blank

Oleh : Hadi Priyanto

Selama hidupnya Raden Mas Panji  Sosrokartono tidak pernah mempunyai murid  dan tidak pernah memberikan wejangan khusus tentang ilmu kepada siapa pun. Namun kata-kata, ucapan, perbuatan,  laku dan tata kehidupan pribadinya sehari-hari menunjukkan pitutur luhur dan bahkan ajaran.

Memang selama berada di wisma Dar Oes Salam selama hampir 22 tahun, Raden Mas Panji Srokartono sering kali memberi nasehat dan wejangan, baik kepada orang-orang yang datang meminta pertolongan maupun kepada warga Monosoeka saat wungon. Namun tidak ada pititur luhur  dan wejangan yang diberikan secara tertulis dan sistemastis.

Baru ketika ia berada di  Sumatera memenuhi undangan Sultan Langkat  pada bulan Mei, Juni dan Oktober – November 1931, Raden Mas Panji  Sosrokartono menuliskan pitutur luhur yang ditujukan kepada warga Monosoeka. Pitutur itu dapat dimaknai sebagai ajaran.

Dalam suratnya tanggal 12 Nocvember 1931 yang ditulis dari Sumatera,  Raden Mas Panji Sosrokartono menuliskan banyak wejangan, baik berupa sikap hidup,  nilai dan tindakan luhur agar warga Monosoeko dan masyarakat luas mengetahuinya. Dalam surat ini ia melampirkan tiga lembar tulisan. Lampiran pertama berisi tulisan Lampah lan Maksoedipoen,  lampiran kedua berisi tulisan Omong Kosong yang berisi ajaran tentang Ilmu Kantong Bolong dan lampiran ketiga berisi doa.

Ajaran yang ditulis dalam lampiran surat Lampah  lan Makseodipoen ini, disamping menghasilkan pedoman perjuangan lahir, juga saripatinya dirumuskan untuk pedoman perjuangan batin. Karena itu keluarga Monosoeko merumuskan pedoman perjuangan batin yang diambil dari sari pati wejangan Sosrokartono yaitu : Trimah mawi pasrah, soewoeng pamrih tebih ajrih, langgeng tan ana soesah, anteng manteng, soegeng djeneng.

Trimah mawi pasrah : menerima segala sesuatu dengan tulus dan ikhlas sebagai anugerah dari Sang Kuasa adalah salah satu sikap hidup yang melandasi lampah-laku Raden Mas Pandji Sosrokartono yang keluar dari hati yang tulus dan ikhlas. Ia meyakini bahwa apa pun yang terjadi, baik atau buruk, menyenangkan atau menyusahkan yang terjadi adalah kehendak Sang Illahi. Karena itu ia tidak pernah melihat persoalan yang dihadapi hanya dari sudut pandang pengetahuan yang pernah ia dapat,  tetapi ia senantiasa mengembalikan kepada hak dan kuasa Allah. Dengan sikap trimah mawi pasrah, ia tidak pernah takut, was-was atau gentar menghadapi berbagai macam bahaya dan ancaman yang ada.

Konsep trimah mawi pasrah ini diperjelas dengan ajaran Raden Mas Pandji Sosrokartono : Ikhlas marang apa sing wis kelakon,  Trima apa kang dilakoni. Pasrah marang apa kang bakal ana”. Artinya ikhlas terhadap apa yang telah terjadi. Menerima apa yang dialami. Pasrah terhadap apa yang akan terjadi.

Jadi disamping bergandengan dengan kesabaran dan kepasrahan, juga bergandengan dengan keikhlasan, tidak mencari pamrih, tidak ingin pujian dan tidak untuk menyombongkan diri. Dalam pemahaman seperti itu, orang diajarkan untuk menerima dengan pasrah apa yang telah terjadi. Dengan sikap itu seseorang akan menerima apapun dengan sikap keridhaan.

“Ikhlas marang apa sing wes kelakon”, mengajarkan manusia agar tidak mengungkit-ungkit apa yang telah terjadi dan tidak juga mencari kambing hitam. Trimah apa kang dilakoni mengajarkan kepada manusia agar tidak memberontak terhadap yang dijalani. Pasrah marang apa kang bakal ana, adalah sikap penyerahan pribadi manusia kepada campur tangan Tuhan dalam kehidupannya. Tuhanlah yang menentukan segala sesuatunya.

Soewoeng pamrih tebih adjrih, selalu mendasari perjalanan spiritual Raden Mas Pandji Sosrokartono di sepanjang hidupnya. Ia sama sekali tidak memiliki keinginan pribadi baik kekayaan lahir maupun kekayaan batin untuk diri sendiri. Ia tidak pernah berfikir tentang kehormatan diri pribadi, pujian, kepentingan atau bahkan keuntungan pribadinya. Semua yang ada di dalam dirinya dipersembahkan kepada kawoelaning Goesti lan  kaloehoeran bangsa Djawi. Semua itu adalah ibadahnya kepada Yang Maha Kuasa. Dengan sikap hidup seperti itu maka ia tidak pernah mengharapkan balasan atau imbalan apapun saat mengulurkan tangan membantu yang memerlukan.

