blank
Sebuah adegan dalam lakon Anai-Anai Teater Gadhang. Foto: Dok Teater Gadhang

SOLO (SUARABARU. ID) – Teater Gadhang sukses menggelar pementasan dengan naskah Anai-Anai di Teater Arena, Taman Budaya Jawa TENGAH, Selasa 26 Oktober 2033.

Pentas produksi XXIX Teater Gadhang ini, dimulai pukul 20.00 sampai 22.00 WIB. Dihadiri sekira 300-an penonton dari berbagai status dan latar belakang sosial.

Penuhnya kursi penonton Teater Arena dibayar dengan pertunjukan apik dari para pemain dan tim artistik yang dikomandoi sutradara Arsitadewi.

Menyuguhkan pertunjukan drama surealis (absurd) dengan banyak pesan tentang feminisme, kesenjangan sosial, fanatisme agama, retorika politik, konflik keluarga, dan carut marutnya sistem pendidikan.

“Ini pentas garapan saya yang pertama, alhamdulillah banyak dapat apresiasi dari penonton,” kata Arsita Dewi.

Arsita menyebut, pihaknya  berproses sekitar 3-4 bulan untuk mengolah keaktoran dan menyiapkan tim artistik seperti musik, setting, lighting, dan kostum.

“Syukur Gadhang punya tim yang solid, sehingga selama proses hingga pementasan berjalan sesuai rencana,” sambungnya.

Naskah Anai-Anai sendiri berkisah realita kehidupan manusia dalam pengembaraannya mencari Tuhan dan kebahagiaan.

Anai-anai atau biasa disebut laron merupakan hewan yang kehadirannya menunggu musim hujan dan berkembangbiak di bawah lampu (cahaya).

Ketika gelap anai-anai akan pergi, menghilang, dan meninggal. Konsep cahaya disimbolkan tentang nilai ketuhanan, kebahagiaan, dan ketenangan.

Namun kadang cahaya (kebahagiaan) manusia sering disandarkan kepada orang atau sesuatu yang lain. Tidak menyadari bahwa “cahaya” itu sebenarnya ada dalam diri manusia.

Sementara kita lebih suka menjadi anai-anai daripada cahaya itu sendiri. Mencari kebahagiaan, bukan menyebarkan kebahagiaan.