Oleh: Rofi’i, S.Pd., M.Pd.
Standar Nasional Pendidikan (SNP) merupakan penjabaran dari UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang dituangkan dalam PP Nomor 19 Tahun 2005.
Standar Nasional Pendidikan meliputi delapan standar, yaitu standar kompetensi lulusan, standar isi, standar proses, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar pembiayaan, standar pengelolaan, dan standar penilaian. Secara umum kondisi sekolah dikatakan ideal apabila suatu sekolah memenuhi tuntutan yang terdapat dalam delapan SNP.
Fenomena bahwa pendidikan yang bermutu adalah pendidikan yang menghasilkan manusia yang tangguh akan menghasilkan persaingan yang sehat sesuai 8 SNP. Apalagi masyarakat pengguna lulusan sangat membutuhkan lulusan tangguh sebagai pemenuhan kebutuhan masyarakat tersebut.
Standar sarana dan prasarana adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan kriteria minimal tentang ruang belajar, tempat berolahraga, tempat beribadah, perpustakaan, laboratorium, bengkel kerja, tempat bermain, tempat berkreasi dan berekreasi, serta sumber belajar lain, yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran, termasuk penggunaan teknologi informasi dan komunikasi. Oleh karena itu, perlu dilakukan pengembangan sekolah pada pemenuhan standar sarana dan prasarana.
Untuk mewujudkan pemenuhan standar sarana dan prasarana sekolah yang representatif diperlukan dukungan dan kerja sama dari berbagai pihak, misalnya komite sekolah, paguyuban orang tua peserta didik, pengusaha, tokoh masyarakat, atau pihak lain yang peduli pendidikan.
Jalinan kerja sama dengan pihak-pihak tersebut bersifat multilateral. Kerja sama multilateral dalam pengembangan sarana dan prasarana sekolah merupakan kerja sama dengan pihak ketiga yang dilibatkan pada pengembangan sarana dan prasarana sekolah. Karena itu kerjasama multilateral ini harus dituangkan dalam naskah kerja sama pihak-pihak yang terlibat. Kerja sama multilateral ini perlu dioptimalkan karena sekolah berada dalam keterbatasan anggaran. Terkait dengan kerjasama ini terdapat beberapa tahap kerja sama multilateral.
Tahap persiapan yang meliputi rapat internal sekolah untuk mengajukan kebutuhan kepada komite sekolah dan paguyuban orangtua; rapat dengan pengurus komite sekolah; dan rapat pleno komite sekolah.
Tahap pelaksanaan yang meliputi mencari pihak ketiga sebagai pelaksana pekerjaan (pihak multilateral); mempelajari rencana pekerjaan pemenuhan sarana dan prasarana; mencari pihak ketiga selaku penyandang dana (pihak multilateral); membuat naskah kerja sama; dan melaksanakan pekerjaan.
Tahap Monitoring dan Evaluasi. Monitoring pelaksanaan pemenuhan sarana dan prasarana dilakukan oleh komite sekolah dan kepala sekolah. Pihak komite sekolah melaksanakan monitoring secara insidental untuk memastikan perkembangan pelaksanaan pekerjaan. Kepala sekolah melakukan monitoring secara berkala untuk memastikan perkembangan dan kualitas pekerjaan. Evaluasi dilaksanakan untuk mengukur sejauh mana pelaksanaan pekerjaan. Hasil evaluasi dilaporkan kepada komite sekolah.
Tahap Refleksi. Pada tahap ini yang dilakukan sekolah dan komite sekolah mencermati perkembangan setiap kegiatan yang berjalan; menunjukkan/mengamati kekurangan dan kelebihan yang ada pada saat pelaksanaan pekerjaan dari kepala sekolah atau komite sekolah; dan membuat solusi tindakan untuk rekomendasi.
Tahap Tindak Lanjut. Pada tahap ini sekolah dan komite sekolah melakukan tindakan bersama pihak yang terlibat dalam kerja sama multilateral sesuai dengan rekomendasi yang ada.
Tahap Pelaporan. Setelah selesai pemenuhan standar sarana dan prasarana dibuat laporan. Laporan disampaikan kepada Komite Sekolah dan Kepala Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga Kabupaten.
Penulis adalah Kepala SMP Negeri 1 Mayong, Jepara