SURAKARTA (SUARABARU.ID)– Panggung ketoprak “Sumpah Amukti Palapa” di Auditorium RRI Surakarta, pecah ketika Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo tiba-tiba masuk dan ikut bermain di adegan dagelan. Suara tepuk tangan dan koor tawa penonton menggemuruh berulang kali oleh banyolan sarat pesan.
Kisahnya bermula saat Kerajaan Majapahit mendapat serangkain pemberontakan, terutama dari Ra Kuti. Hingga membuat Ratu Tri bhuwana Tungga Dewi geram, karena situasi sulit dikendalikan.
Pada suatu waktu, Gajah Mada mampu meredam konflik tersebut. Dan, karena ketangguhannya itu, ia diangkat menjadi seorang Maha Patih. Di hadapan Ratu dan para punggawa kerajaan, ia menyeru Sumpah Palapa.
Adegan beralih, penonton yang hanyut oleh alur cerita dari awal, mendadak pecah oleh tawa penonton dan riuh tepuk tangan saat secara surprise, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo memasuki panggung.
Selama kurang lebih 35 menit, Ganjar berduet dengan dua seniman kawakan, Susilo Nugroho atau akrab disapa Den Baguse Ngarso dan Dayat. Apalagi saat disinggung soal kening berkerut dan rambut putih, yang viral dari pidatonya Presiden Joko Widodo soal kriteria pemimpin yang memikirkan rakyat, beberapa waktu.
“Iya, ikut main ketoprak tapi tidak latihan. Tapi banyak teman-teman Kagama Solo dan tentu beberapa pemain profesional. Kawan-kawan dari alumni yang lain juga ikut main,” ujar Ganjar, Sabtu (10/12/2022).
Memurutnya, gelaran ketoprak yang dihelat Kagama Surakarta itu menarik. Sebab, sebagai bukti bahwa seni budaya masih terus berjalan. Kedua, lakon “Sumpah Amukti Palapa” yang dibawakan menyampaikan pesan semangat Patih Gajah Mada dalam menyatukan Nusantara.
“Jadi ada pesan yang diberikan kepada para penonton bagaimana negeri ini pernah dibangun. Sejarahnya ada dan bagaimana mempertahankan itu,” paparnya.
Di sisi lain, pentas ketoprak kali ini memberikan kesan berharga bagi Ganjar.
“Karena memang Den Baguse Ngarso artis ternama saya senang bersama mereka. hanya mencoba chit-chat untuk bicara bagaimana nasib bangsa ke depan, apa yang mesti dilakukan. Jangan sampai kehilangan akar budaya kita, ada suatu penghormatan antar sesama termausk anak ke orangtua. Dan juga teknologi jangan sampai mencerabut jatidiri. Pesannya sangat bagus,” tandasnya.
Muhaimin