blank
Para peserta dan pemateri Drs Ahmad Muhaimin SIKom MPd MH foto bersama seusai mengikuti Pelatihan Jurnalistik dengan tema ''How To Be A Good Journalist'' di Ruang Q.1.1. Gedung Q Fakultas Teknologi Informasi dan Komunikasi (FTIK) USM pada Sabtu (5/10/2022). (Foto:News Pool USM)

SEMARANG (SUARABARU.ID)- Syarat menjadi wartawan itu harus suka dengan pekerjaannya (passion), suka membaca, dan suka menulis. Jika tiga komponen itu tidak dimiliki, dalam menjalankan tugas jurnalistik hanya rutinitas saja. Bahkan akan merasa tertekan dengan pekerjaanya.

Hal itu diungkapkan Wartawan Senior, Drs Ahmad Muhaimin SIKom MPd MH dalam Pelatihan Jurnalistik dengan tema ”How To Be A Good Journalist” di Ruang Q.1.1. Gedung Q Fakultas Teknologi Informasi dan Komunikasi (FTIK) USM pada Sabtu (5/10/2022).

”Modal utama seorang wartawan itu harus punya passion di bidang jurnalistik. Kalau tidak, dia akan merasa tertekan dengan pekerjaannya,” katanya.

Kegiatan yang diikuti 150 peserta itu dilaksanakan secara hybrid.

Menurut Muhaimin, ada tiga teknik dalam menulis berita. Pertama, dengan pola penulisan piramida terbalik. Kedua, berita ditulis dengan rumus 5W+1H. Ketiga, berpedoman pada penulisan teras berita.

Disebut piramida terbalik, katanya, berarti pesan disusun secara deduktif. Kesimpulan dinyatakan terlebih dahulu pada paragraf pertama. Baru kemudian disusul dengan penjelasan dan uraian yang lebih rinci pada paragraf-paragraf berikutnya. Paragraf pertama merupakan rangkuman fakta terpenting dari seluruh rangkaian kisah berita (news story).

”Dengan demikian apabila paragraf pertama merupakan berita sangat penting, maka semakin ke bawah menjadi kurang penting, agak kurang penting, tidak penting. Rumusnya semakin ke bawah semakin tidak penting,” jelas redaktur suarabaru.id.

Dia mengatakan, dalam teknik melaporkan (to report), setiap jurnalis itu tidak boleh memasukkan pendapat pribadi dalam berita yang ditulis.

Berita adalah laporan tentang fakta secara apa adanya, bukan laporan tentang fakta bagaimana seharusnya. Selain itu berita merupakan fakta objektif.

”Sebagai fakta objektif, berita harus bebas dari intervensi siapa pun dan dari pihak mana pun,” ujarnya.

Dia mengatakan, berita ditulis dengan menggunakan rumus 5W+1H, agar berita itu lengkap, akurat, dan sekaligus memenuhi standar teknis jurnalistik.

Artinya, berita itu mudah disusun dalam pola yang sudah baku, dan mudah serta cepat dipahami isinya oleh pembaca, pendengar, atau pemirsa.

”Dalam setiap peristiwa yang dilaporkan. Harus terdapat enam unsur dasar yakni apa (what), siapa (who), kapan (when), dimana (where), dan bagaimana (how). What berarti peristiwa apa yang akan dilaporkan kepada khalayak. Who berarti siapa yang menjadi pelaku dalam peristiwa berita itu. When berarti kapan peristiwa itu terjadi: tahun, bulan, minggu, hari, jam, menit. Where berarti dimana peristiwa itu terjadi. Why berarti mengapa peristiwa itu sampai terjadi. How berarti bagaimana jalannya peristiwa atau bagaimana cara menanggulangi peristiwa tersebut,” jelasnya.

Keenam unsur itu dinyatakan dalam kalimat yang ringkas, jelas, dan menarik. Dengan demikian khalayak pembaca, pendengar, atau pembaca tinggal ”menyantapnya” saja. Jika masih tertarik dan memiliki cukup waktu. Mereka bisa membaca paragraf-paragraf berikutnya dari yang penting sampai ke yang sama sekali tidak penting.

Dia menambahkan, ada beberapa langkah mudah menulis berita untuk pemula yakni pilih topik yang sedang hangat, pilih sudut pandang yang berbeda, masukkan informasi yang penting saja, masukkan pernyataan narasumber, gunakan kata yang mudah dimengerti, tulis berita seobjektif mungkin.

”Dalam menulis berita harus objektif atau netral dan tidak menggiring pembaca kepada satu sudut pandang saja. Karena sebagai penulis, harus memberikan kesempatan kepada pembaca untuk menilai suatu peristiwa dari sudut pandangnya sendiri, entah apakah pembaca ingin menilai berita itu sebagai hal yang buruk atau baik, tanpa perlu digiring pada suatu sudut pandang. Prinsip menulis berita itu menghadirkan suatu peristiwa dan memberikan informasi untuk pembacanya, bukan menggiring pembaca untuk menyukai atau membenci suatu hal,” tandas dosen Universitas Semarang.

Sementara itu, Penulis dan Pegiat Literasi Komunitas Orbit Semarang, Muhammad Arifin SIKom, yang juga membagikan ilmunya pada kegiatan tersebut mengatakan, seorang jurnalis jangan mau kalah dengan ”wartawan mesin”.

Setiap jurnalis harus memiliki sentuhan tersendiri dalam tiap tulisannya dengan tetap memperhatikan kaidah-kaidah penulisan berita yang baik.

”Dengan memperhatikan kaidah-kaidah dan kode etik, jurnalis harus dapat memberikan berita yang menarik untuk pembaca. Jadi seolah-olah pembaca turut hadir pada peristiwa yang ada di dalam berita itu. Beberapa hal yang tak kalah penting dalam pembuatan berita itu harus runtut dan kata yang terkandung harus efisien,” ungkapnya.

Muhaimin