kekerasan seksual
Anggota Komisi A DPRD Jawa Tengah dari Fraksi PDIP, Ayuning Sekar Suci pada seminar “Perlindungan Kekerasan Terhadap Perempuan dan anak” yang digelar Pengurus Anak Ranting (PAC) PDIP Magelang Tengah di Gedung Wanita Kota Magelang. Foto: W. Cahyono

MAGELANG (SUARABARU.ID)- Pandemi covid-19 tidak menurunkan angka kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak, melainkan angkanya  cukup tinggi.

Hal itu diungkapkan anggota Komisi A DPRD Jawa Tengah dari Fraksi PDIP, Ayuning Sekar  Suci pada seminar “Perlindungan Kekerasan Terhadap Perempuan dan anak” yang digelar Pengurus Anak Cabang (PAC) PDIP Magelang Tengah di Gedung Wanita Kota Magelang.

“Selama tahun 2022 lalu yakni  Januari hingga November  tercatat 3.014 kasus kekerasan berbasis gender terhadap perempuan. Termasuk 860 kasus kekerasan seksual di ranah publik/komunitas dan 899 kasus di ranah personal,” kata Ayu.

Menurutnya, angka aduan dari masyarakat tersebut sangatlah banyak sekali. Namun, data tersebut merupakan  data yang mengadu sedangkan di lingkungan banyak orang yang tidak melaporkannya.

Untuk itu, ia mengajak masyarakat Kota Magelang  untuk lebih peduli terhadap sesama, terutama perempuan dan anak yang rentang mengalami kekerasan.

Menurutnyam  seorang perempuan memiliki hak, kesempatan, dan akses yang sama. Karena kalau seorang perempuan pasti masih ada rasa malu dan lainnya.

“Kita harus meneruskan perjuangan para pejuang perempuan yang sejak zaman dahulu sudah memperjuangkan hak-hak perempuan,” ujarnya.

Ayu menambahkan, salah satu upaya untuk memperjuangkan hak-hak perempuan tersebut salah satunya melalui kegiatan seminar yang seperti digelar oleh PAC PDIP Magelang Tengah itu.

“Tujuan diadakannya kegiatan ini, untuk merealisasikan komitmen dalam pencegahan dan edukasi kepada masyarakat serta menggerakan dan mensosialisasikan mengenai kesetaraan gender,” ujarnya.

Ia menjelaskan, kaum perempuan dan anak merupakan dua kelompok yang paling banyak menjadi korban dari tindak kekerasan, terutama kekerasan di ranah domestik. Tindakan tersebut dinilai dapat berdampak buruk terhadap kondisi fisik dan psikologis korban.

“Kurangnya pengawasan terhadap jaminan perlindungan dan keadilan menimbulkan praktik-praktik kekerasan terhadap perempuan dan anak,” ujarnya.’

Narasumber lain pada kegiatan tersebut yakni, dokter Bayu SP dari Instalasi Kesehatan Jiwa Anak dan Remaja Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Dr Soerojo Magelang dan Triyantono ( Universitas Negeri Tidar Magelang). W. Cahyono