suarabaru.id – KH Abdul Hamid Pasuruan merupakan putra asli Lasem, Rembang, Jawa Tengah, yang lahir pada tahun 1914 dari pasangan Kyai Abdullah bin Umar, seorang ulama asal Lasem, dengan Raihanah, putri Kyai Shiddiq yang juga berasal dari Lasem.
Mula-mula beliau mendalami pendidikan agama di pesantren kakeknya, Kyai Shiddiq, di Talangsari, Jember, Jawa Timur.
Dan di usia 12 tahun, dikirim ayahnya ke Pondok Pesantren Kasingan, Rembang yang saat itu diasuh oleh Kyai Kholil bin Harun (mertua KH. Bisri Mustofa) selama sekitar satu setengah tahun.
Abdul Hamid muda kemudian pindah ke Pondok Pesantren Tremas di Pacitan yang saat itu diasuh oleh Kyai Dimyathi selama 12 tahun.
Beliau kemudian dipinang oleh pamannya Kyai Ahmad Qusyairi untuk dijodohkan dengan putrinya yang bernama Nafisah, sebagaimana pesan ayahanda setelah peristiwa berhaji yang lalu.
Beliau kemudian menikah pada usia 22 tahun, tanggal 12 September 1940 M / 9 Sya’ban 1359 H, di Masjid Jami’ (sekarang Masjid Agung Al-Anwar) Pasuruan.
Setelah menikah dengan putri KH Ahmad Qusyairi ia pindah ke Pasuruan, dan memimpin pondok pesantren yang didirikan mertuanya itu hingga berkembang pesat.
Pada Kamis, 23 Desember 1982 KH Abdul Hamid dilarikan ke RSI Surabaya setelah mendadak jatuh, yang kemudian meninggal dalam usia 70 tahun menurut perhitungan kalender Hijriah pada 9 Rabiul Awwal 1403 H atau 25 Desember 1982.
Beliau dimakamkan di kompleks pemakaman wali dan ulama Pasuruan di seberang alun-alun tepatnya di belakang Masjid Agung Al-Anwar Kota Pasuruan bersama puluhan ulama lainnya termasuk gurunya, Habib Ja’far bin Syaikhan Assegaf.