikan edukasi, kontrol sosial, dibingkai dengan Kode Etik Jurnalistik (KEJ).