blank
Dirut PT. Solo Citra Metro Plasma Power selaku pengembang PLTSa, Elan Syuherlan (baju batik) di lokasi PLTSa. Foto: Ning Suparningsih

SURAKARTA (SUARABARU.ID) – Pembangunan PLTSa Putri Cempo yang berada di wilayah Kelurahan Mojosongo, Kecamatan Jebres, Kota Surakarta dilatarbelakangi adanya permasalahan sampah di Kota Surakarta.

Pada tanggal 6 Desember 2016, Pemerintah Kota Surakarta telah menandatangani perjanjian kerja sama dengan PT Solo Citra Metro Plasma Power (SCMPP) untuk membangun infrastruktur pengolahan sampah menjadi energi listrik, dengan kapasitas 5 MW menggunakan teknologi gasifikasi yang ramah lingkungan.

Diketahui, luas lahan TPA Putri Cempo sebesar 16 ha (untuk PLTSa sebesar 2,5 ha). Perjanjian jual beli listrik (PJBL) antara Perusahaan Listrik Negara (PLN) dengan PT SCMPP telah ditandatangi pada tanggal 28 Desember 2018.

Saat ini PLTSa Putri Cempo sedang dalam konstruksi dan ditargetkan COD pada Desember 2022.

Menurut Dirut PT. Solo Citra Metro Plasma Power selaku pengembang PLTSa, Elan Syuherlan, tidak hanya mampu mengurangi emisi gas rumah kaca, keberadaan PLTSa Surakarta ini akan memproduksi listrik ramah lingkungan, dan mengurangi tumpukan sampah rumah tangga.

“Hasil pengelolaan sampah akan dikonversi menjadi listrik dengan kapasitas output 5 MW dan akan dijual dengan harga 13,35 cents/kWH kepada PLN,” kata Elan dalam kegiatan Jelajah Energi Jateng jilid 2 yang diselenggarakan Dinas ESDM Jateng pada Kamis (10/11/2022).

blank
Dirut PT SCMPP selaku pengembang PLTSa, Elan Syuherlan tengah memaparkan terkait PLTSa kepada tim Jelajah Energi Jateng jilid 2. Foto: Ning Suparningsih

Bagaimana proses pengolahan sampah menjadi energi?

Elan menyebut, sebelum diolah, sampah biasa akan dipilah-pilah, dimana material yang tidak menghasilkan energi akan dibuang.

Sampah digasifikasi menjadi gas sintetis, selanjutnya gas sintetis ini dibersihkan dan diturunkan temperaturnya, kemudian digunakan untuk membangkitkan listrik menggunakan mesin gas.

Menurut Elan, jika lingkungan sudah bersih, banyak sekali manfaatnya untuk masyarakat setempat. “Misalnya lingkungan sudah bersih tentu dampak negatif seperti bau, asap, dan lainnya tidak ada lagi. Nantinya jika sampah sudah habis, setiap sampah yang masuk akan langsung dikonsumsi, jadi tidak ada lagi dampaknya,” terang Elan.

Selain itu, bisa sebagai lapangan pekerjaan untuk masyarakat lokal. “Untuk mengoperasikan 24 jam butuh tenaga kerja. Kita sudah berkomitmen menggunakan tenaga kerja lokal. Karena tidak perlu skill khusus dalam mengolah sampah. Cukup diberi training pemahaman mengenai pengolahan sampah,” tuturnya.

Pembangkit Listrik Tenaga Sampah atau PLTSa di TPA Putri Cempo, Solo, yang dikelola investor PT SCMPP diprediksi bisa menghasilan pendapatan hingga Rp57 miliar per tahun.

Dengan adanya PLTSa, masalah sampah di Solo dan sekitarnya diharapkan bisa diatasi, yang rencananya akan beroperasi penuh mulai akhir Desember mendatang.

Perlu diketahui, kebutuhan sampah untuk mesin pengolah tersebut yakni 550 ton per hari. Namun saat ini, sampah yang masuk ke TPA Putri Cempo baru sekitar 350 ton per hari.

Nantinya, listrik yang dihasilkan yakni 8 Megawatt. Namun tidak seluruhnya dijual ke PLN, karena sebagian akan dipakai sendiri. “Dari 8 Megawatt itu, yang kita jual 5 Megawatt, sisanya kita pakai sendiri,” imbuhnya.

Sementara itu Manajer Program Akses Energi Berkelanjutan IESR, Marlistya Citraningrum mengatakan, pengolahan sampah menjadi listrik di TPA Putri Cempo Solo, di satu sisi bermanfaat untuk mengurai masalah sampah yang jamak ditemukan di seluruh daerah, terutama wilayah perkotaan di Indonesia.

Namun di sisi lain, perlu penghitungan yang jelas terhadap jumlah emisi gas rumah kaca yang dihasilkan dari pembangkitan listrik berbahan bakar sampah.

Ning Suparningsih