blank

Oleh : Amaliyatul Hidayah Rofiq

Wirausaha merupakan kegiatan yang tak akan lekang oleh waktu dan peradaban, baik sejak zaman sebelum Rasulullah SAW diangkat sebagai Nabi hingga  era society 5.0 yang mana semua kegiatan sudah berorientasi pada kemajuan teknologi. Keberadaan globalisasi dan perubahan menuju kehidupan yang lebih baik melalui teknologi tidak membuat berwirausaha menjadi tabu  untuk dilakukan, namun justru semakin banyak orang yang mulai berwirausaha. Bukan karena tidak adanya pekerjaan, tetapi karena mereka memiliki keinginan dan kemampuan untuk lebih bermanfaat bagi dirinya sendiri dan lingkungan sekitar. Karena itu etika bisnis dalam Islam harus benar-benar dipahami dan dihayati dalam mengelola usaha agar tetep mendapatkan rida Allah SWT.

Apa itu wirausaha? Sebelum kita masuk ke pembahasan selanjutnya, sebenarnya apa yang dimaksud sebagai wirausaha. Burgess (1993) mendefinisi wirausaha yaitu sebagai seseorang yang melakukan pengelolaan, mengorganisasikan, dan berani menanggung segala risiko dalam menciptakan peluang usaha dan usaha yang baru. Berasal dari kata wirausaha dapat melahirkan output yakni pengusaha atau enterpreneur yang mana pada masa sekarang telah banyak muncul enterpreneur muda yang sukses sebagai  start up dan usaha mereka.

Begitu pula dengan agama Islam yang menganjurkan kepada setiap muslim untuk menjadi pengusaha atau berwirausaha . Jika diambil garis lurus, role model dalam dunia wirausaha ialah Nabi Muhammad SAW. Sejak sebelum mendapatkan wahyu, beliau sudah berkecimpung dalam dunia bisnis  dan menjadi pengusaha ulung yang dipercaya oleh masyarakat Arab sebagai pemimpin dari komunitas pedagang di Arab.

Salah satu bagian dari berwirausaha, sebagai pengusaha tentunya melakukan kegiatan perdagangan. Bukan hanya masyarakat kita saja yang tertarik kegiatan tersebut, tetapi  Allah SWT pun menganjurkan kepada setiap umat muslim untuk dapat berdikari sebagai seorang pedagang. Bahkan seorang pengusaha mendapatkan tempat yang lebih khusus dibandingkan pekerjaan lainnya.

يسأله ما كل عن ويجيبه وسلم عليه الله صلى يأتي أن إبليس تعالى اللهأمر

Artinya, “Suatu hari Allah memerintahkan Iblis untuk mendatangi Nabi Muhammad SAW dan menjawab semua pertanyaan yang diajukan olehnya,”

Dari Syekh Ihsan M Dahlan Jampes, Sirajut Thalibin ala Minhajil Abidin, [Indonesia, Daru Ihyail Kutubil Arabiyyah: tanpa catatan tahun], juz I, halaman 280) diceritakan bahwa Rasulullah bertanya pada iblis,  “Untuk apa kau datang?” kata Nabi Muhammad SAW. “Allah memerintahkanku untuk mendatangi dan menjawab semua pertanyaan yang kaujaukan kepadaku,” jawab Iblis. “Ok, wahai makhluk yang dikutuk oleh Allah, berapa musuhmu dari kalangan umatku ?” tanya Nabi Muhammad SAW. “Lima belas,” kata Iblis segera menyebutkan rincian lima belas itu.

Pertama, Kamu (Nabi Muhammad SAW). Kedua, pemimpin yang adil. Ketiga, orang kaya yang rendah hati. Keempat, pengusaha yang jujur. Kelima, orang alim yang berusaha khusyuk. Keenam, orang beriman yang ikhlas. Ketujuh, orang beriman yang berhati penyayang. Kedelapan, orang tobat yang istiqamah. Kesembilan, orang yang berhati-hati (wara‘) dari barang haram. Kesepuluh, orang beriman yang menjaga wudhu. Kesebelas, orang beriman yang banyak sedekah. Kedua belas, orang beriman yang baik budi dalam interaksi dengan orang lain. Ketiga belas, orang beriman yang berguna bagi orang lain. Keempat belas, penghafal Al-Qur’an yang selalu melafalkannya. Kelima belas, mereka yang tahajud di saat orang lain ternyenyak.

