SEMARANG (SUARABARU.ID)- Untuk mengatur konsumen yang boleh membeli Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi, pemerintah perlu membuat kebijakan dan pengawasan yang tepat.
Hal itu diungkapkan Anggota Dewan Pakar Pusat Studi Energi UGM, Agustina Merdekawati SH, LLM pada Pipamas Energy Talk ”Sudah Efektifkah Pembatasan BBM?” di ruangan teleconference lantai 8 Menara USM pada 24 November 2022.
Menurutnya, ada 3 strategi yang akan dilakukan pemerintah untuk penghematan subsidi energi agar tepat sasaran.
”Pertama, dalam waktu dekat akan dilakukan penetapan konsumen JBKP (Jenis BBM Khusus Penugasan). Kedua, pembatasan volume pembelian. Ketiga, optimalisasi penegakan hukum,” katanya.
Adapun energi baru terbarukan (EBT) yang menjadi opsi jika konsumsi BBM masih tinggi walaupun sudah dilakukan berbagai cara penghematan.
Dia mengatakan, energi baru terbarukan tergolong lebih mahal dan masih tersedianya bahan bakar fosil (BBM) akan membuat masyarakat lebih memilih kembali menggunakan BBM dibanding EBT.
”Meskipun telah ada energi baru terbarukan (EBT), pemerintah masih belum berani dan berekspektasi lebih pada EBT untuk menggantikan BBM karena potensi dan pasokan EBT sendiri masih sedikit serta belum optimal untuk menggantikan secara keseluruhan,” ujarnya.
Dia berharap, dengan mengikuti kegiatan ini para mahasiswa lebih membuka pengetahuan tentang pengelolaan BBM di Indonesia dan lebih tepat berkontribusi ke negara dalam penanganan BBM yang lebih baik.
”Banyak mahasiswa yang semangat saat demo tapi tidak mengerti. Saya ingin temen-temen mahasiswa mengerti kenapa harus ada BBM bersubsidi, kenapa harus ada BBM berkompensasi, kenapa harus ada kenaikan dan sebagainya. Harus dipahami dulu konteksnya,” ungkapnya.
Kegiatan yang diselenggarakan oleh Universitas Semarang dengan Pipa Mas Putih ini juga menghadirkan Sekretaris Wilayah Masyarakat Transportasi Indonesia Jawa Tengah, Dr Alfa Narendra ST MT, dan Dekan Fakultas Hukum USM Dr. Amri P Sihotang, S.S., S.H., M.Hum.
Alfa Narendra mengatakan, 71 triliun pemborosan dana BBM terbuang akibat kemacetan di kota-kota besar. Kebanyakan gen z menginginkan rumah yang jauh dari tempat beraktivitas sehingga untuk mobilitasnya sendiri membutuhkan BBM yang cukup banyak dan menyebabkan kemacetan.
”Kita harus mengubah jalan dan sistem aktivitas, kemacetan otomatis akan mengakibatkan lebih boros BBM. Kalaupun tidak bisa mempengaruhi kebijakan pemerintah, kita bisa berusaha menghemat BBM dengan mengendarai kendaraan dengan lebih tenang, karena akan lebih irit,” katanya.
Sementara itu, Amri mengatakan, dari sudut pandang sosiologi dan hukum akan terjadi keresahan di masyarakat dan turunnya daya beli masyarakat.
”Keresahan ini disebabkan karena kenaikan BBM ini pasti akan berdampak pada kenaikan-kenaikan yang berkelanjutan seperti spp sekolah dan harga bahan pokok,” katanya.
Dari regulasi yang ada, katanyam, BBM bersubsidi harusnya disalurkan kepada masyarakat miskin, pengusaha kecil, dan masyarakat yang tidak mampu.
”70% subsidi BBM dinikmati masyarakat mampu, hal ini disebut pengamat ekonomi sebagai upaya yang tidak tepat dan salah sasaran,’ tandasnya
Menurutnya, masyarakat harus mengurangi kebiasaan konsumtif dan berbudaya hidup hemat, memaksimalkan jumlah penumpang dan menggunakan transportasi non BBM seperti bersepeda.
Dia berharap, ke depan akan ada regulasi hukum yang tersosialisasi terkait subsidi BBM, keterlibatan masyarakat dalam pelaksanaan regulasi tersebut, serta pembangunan infrastruktur yang bersih, aman dan nyaman untuk masyarakat dan kultur masyarakat yang harus dibenahi.
Kepala Satuan Hukum, Humas dan Kerjasama USM, Gita Aprinta Ester Betseba Ssos Msi mengatakan, kegiatan ini bertujuan untuk mengedukasi mahasiswa sedari dini sehingga mahasiswa dapat berpikir kritis dan dapat menyebarkan informasi tersebut dengan benar.
”BBM merupakan suatu kebutuhan pokok dan sekarang kita lihat banyak sekali simpang siur sejak kenaikan BBM. Perlu diketahui siapa yang perlu mendapatkan BBM bersubsidi agar tidak salah target,” jelasnya.
Muhaimin