blank
Nopia Ndog Gludhug, kue tradisional khas Purwokerto Banyumas, rasa manisnya sedang, legit dan lezat, cocok dimakan saat ngopi atau ngeteh.(SB/Bambang Pur)

PURWOKERTO (SUARABARU.ID) – Nopia merupakan kue tradisional khas Purwokerto, Banyumas, Jateng. Sebutan populernya Pia Ndog Gludhug (Telur Halilintar) atau Pia Ndog Gajah (Telor Gajah). Berkunjung ke Purwokerto, tidak lengkap bila tidak beli Ndog Gludug untuk oleh-oleh.

Komoditas kue yang telah menjadi bagian dari wisata kuliner ini, terbuat dari adonan bahan tepung terigu yang di dalamnya diisi dengan gula merah dan dipanggang dengan tungku khusus yang terbuat dari tanah liat (gerabah gentong).

Sumber api untuk memanggang, menggunakan kayu bakar dari pelepah pohon kelapa. Agar tercipta produk kue yang kulitnya memiliki tekstur keras tapi renyah.

Kue ini banyak diproduksi di Kota Purbalingga dan Banyumas (18 kilometer arah tenggara Kota Purwokerto). Yang jenis Nopia besarnya sekepalan tangan atau sebesar telur Angsa. Yang disebut Mino (Nopia mini) ukurannya sebesar bola bekel atau lebih kecil sedikit dari bola pingpong.

Rombongan Trah (Keluarga Besar) Sutohaknyono Pimpinan Ketua H Marsan SPd dan Sekretaris Drs Sudarmo MPd, yang melakukan rapat pleno di Kota Purwokerto, menyempatkan membeli Kue Nopia dan Mino di Toko Oleh-oleh ”Utami” di Pekunden Utara, Banyumas.

Menurut karyawan Toko ”Utami,” Nopia rasa orisinilnya adalah rasa bawang goreng. Namun sekarang, banyak dibuat dengan berbagai macam variasi rasa dan aroma, seperti rasa coklat, nangka, durian dan lain-lainnya.

Gula Merah

Nopia terbuat dari adonan tepung terigu yang diisi dengan gula merah serta dipanggang dengan bejana khusus yang terbuat dari tanah liat. Api sumber pemanasnya menggunakan kayu bakar pelepah pohon kelapa.

blank
Anggota Trah (Keluarga Besar) Sutohaknyono membeli Nopia Ndog Gludhug, kue tradisional khas Purwokerto, Banyumas yang dijajakan di toko oleh-oleh sebagai komoditas wisata kuliner.(SB/Bambang Pur)

Desa Pekunden, Kecamatan Banyumas, populer sebagai Cikal Bakal Kampung Nopia dan menjadi sentra pengrajin Kue Nopia dan Mino. Mayoritas penduduk yang tinggal di RT 3/Rw 4, merupakan para pengrajin Nopia yang sudah menekuni pembuatan makanan tersebut sejak turun temurun dari kakek moyangnya.

Pembuatan Nopia sudah dilakukan dari zaman dulu. Untuk memasaknya, diawali dengan membuat adonan tepung terigu dicampur gula pasir untuk pembuatan kulit. Di dalamnya, diisi gula Jawa yang sebelumnya diproses bersama bahan pelengkapnya (bawang merah goreng, vanili, margarin susu, terigu).

Kemudian ditempel-tempelkan di dinding dalam gerabah gentong yang lebih dulu sudah dipanaskan di tungku. Gentong gerabah dipilih, karena mampu menyimpan derajat panas yang stabil, dan diyakini lebih baik dibanding dengan alat oven modern berbahan bakar gas atau listrik.

Proses pemanggangannya sekitar 15 menit, dan kemudian diangkat memakai alat sosok dari besi. Untuk kemudian diangin-anginkan sejenak, agar menambah kerenyahan kulitnya. Semua dikerjakan secara manual.

Untuk harga jualnya bervariasi, tergantung besar kecilnya kemasan. Ada yang kemasan berharga Rp 24 ribu isi 10 biji Nopia. Nopia dan Mino, selain di pasarkan di Purwokerto dan Banyumas serta kota-kota di Pulau Jawa, juga dikirim ke Bali, Kalimantan, Sulawesi dan Sumatra serta dipasarkan secara online.

Bambang Pur