blank
Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo berkesempatan untuk melihat proses pengolahan tanaman porang yang dilakukan kelompok petani porang di Kabupaten Sukoharjo.

SUKOHARJO (SUARABARU.ID)- Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo berkesempatan untuk melihat proses pengolahan tanaman porang yang dilakukan kelompok petani porang di Kabupaten Sukoharjo. Bahkan Ganjar juga ikut menanam bibit porang serta menikmati makanan dan minuman yang berbahan dasar porang.

“Kalau kemarin saya mencoba mie ayam yang dibuat dari mocaf, sekarang saya cicipi porang jel atau jelly yang dibuat dari porang dicampur kelapa muda. Ternyata benar-benar mirip jelly dan enak. Satu lagi ini ada mie ayam, mienya dibuat dari porang juga, bentuknya agak keriting, rasanya ternyata enak,” ujar Ganjar saat mencicipi makanan dan minuman hasil olahan petani porang di Dukuh Tritis, Desa Kamal, Kecamatan Bulu, Kabupaten Sukoharjo, Senin (31/10/2022).

Sebelum mencicipi makanan dan minuman dari bahan dasar porang itu, Ganjar lebih dulu melihat proses memanen hingga mengolah porang yang diproduksi oleh Sahabat Petani Porang Sukoharjo (SPPS) di desa itu. Ganjar sendiri dibuat kagum dengan apa yang dilakukan para petani porang itu. Sebab mereka sudah mampu menciptakan teknologi sederhana untuk menghilangkan efek gatal dari porang.

“Ini menurut saya keren ya. Jadi dari ujicoba sejak tiga tahun ini kawan-kawan menanam dan memproses. Bahkan yang sering jadi problem karena (Porang) itu gatal ternyata sudah ada teknologinya dengan cara ekstraksi. Ternyata ditemukan di sini, petani sendiri yang membuat metode itu. Ini cara basah, ini cara kering,” katanya.

Tak berhenti di situ, ternyata para petani porang itu sudah mampu mengolah porang menjadi produk turunan seperti tepung glukoman. Bahkan para petani itu sekarang mulai meriset untuk membuat beras analog dengan bahan baku porang. Untuk beras analog ini mereka mencoba mengolah menjadi beberapa varian yakni murni berbahan Porang dan ada yang dicampur dengan mocaf (tepung singkong) dna sorgum.

“Nah ketika kemudian industri ini sudah jadi, usul saya tidak hanya menanam selesai, proses sudah bagus, gatal tidak ada lagi, tepung sudah bisa dibuat di sini. Lalu mulai dicampur, ada dengan mocaf satu lagi dengan sorgum. Mereka riset terus menerus. Ini otaknya ternyata alumni Brawijaya, labnya UGM ikut terlibat,” jelas Ganjar.

Melihat praktik menakjubkan itu, Ganjar mendorong agar para petani mengembangkan industri porang tersebut. Dalam hal ini para petani dapat melibatkan BRIN dan BRIDA atau lembaga riset lainnya. Ganjar juga mendorong agar investasi di bidang produksi olahan porang itu ditambah.

“Misi kawan-kawan petani ini juga menarik karena lebih banyak pada pemberdayaan dan kemanusiaan. Jadi petani di tempat lain bisa ikut belajar dan menggunakan teknologi ini. Apalagi mereka sudah mematenkan produk itu. Hari ini orang yang tanam porang lagi nangis karena harganya jatuh, lagi euforia porang kan sekarang. Maka saya dorong agar ada orang yang nanti menanamnya iya, prosesingnya iya, nah sekarang jualnya,” ungkap Ganjar.

Ganjar menambahkan, kesuksesan petani di Sukoharjo itu menambah keyakinan bahwa ketahanan dan kemandirian pangan akan tetap terjaga. Termasuk ketika nanti dunia mengalami krisis pangan, masyarakat sudah siap dengan pangan alternatif ini.

“Ini momentum kita, kalau saya optimis ya, di tengah situasi kondisi yang nanti mungkin orang sulit makan, kita akan berlimpah karena apapun bisa dimakan. Kawan-kawan ini salah satu pelaku yang konkret,” jelasnya.

Erwin Lasianto, salah seorang petani porang di Dukuh Tritis Desa Kamal, mengatakan konsep bertani Porang seperti yang ia lakukan bersama petani lainnya sudah dimulai sejak tahun 2017. Bukan hanya mengajarkan proses infarm-nya atau budidaya melainkan juga memberikan sebuah edukasi.

“Jadi kita dari on farm sampai off farm-nya, dari hulu sampai hilir. Olahan dari porang yang dari kami itu adalah beras porang, tepung glukoman, dan juga ada beberapa olahan turunan antara lain brownies, dan dodol. Lalu masih banyak lagi yang sudah kita pasarkan di temen-temen UKM,” ujar petani yang juga Ketua SPPS itu.

Produk yang dihasilkan oleh SPPS itu hanya dijual untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Menurut Erwin itu dilakukan karena isu saat ini adalah ancaman pangan global. Ia berpikir bahwa dengan memenuhi kebutuhan dalam negeri dapat meningkatkan kekuatan pangan.

“Harapan kami dari kunjungan Pak Gubernur, kita berharap ada semacam kolaborasi kemudian kita untuk meningkatkan produktivitas kami terkait kami saat ini sedang kesulitan dalam hal beberapa mesin yang harus kita upgrade lebih besar karena saat ini kita beberapa kali selalu dapat tawaran untuk menyuplai tepung ataupun bahan baku yang mereka harapkan. dan kita masih terkendala dalam hal permesinan. Target kami satu bulan itu satu kuintal untuk tepung,” jelasnya.

Muhaimin