blank
Ketua Asosiasi Institut Kedokteran Indonesia Prof Dr Budi Santoso dr SPOG (K)(Kiri) didampingi ketua Penyelenggara Pertemuan Forum Dekan  AIPKI Prof Dr Reviono tengah memberikan keterangan pers di Auditorium Fakultas Kedokteran  Universitas Sebelas Maret Surakarta (UNS) Surakarta , Jumat (27/1) Foto: Humas UNS

SURAKARTA (SUARABARU.ID) – Indonesia kekurangan sekitar 48.000 dokter spesialis berbagai bidang. Di sisi lain Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) menyebutkan terdapat sekitar 54,1 ribu dokter spesialis di dalam negeri.

Jumlah bukan  satu satunya permasalahan  terkait dokter spesialis di Indonesia.

“Masalah distribusi dan mempertahankan atau peningkatan kualitas juga menjadi masalah yang harus diselesaikan,” kata Ketua  Asosiasi Institut Kedokteran Indonesia (AIPKI) Prof Dr Budi Santoso dr SPOG (K) dalam keterangan pers  di Auditorium Fakultas Kedokteran  Universitas Sebelas Maret Surakarta (UNS) Surakarta, Jumat (27/1/2023)

Prof Dr Budi Santoso dr SPOG (K) didampingi ketua penyelenggara Pertemuan Forum Dekan  AIPKI Prof Dr Reviono membeberkan, guna mengatasi kekurangan dokter spesialis, kementrian Kesehatan berencana menambah kuota dan jumlah program studi (prodi) di Fakultas Kedokteran yang menggunakan skema  berbsasis universitas.

Dikatakan, pihaknya juga melakukan program pendidikan spesialis dengan skema  berbasis rumah sakit. “Nantinya akan ada 420 rumah sakit Pendidikan tersebar  diseluruh Indonesia. Harapannya melalui langkah ini  mampu memberi layanan kesehatan memadai sekaligus  menghasilkan tenaga kesehatan berkualitas dan bermutu,” kata Prof Budi Santoso.

Jumlah bukan satu-satunya persoalan menyangkut dokter spesialis di Indonesia. Saat ini terjadi penumpukan  dokter umum dan spesialis di kota besar. “Program Pendayagunaan Dokter Spesialis(PPDS) yang pernah memberikan angin segar terkait distribusi ini harus berhenti tanpa ada kabar kepastian,” tambahnya.