blank
SETIA - Kendati sudah berusia 76 tahun, Mamah Cun tetap setia menjual kue tempel yang merupakan usaha turun temurun di Jalan HOS Cokroaminoto Kota Tegal. (foto: Sutrisno)

TEGAL (SUARABARU.ID) – Kota Tegal, Jawa Tengah selain dikenal dengan Warung Tegal (Warteg), nasi lengko, sate kambing, tahu aci, rujak teplek ada jajanan tradisional yang sudah ada sejak Tahun 1940 yakni jajanan kue Tempel.

Kue Tempel berbahan dari tepung beras dicampur dengan parutan kelapa, pisang raja yang sudah masak dan gula merah dicampur dipanasi di atas wajan disajikan mirip dengan kerak telor.

Awal bikin jajanan tempel yakni, adonan tepung beras, parutan kelapa, garam dan air secukupnya diaduk sekira dua sendok makan (secukupnya), lalu diletakan di atas wajan yang sudah panas dan diratakan menggunakan daun pisang. Beberapa saat kemudian di atas adonan diberi pisang raja yang sudah matang dan gula merah, lalu dihaluskan menggunakan tempurung kelapa (agar pisang dan gula kelapa bercampur). Selanjutnya adonan yang sudah berisi pisang dan gula merah dilipat. Beberapa menit kemudian diangkat dari wajan dan sudah siap saji.

Di Kota Tegal penjual jajanan Tempel bisa dijumpai di dua lokasi. Lapak milik Mamah Cun (76) bisa dijumpai di Jalan HOS Cokroaminoto Kota Tegal, buka mulai pukul 08.00-17.00. Kue Tempel dihargai Rp 7.000 per biji. Mamah Cun merupakan generasi keempat mengaku, kue tempel buatannya merupakan usaha turun-temurun dari nenek dan buyutnya. “Kue tempel merupakan kuliner asli khas Tegal, merupakan usaha turun-temurun keluarga sejak 1940-an,” ujar Mamah Cun yang dibantu keponakannya.

Lokasi kedua lapak milik Meiwa (53) warga RT 03 RW 06 Paweden, Kelurahan Mintaragen, Kecamatan Tegal Timur, Kota Tegal, di Jalan Veteran Kota Tegal. Antara lapak Mamah Cun dan lapak milik Miewa sama, hanya perbedaan cara memanaskan adonan tepung. Untuk memanaskan wajan lapak Mamah Cun menggunakan kompor minyak tanah. Sedangkan lapak milik Miewa menggunakan arang pada anglo.

Meiwa mengaku masih kerabat dengan Mamah Cun. Meiwa ditinggal suami karena meninggal sekira 20 tahun lalu. Kini Meiwa bersama dua anaknya yang masih duduk di bangku SMP dan SMA.

Meiwa beralasan, menggunakan kompor memang lebih praktis, besar kecilnya api bisa diatur. Memilih menggunakan arang diakui memang agak repot tapi dijamin tidak akan bau minyak dan lebih sedap pakai arang. “Untuk pemanas saya pilih pakai arang pada anglo karena menghindari minyak pada kue dan lebih sedap,” ujar Meiwa.

Untuk harga Meiwa sama mematok Rp 7.000 per kue. Buka dari pukul 08.00-15.00. Sehari Meiwa bisa menjual 75 kue tempel kadang juga lebih.

Salah satu pembeli Widiani (52) warga Tegal Selatan, Kota Tegal usai membeli tempel mengatakan, rasa jajanan tempel itu gurih dan manis, rasa pisang yang campur dengan gula merah didalamnya menjadi sensasi tersendiri. “Saya sering beli kue tradisional tempel apalagi kalau ada saudara dari luar kota, saya cari kue tempel,” ungkapnya.

Sutrisno