Ajaran soewoeng pamrih tebih ajrih, seperti halnya keyakinan yang pernah ditulis oleh Raden Mas Pandji Sosrokartono, “suwung pamrih, tebih ajrih, namung madosi barang ingkang sae, sedoyo kulo sumanggaaken datheng Gusti”. Artinya tiada pamrih, tiada takut, hanya mencari sesuatu yang baik. Semua saya serahkan kepada Tuhan.

Ajaran tersebut dapat ditafsirkan, bahwa niat baik seseorang harus didasarkan kepada sikap ikhlas, sesuatu yang ada setelah sikap Trimah mawi Pasrah, yakni sikap yang menyerahkan segala sesuatunya kepada Tuhan. Dengan sikap seperti yang dicari bukanlah sesuatu yang jelek dan melakukan hal hal yang jahat dan menyakitkan sesama, melainkan yang dicari adalah kebaikan dan sifat yang mulia. Tujuan dari sikap seperti itu tiada lain adalah ridha Illahi.

Pernyataan yang diungkapkan oleh Raden Mas Pandu Sosrokartono diatas diperkuat dengan pernyataannya yang berbunyi yen kulo ajrih, kenging dipun wastani ngandut pamrih, utawi ancas ingkang mboten sae. Artinya jika saya takut, boleh dikatakan kalau saya menyimpan pamrih atau niat yang tidak baik. Ajaran ini memberikan pengertian, bahwa rasa takut itu muncul karena ada pamrih yang melatarbelakangi perbuatan manusia atau setidaknya berasal dari niat yang tidak baik. Sebab ketakutan adalah rasa yang ada dalam hati, yang datang karena takut kalau harapannya sia sia, dan keinginannya tidak tercapai. Untuk mengilangkan rasa takut, orang harus mengosongkan hatinya dari rasa pamrih.

Langggeng tan ana soesah tan ana boengah, dalam menjalani laku lampah dan labuh labet selama hidupnya, Raden Mas Pandji Sosrokartono selalu tenang karena ia merasa panggilan budinya hanya untuk keluhuran sesama dan keluhuran Sang Pencipta. Tidak ada perubahan sikap dan arah hidup dalam suasana apa pun Dalam suasana susah dan menderita serta di tengah-tengah ancaman bahaya ia tetap tenang. Sebab ia yakın bahwa ia memiliki payung dan perisai yang maha hebat, yaitu kekuasaan dan keadilan Tuhan. Sedangkan dalam kebahagiaan dan kegembiraan ia tidak pernah lupa, bahwa segala sesuatunya berasal dari Allah dan hanya untuk kemuliaan Sang Illahi dan kebahagiaan sesama.

Dalam konsep ajaran langggeng tan ana soesah tan ana boengah, mengajarkan kepada manusia bahwa segala yang terjadi di dunia ini merupakan kehendak Illahi, karena semua sudah ditetapkan dan harus terjadi. Ajaran ini juga bisa diartikan bahwa keabadian tidak diselimuti perasaan susah seperti halnya penderitaan dan kasedihan.  Juga tidak ada rasa senang yang mengacu kepada kesenangan duniawi. Dalam pemikiran ini susah dan senang tidak ada bedanya, tidak dapat mempengaruhi keyakinan hati dan kemantapan jiwa dalam mengabdikan diri kepada Tuhan dan menolong sesama dengan tulus dan ikhlas.

Anteng manteng soegeng jeneng, adalah sikap hidup tetap berada dalam tujuan hidup yang benar dan tidak pernah berubah sejengkal pun. Keyakinan akan tujuan hidup yang benar dan dilaksanakan dengan sungguh-sungguh dalam sepi ing pamrih diyakini oleh Raden Mas Panji Sosrokartono akan mendatangkan berkah Illahi dan juga kuasa Illahi. Dengan kuasa Illahi ini ia  melaksanakan ancasing agesang yang tidak meninggalkan waton pribadinya, ngawoelo dateng kawoelaning Goesti, memayoe ajoening oerip.

Karena itu ajaran ini mengajarkan kepada manusia untuk lebih mengarahkan pada suasana batin yang selalu tenang konsentrasi, menjauhkan dan membersihkan din dan kotoran kotoran nafsu serta kuat dari segala macam bentuk godaan dan cobaan. Dengan ketenangan, kearifan, khusyuk, ibadah, manusia dapat diselamatkan dari godaan nafsu dan menuju kepada kebahagiaan. Setelah orang mampu menguasai dan mengendalikan pikiran, nafsu maupun rasa perasaannya, maka seseorang akan memasuki dan berada didalam keheningan hati. Dengan demikian seseorang mendapatkan petunjuk untuk menentukan tujuan hidupnya.

Jika seseorang menangis karena penderitaannya, maka setelah itu diajarkan untuk tidak menangis lagi. Orang harus kembali bangkit dan mendapatkan dirinya kembali, untuk mulai menunaikan tugasnya kembali dalam kehidupan dengan penuh semangat Sebab ia memiliki keyakinan bahwa Tuhan akan menyertai hidupnya.

Penulis adalah Penulis Buku Sosrokartono de Javasche Prins, Drs RMP Sosrokartono Biografi dan Ajaran-ajarannya, dan  Drs Raden  Mas Panji Sosrokartono Putra Indonesia yang Besar