SUARABARU.ID – Di era sekarang, profesi petani terkadang dipandang sebelah mata oleh generasi muda. Terbukti, dari tahun ke tahun jumlah generasi muda yang ingin menjadi petani semakin berkurang.
Kebanyakan dari generasi muda lebih menginginkan profesi di dunia perkantoran. Mereka beranggapan sektor nonpertanian memberi hasil yang lebih menjanjikan ketimbang berkutat menjadi petani.
Fenomena tersebut timpang dengan kenyataan bahwa Indonesia adalah wilayah agraris, yang mana seharusnya peluang petani muda bisa digali lebih dalam.
Fakta lainnya, meski memiliki lahan pertanian yang cukup belimpah, namun dalam pengolahannya pertanian di Indonesia masih jauh tertinggal dari negara-negara maju di belahan Eropa dan Amerika yang notabene memiliki lahan pertanian yang relatif kecil.
Berkaca dari situ, pemerintah harus mulai berbenah. Perlu strategi jitu untuk meningkatkan daya tarik anak bangsa untuk menjadi petani muda. Namun, bagaimana caranya?
Cara pertama bisa dilakukan dengan mengemas dunia pertanian dengan lebih menarik, terutama soal dunia teknologi pertanian.
Petani, misalnya, butuh generasi muda yang kompeten dalam bidang sains dan teknologi, yang bisa membantu memajukan bidang pertanian di Indonesia.
Seperti diketahui, pengaplikasian teknologi pertanian yang belum maksimal membuat para pemuda beranggapan bahwa bertani merupakan hal yang sulit. Padahal, andai saja teknologi tersebut dimanfaatkan maka tidak menutup kemungkinan generasi muda akan tertarik menekuni sektor pertanian.
Yang kedua, perlu ada perombakan soal pendidikan di bidang pertanian. Konsep soal petani dan pertanian harus diubah. Jika selama ini menjadi petani dianggap tidak memiliki masa depan cerah dan kurang bergengsi, maka pandangan tersebut harus dihapuskan.
Cara lainnya, pemerintah harus mulai turun tangan menyiapkan program-program wirausaha muda untuk para petani muda. Sistem penjualan harus mulai diubah. Dari yang semula harus melewati berbagai pihak untuk menjual produknya sampai ke pasaran, kini bisa diganti menjadi penjualan langsung ke tangan pembeli.
Leni Aprilia, mahasiswa Teknologi Hasil Pertanian Universitas Semarang