Erik ten Hag mengangkat trofi Carabao Cup 2023. Foto: mu

Oleh: Amir Machmud NS

// tiupkan semangat/ untuk kembali ke habitat/ kalian ada karena kemenangan/ kalian menguap lantaran kekalahan/ hadirlah di ruang kemuliaan/ jadikan semua tempat teater impian…//
(Sajak “Tradisi Setan Merah”, 2023)

BENAR-BENARKAH Manchester Merah telah kembali “memerah”?

Carabao Cup alias Piala Liga 2023 telah diraih, pekan lalu. Cukupkah trofi kasta ketiga Liga Primer itu mengembalikan Manchester United sebagai klub yang berhabitat kejayaan?

Enam tahun tanpa gelar adalah kelengangan mencekam untuk klub yang pernah bertabur gelar. Terakhir kali, MU meraih trofi Liga Europa bersama Jose Mourinho pada 2017, dan setahun sebelumnya membukukan Piala Liga lewat Louis van Gaal.

Apa pun, langkah meraih trofi di bawah arahan Erik ten Hag, setelah mengalahkan Newcastle United 2-0 di Wembley, menjadi momen penting pemulihan.

Inilah pemulihan dari inkonfidensi setelah serangkaian pelatih tak mampu memberi perubahan signifikan, sebagai penerus Alex Ferguson yang pensiun pada 2013.

Ini pulalah pemulihan dari penantian panjang untuk keterpurukan yang seakan-akan tak juga menemukan terapi efektif.

Pun, pemulihan dari kondisi kehilangan intensitas permainan dalam rivalitas elite, di Liga Primer, dan terlebih di panggung Eropa.

Kini, Pasukan Theater of Dream masih berpeluang untuk meraih keutamaan hasil di event lainnya: Liga Europa, Piala FA, dan masih terbuka menyalip Arsenal dan Manchester City di panggung liga.

Intensitas
“Intensitas” menjadi faktor penting mengapa MU tak juga menghadirkan performa sepadan dengan tradisi kejayaan selama ini.

Sederet pengganti Sir Alex tak mampu menembus barrier teknis sekaligus mental. Dari David Moyes, Ryan Giggs (karteker), Louis van Gaal, Jose Mourinho, Ole Gunnar Solskjaer, Michael Carrick (karteker), hingga Ralf Rangnick (interim).

Perekrutan pemain — termasuk yang sekelas Paul Pogba dan Cristiano Ronaldo — juga gagal mengubah bentuk dan determinasi.

Baru setelah Erik ten Hag hadir pada 2022, intensitas itu perlahan-lahan mulai tampak. Sejumlah sosok memainkan peran kunci mengantar kembalinya Setan Merah ke “maqam” yang pantas, baik secara teknis maupun jejak sejarah.

Pertama tentu Ten Hag sendiri, yang mengusung visi taktik dan mengendalikan kondisi ruang ganti — disebut-sebut mendiktatorkan pola persuasi kolektif ala Alex Ferguson.

Sejumlah pemain rekrutan sukses mengikuti arah yang dimaui pelatih asal Belanda itu. Lisandro Martinez, Christian Erikssen, Casemiro, dan Alejandro Garnacho hadir sebagai kunci kerancakan permainan Setan Merah. Kehadiran mereka melengkapi puzzle yang memusat pada leadership Bruno Fernandes.

Hanya penyerang sayap Antony yang sejauh ini dinilai belum betul-betul nyetel dengan irama Ten Hag.

Faktor yang tak kalah mendeterminasi adalah Marcus Rashford. Produktivitasnya sedang dalam puncak. Dia menjadi penentu dalam hampir semua laga MU. Ten Hag mampu memoles Rashford sebagai penyerang kelas dunia, dan kini bersaing dengan striker Manchester City Erling Haaland dalam perburuan top scorer.

Konfidensi David de Gea sebagai benteng utama tim juga terpulihkan. Dan, tak kalah penting, Harry Maguire yang hampir dalam dua musim menjadi titik lemah pertahanan, kini tampil dengan kapasitas sebagai “pemimpin” di lini belakang. Maguire mulai “keluar” dari medan sasaran bullying netizens.

Atraktif
Atraktivitas permainan MU yang nyaris hilang selama bertahun-tahun, kini kembali bisa dinikmati.

Liga Primer pun menyuguhkan tontonan impresif lewat klub-klub dengan karakter masing-masing, dan kini Manchester Merah melengkapi.

Orang tak hanya menunggu laga-laga City, Arsenal, Newcastle, Tottenham Hotspur, juga Brighton yang punya “gacoan baru” si jagoan dribel Kaoru Mitoma; tetapi juga menanti aksi-aksi MU. Apalagi ketika Liverpool kini terasa kehilangan “keampuhan” gegenpressing-nya.

Nah, setelah Piala Liga, seperti apa kiprah Bruno Fernandes cs selanjutnya?

Glory, glory, Man United…

Amir Machmud NS; wartawan suarabaru.id, kolumnis sepak bola, dan Ketua PWI Provinsi Jawa Tengah