Terkait hal ini, salah satu politikus kawakan, Joko Supratno, yang juga mantan anggota DPRD Kabupaten Blora tahun 1999-2009 dari fraksi PDIP dan 2017-2019 dari fraksi Partai Nasdem (PAW) angkat bicara, menurutnya, prinsip membangun ekonomi masyarakat adil dan sejahtera adalah Koperasi.

“Namun kenyataannya dilapangan banyak oknum rentenir berkedok koperasi,” terang Joko, panggilan akrabnya Joko Supratno, Jumat (2/12/2022).

“Sedikit banyak soal ini, kalau saya menyebutnya nggak rentenir, tetapi dia menolong dengan tidak memakai standarisasinya, kesannya halus. Karena apa? Ketika dia memberikan pinjaman, semisal Rp 500 ribu terimanya Rp 450 ribu, bayarnya jadi Rp 600 ribu. Itu jangka seminggu, ini jelas memberatkan, kalau orang ekonom bisa menghitung itu, bunganya berapa persen (%),” imbuh Joko berucap.

Lebih lanjut, Joko Supratno  mengungkapkan bahwa prinsip-prinsip bekerjanya dari bank-bank plecit maupun oknum rentenir itu luar biasa, modus- modusnya hingga membuat kelompok.

“Sampai ada kejadian, semisal ia membentuk sebuah kelompok, kalau dia terlalu mengurusi setiap yang mengajukan kredit, tukang itunya berat, maka dia dengan modus membentuk kelompok, 10 orang 1 kelompok, ditunjuklah ketua kelompok. Tapi ketua kelompok ini selain menerima fee, dia bertanggung jawab terhadap aktivitasnya, dan kalau ada anggota kelompok itu tidak membayar, mereka perang sendiri- sendiri,” ungkap Joko.

Jurus Mengatasi Bank Plecit

Dia juga menjelaskan dan memberikan contoh, bahwasannya ada beberapa hal inovatif untuk menanggulangi banyaknya oknum bank plecit maupun rentenir yang saat ini sedang marak, yakni dengan mereaktifkan Badan Usaha Milik Desa  (Bumdes) yang ada di Blora.

“Kita ambil contoh inovasi yang sudah dilakukan Bank Blora Artha, atau salah satu bank milik Pemda Blora yang memberikan pinjaman tanpa agunan di Pasar Sido Makmur. Nah, apakah itu bisa dikembangkan ke desa- desa ??? (bisa), Bank Blora Artha kan punya Blora bukan punya siapa- siapa,” terang Joko.

Lebih jauh, Joko menjelaskan bahwa dengan payung hukum yang kuat oleh satu regulasi yang dibuat oleh Bupati, dan dengan keberadaan BUMD yang ada di Kabupaten Blora nantinya jika ikut berkontribusi, akan mampu meringankan masyarakat yang membutuhkan.

“Apa salahnya kalau BUMD itu memberikan kontribusi kepada masyarakatnya sendiri, bunga kalau bisa ya ringan, atau memang cukup dengan Perbub atau memang perlu perda karena berkaitan dengan keberadaan BUMD. Cuma sekali lagi saya sampaikan hukum perbankan dan administrasi perbankan, regulasi berupa perbankan memperbolehkan atau tidak,” jelas Joko.

Kemudian, lanjut Joko lagi, jika di desa banyak berdiri BUMDes, kenapa itu tidak dimanfaatkan. Padahal dengan adanya BUMDes, tentunya akan membantu masyarakat yang ada di desa. Kata dia, ketika itu bisa di awali beberapa desa dan semua desa ada yang bertanggung jawab, itu bisa dimanfaatkan.

“Sekarang di desa banyak berdiri BUMDes, kenapa itu nggak dimanfaatkan. Itu akan memberangus (memberantas) hadirnya rentenir dikampung- kampung atau desa. Di situ masyarakat boleh pinjam BUMDes kok, kalau itu sudah punya jenis usaha KSP, kalau BUMDes-nya belum mempunyai jenis usaha itu ya gak boleh, dia harus secara hukum ada dulu, karena BUMDes dituntut untuk ada bahunya,” ujar Joko.

Dalam kesempatan ini, Joko berharap supaya ada langkah konkrit dari desa- desa se-Kabupaten Blora untuk mengambil sikap menghentikan oknum ‘Bank Plecit’ dan oknum rentenir yang menjalankan praktik layaknya seperti Bank.

“Saya menyampaikan kepada BUMDes paling tidak bisa menangkap daripada, mohon maaf produksi. Di sisi lain mungkin juga persoalan nyata dan real di semua desa pasti ada, yang namanya bank tithil (nama lain Bank Plecit) berseliweran,” tandas Joko  memungkasi.

Kudnadi Saputro