SEMARANG (SUARABARU.ID)- Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo, mendukung upaya pengembangan varietas tanaman lokal. Varietas Rojolele Srinuk, satu di antaranya. Beras premium asal Kecamatan Delanggu, Kabupaten Klaten itu, kini menjadi primadona petani karena kualitas unggul dan harga jual yang tinggi.
Ketua Sanggar Rojolele Delanggu, Eksan Hartanto, mengatakan, sekarang budidaya Rojolele Srinuk sedang moncer. Bagaimana tidak, satu kilogram beras varietas ini mampu mencapai harga Rp 13.500-Rp 14.500.
Dia menyebut, Rojolele awalnya adalah varietas umum yang ditanam petani di wilayah Delanggu. Namun karena masa tunggu panen yang mencapai 155 hari, petani memilih beralih ke varietas lain, yang lebih singkat masa panennya. Meskipun diakui dia, varietas Rojolele memiliki keunggulan rasa dan tekstur yang pulen.
BACA JUGA: Terbaik Sepanjang Sejarah, PLN Raih 15 Penghargaan Proper Emas dan CEO Green Leadership Utama
Kemudian pada 2013-2019, Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan), memuliakan varietas ini. Dampaknya, varietas Rojolele lebih singkat masa panen dan tahan akan penyakit.
Varietas yang telah dimuliakan Batan ini, lalu didaftarkan pada Kementerian Pertanian RI, dengan nama Rojolele Srinuk. Lalu petani berbondong-bondong menanam kembali padi jenis ini.
”Saat tanam dan panen, Pak Ganjar berkunjung ke sini. Itu menjadi mood booster bagi kami dan para petani penggarap. Dan lagi pada saat panen, Pak Ganjar membeli 100 kilogram beras Rojolele Srinuk pada 2020 lalu,” ujar dia, saat dihubungi Kamis (29/12/2022).
BACA JUGA: Kapolda Menyebut, Ada Kasus-kasus Menonjol yang Terjadi di Jateng Selama 2022
Disampaikan juga, setelah dimasak, Ganjar memberikan testimoni. Karena pengikutnya di media sosial banyak, hasil penjualan beras Rojolele Srinuk lumayan meningkat tajam.
Seperti diketahui, di Desa Delanggu terdapat 28 hektar area sawah dengan 40 petani penggarap. Sedangkan hasil panen varietas ini, mencapai delapan ton beras per bulan. Saat ini di seluruh Kabupaten Klaten, beras Rojolele Srinuk telah ditanam di 24 kecamatan, dan menyebar di 123 titik.
Diakuinya, beras Rojolele Srinuk telah beredar di beberapa daerah. Selain Pulau Jawa, produk petani Delanggu ini juga telah dinikmati hingga Bangka Belitung dan Jakarta.
BACA JUGA: Jateng Jadi Provinsi Terbaik dalam Pengawasan Pangan Segar
Eksan menyebut, pemasaran produk ini eksklusif. Sebab, dengan harga per kilogram yang mencapai Rp 14.500, segmen pembelinya dari kalangan terbatas. Selain itu, petani pun lebih diuntungkan dengan harga beli yang tinggi.
”Kalau harga, konsumen tidak masalah dengan beras dari Desa Delanggu. Hanya saja, beras varietas ini kan sempat tidak ditanam, karena alasan lama panen. Tetapi kan ada beras yang kemasannya saja ditulis Rojolele. Nah kami mencoba meyakinkan konsumen, bahwa Rojolele Srinuk ini merupakan Rojolele yang memang asli,” tuturnya.
Disebutkan juga, pengembangan beras Rojolele Srinuk juga didukung Pemkab Klaten. Mulai dari fasilitasi peningkatan SDM, pemberantasan hama, hingga upaya penyerapan hasil tani dengan memberdayakan perumda, untuk kemudian dibeli para ASN di Pemkab Klaten.
BACA JUGA: Bantu Jaga Daya Tahan Tubuh Saat Cuaca Ekstrem, Lima Jenis Vitamin yang Wajib Dikonsumsi
Berbicara soal Rojolele, tidak bisa dipisahkan dari historis Klaten, sebagai salah satu lumbung padi di kawasan Kasunanan Surakarta. Dikutip dari laman Dirjen Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan HAM RI, beras varietas ini sudah ditanam sejak kekuasaan Sinuhun VII.
Mulanya, raja tertarik dengan tanaman padi jenis Wulu, yang tumbuh subur di kawasan Delanggu. Sinuhun VII lantas mengajak thole-thole (sebutan untuk anak laki-laki-red), untuk ikut menanam.
Atas peristiwa itu, Sinuhun VII menamakan padi jenis Wulu, dengan Rojolele, atau Raja bersama thole-thole menanam padi. Ini menyiratkan makna, raja dan rakyat kala itu kompak, untuk menjaga pasokan pangan.
BACA JUGA: Bawaslu Jepara Beberkan Kinerja 2022, Laksanakan Pencegahan 457 kali
Nah, sejak itulah Rojolele menjadi varietas yang melegenda, dengan hasil nasi yang pulen dan wangi. Namun seiring waktu, padi jenis ini mulai ditinggalkan, karena umur tanam yang mencapai 150 hari, dan gampang rebah karena batangnya yang tinggi menjulang.
Lalu, sejak 2013 hingga 2019, Batan melakukan pemuliaan terhadap padi jenis Rojolele. Dengan upaya ini, umur panen padi varietas ini lebih pendek, atau hanya sekitar 110-120 hari, dan lebih tahan terhadap penyakit, seperti Wereng Batang Cokelat (WBC), serta tidak gampang rubuh terkena angin.
Sejak saat itulah, petani berduyun-duyun kembali menanam kembali Rojolele, yang kini diberi tambahan nama Srinuk. Srinuk berasal dari kata dewi kesuburan Dewi Sri dan Inuk, yang berarti enak.
Tidak sekadar cerita, Rojolele Srinuk telah mendapatkan SK pelepasan dari Kementerian Pertanian Republik Indonesia, dengan nomor 481/HK.540/C/10/2019. Selain itu, telah mendapat Hak Pelindungan Varietas Tanaman (PVT) dari Pusat Perlindungan Varietas Tanaman dan Perizinan Pertanian (PPVTPT) Kementerian Pertanian RI nomor 00551/PPVT/S/2022.
Riyan