Hal ini dikarenakan pengusaha atau pedagang  merupakan salah satu pekerjaan yang sangat mulia dan utama selagi dijalankan dengan jujur dan sesuai dengan aturan serta tidak melanggar batas-batas syari’at yang telah ditetapkan oleh Allah dan rasul-Nya di dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah Ash-Shahihah. Diantara dalil yang menerangkan tentang berdagang adalah:

Dari Abu Sa’id Al-Khudri radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda:

التاجر الصدوق الأمين مع النبيين والصديقين والشهداء

“Pedagang yang senantiasa jujur lagi amanah akan bersama para nabi, orang-orang yang selalu jujur dan orang-orang yang mati syahid.” (HR. Tirmidzi, Kitab Al-Buyu’ Bab Ma Ja-a Fit Tijaroti no. 1130)

Bukan hanya sekedar pekerjaan melainkan dengan berdagang kita dapat menjadi salah satu bagian dari golongan orang – orang yang dibenci iblis yang artinya kita tergolong orang yang insyaallah mendapat rahmat Allah SWT terutama jika dikerjakan dengan sesuai syariat Islam.

Islam selalu mengajarkan cara berbisnis yang benar dalam etika bisnis Islam, perilaku dan akhlak Nabi yang selalu dicontohkan dalam praktik bisnis selalu menjadi dasar utama bagaimana menjadi seorang pengusaha yang sukses, tangguh, bertanggung jawab dan berani menghadapi berbagai resiko. Hal ini mengungkapkan bahwa Nabi Muhammad adalah seorang pengusaha sukses yang tidak lepas dari praktik magang sejak usia 12 tahun. Sifat dan sikapnya selalu menjadi panutan bagi umat Islam, khususnya dalam berdagang. Jika strategi bisnis yang dilakukan oleh nabi dan sifat-sifat yang melekat pada nabi menjadi dasar untuk berwirausaha, maka tidak ada pengusaha yang bertindak zalim terhadap pelanggannya dan besar harapan semua pengusaha muslim akan berhasil di dunia dan akhirat.

Menjadi pengusaha juga memiliki berbagai manfaat yang sejalan dengan kehidupan dunia dan akhirat, sehingga memiliki keterkaitan atau hubungan dengan Tuhan dan dengan manusia lainnya. Manfaat dari menjadi pengusaha yaitu, mendapatkan banyak pengalaman akan didapatkan baik di segi manajemen, mengenal karakteristik tempat, barang dan lainnya, dapat bernilai ibadah. Karena dalam Islam mencari ilmu dan pengalaman sangat dianjurkan. Kemudian manfaat keberlangsungan, yaitu target yang telah dicapai dengan pertumbuhan setiap tahunnya harus dijaga keberlangsungannya agar perusahaan dapat exis dalam kurun waktu yang lama.

Berikutnya adalah  keberkahan artinya  semua tujuan yang telah tercapai tidak akan berarti apa-apa jika tidak ada keberkahan di dalamnya. Maka bisnis Islam menempatkan berkah sebagai tujuan inti, karena ia merupakan bentuk dari diterimanya segala aktivitas manusia. Keberkahan ini menjadi bukti bahwa bisnis yang dilakukan oleh pengusaha muslim telah mendapat rahmat  dari Allah Subhanahu wa Ta’ala dan bernilai ibadah.

Ada juga manfaat pertumbuhan, yang dimaksud disini jika profit materi dan profit non materi telah diraih, perusahaan harus berupaya menjaga pertumbuhan agar selalu meningkat. Upaya peningkatan ini juga harus selalu dalam koridor syariah, bukan menghalalkan segala cara. Manfaat selanjutnya yaitu belajar membuat target hasil: profit-materi dan benefit-nonmateri. Artinya bahwa bisnis tidak hanya untuk mencari profit (qimah madiyah atau nilai materi) setinggi-tingginya, tetapi juga harus dapat memperoleh dan memberikan benefit (keuntungan atau manfaat) nonmateri kepada internal organisasi perusahaan dan eksternal (lingkungan), seperti terciptanya suasana persaudaraan, kepedulian sosial dan sebagainya.

Paling mendasar yaitu kebermanfaatan, yang dimaksudkan tidaklah semata memberikan manfaat kebendaan, tetapi juga dapat bersifat nonmateri. Islam memandang bahwa tujuan suatu amal perbuatan tidak hanya berorientasi pada keuntungan semata. Masih ada tiga orientasi lainnya, yakni pengelola berusaha memberikan manfaat yang bersifat kemanusiaan melalui kesempatan kerja, bantuan sosial (sedekah), dan bantuan lainnya. Nilai-nilai akhlak mulia menjadi suatu keharusan yang harus muncul dalam setiap aktivitas bisnis sehingga tercipta hubungan persaudaraan yang Islami, bukan sekadar hubungan fungsional atau profesional. Kemudian aktivitas dijadikan sebagai media untuk mendekatkan diri kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Penulis adalah peserta Program Pertukaran Mahasiswa Merdeka Batch 2 di Universitas Syah Kuala Banda Aceh, Mahasiswa Unisbank Semarang