blank
Siswa MAN 1 Wonosobo ketika foto bersama di depan pintu gerbang Monumen Bajra Sandhi. Foto : SB/Muharno Zarka

DENPASAR(SUARABARU.ID)-Dalam kegiatan wisata kebangsaan sejumlah 400 siswa MAN 1 Wonosobo mengunjungi Bajra Sandhi yang merupakan monumen perjuangan rakyat Bali (The Monument of Balinese Strunggle) di Kota Denpasar Bali.

Pimpinan Wisata Kebangsaan MAN 1 Wonosobo, Syarif Hidayat, Sabtu (22/10/2022), mengatakan kegiatan tersebut dalam rangka agar para siswa bisa belajar sejarah dan perjuangan kebangsaan rakyat Bali di Museum Bajra Sandhi secara langsung.

“Karena di monumen tersebut terdapat beberapa miniatur dan relief yang menggambarkan perjuangan rakyat Bali dan budaya yang ada di sana. Siswa bisa belajar bagaimana rakyat di Pulau Dewata saat itu mempertahankan daerahnya,” jelasnya.

Pemandu Wisata I Komang Destia Putri menyebut salah satu ikon wisata sejarah di Bali adalah Monumen Perjuangan Rakyat Bali atau orang setempat menyebutnya Bajra Sandhi. Monumen ini berdiri megah di tengah kota Denpasar yakni di area Niti Mandala, Renon.

“Selain dijadikan tempat bersejarah, kawasan sekitar monumen ini juga ramai dikunjungi warga dan wisatawan sekadar untuk beraktivitas santai, jalan-jalan, berjualan, berkumpul maupun untuk berolahraga. Setiap pagi dan sore, kawasan itu penuh warga dengan aktivitas yang beragam,” ujarnya.

Menurut dia, monumen itu dibangun di atas lahan seluas 13,8 hektare dengan luas gedung 4.900 meter persegi. Dinding-dindingnya dibuat dengan sistem tulang beton cor dan dilapisi dengan batuan andesit (lahar) agar tahan terhadap guncangan.

Di sekitar monumen tersebut, juga terdapat jam peninggalan Belanda, tugu kilometer nol dan hotel tertua Inna Veteran Renon. Monumen itu dinamai Bajra Sandhi karena bentuk monumen ini menyerupai lonceng para pendeta Hindu. Bajra berarti genta atau lonceng besar. Bagian atasnya terdapat periuk (kumba) yang melambangkan Guci Amerta.

“Genta yang menjulang di bagian atas monumen diartikan sebagai lambang perjumpaan lingga, sisi maskulin dan yoni, sisi feminin. Lingga menjadi bangunan utamanya, sementara yoni bangunan dasarnya,” tegas dia.

Dalam falsafah Hindu, papar Destia, itu merupakan simbol pertemuan purusa (pria) dan radana (perempuan) yang memberikan kesejahteraan bagi kehidupan manusia. Bangunan ini juga dilandasi oleh kisah pemutaran Mandara Giri yang bersumber dari Kitab Adi Parwa, kisah pertama dalam epos Mahabarata.

“Melalui kisah pemutaran Gunung Mandara, para pencetus monumen Bajra Shandi berpesan kepada generasi muda bahwa keberhasilan hanya dapat dicapai dengan kerja keras, ketekunan, keuletan dan gotong royong,” kisahnya.

Falsafah Bangunan

blank
Salah satu miniatur yang menggambar perjuangan rakyat bali di masa lalu. Foto : SB/Muharno Zarka

Demikian pula bangunan yang berbentuk segi delapan melambangkan kekuasaan Tuhan yang Maha Esa (Ida Sang Hyang Widhi Wasa).
Setiap sisi bangunan ini memiliki dasar falsafahnya sendiri-sendiri. Hal ini dapat dilihat dari 17 anak tangga yang ada di pintu utama, 8 buah tiang agung di dalam gedung monumen dan monumen yang menjulang setinggi 45 meter.

Angka tersebut merujuk pada perjuangan rakyat Indonesia melawan penjajah sehingga dapat merdeka pada 17 Agustus 1945. Secara horisontal monumen itu berbentuk bujur sangkar yang mengacu pada Konsep Tri Mandala.

Pertama, Nista Mandala (jaba sisi) diwujudkan dalam bentuk pelataran luar yang mengelilingi monumen yang dilengkapi dengan jalan setapak, taman, tempat duduk dan lintasan serta lapangan untuk kegiatan olahraga.

Kedua, Madia Mandala (jaba tengah) yang berada dilapis kedua diwujudkan dalam bentuk pelataran yang dikelilingi oleh pagar bangunan dilengkapi pintu gerbang (Candi Bentar) pada keempat sisinya.

Ketiga, Utama Mandala (jeroan) merupakan inti bangunan yang dikelilingi oleh telaga, jalan setapak dan bale bengong pada setiap sudut.

Secara vertikal, kata Nyoman, bangunan ini mengambil konsep Tri Angga. Pertama, Nistaining Utama Mandala adalah lantai gedung monumen terbawah. Pada bagian ini terdapat ruang informasi, ruang pameran, ruang rapat, perpustakaan, pusat cendera mata dan toilet.

Kedua, Madianing Utama Mandala adalah lantai kedua berisi 33 diaroma, yaitu tempat pemajangan miniatur Perjuangan Rakyat Bali dari masa ke masa.

Ketiga, Utamaning Utama Mandala adalah lantai teratas dimana wisatawan dapat melihat pemandangan kota Denpasar.

Kala itu, kata Destia, monumen didesain oleh seorang generasi muda bernama Ida Gede Yadnya yang masih berstatus sebagai mahasiswa jurusan arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Udayana, Denpasar. Dia mengalahkan para arsitek seniornya pada sayembara yang dilakukan pada tahun 1981.

Setelah sayembara rancangan dan gambar, monumen Perjuangan Rakyat Bali mulai dibangun Agustus Tahun 1988 melalui anggaran pemerintah Provinsi Bali. Pembangunan monumen ini sempat mengalami hambatan karena depresiasi uang rupiah tahun 1997. Pada tahun 2001, barulah bangunan ini selesai dibangun.

Diresmikan Megawati

blank
Pintu masuk ke Monumen Bajra Sandhi di Denpasar Bali. Foto : SB/Muharno Zarka

Pada Diaroma 20 terlihat Raja Badung (ditandu) bersama keluarga dan para pengabdinya berpakaian putih melakukan perlawanan sampai akhir (Puputan) menghadapi serangan Belanda ke pusat kerajaan Badung pada 20 September 1906.

Pada 14 Juni 2003, Presiden Megawati Soekarnoputri meresmikan Monumen Perjuangan Rakyat Bali bersamaan dengan pembukaan Pesta Kesenian Bali (PK-Bali/PKB). Sejak saat itulah, monumen ini dibuka untuk umum.

Monumen ini juga dibangun untuk menghormati jasa para pahlawan yang telah memperjuangkan kemerdekaan Indonesia.
Beberapa koleksi yang ada di dalam Museum Monumen Perjuangan Rakyat Bali antara lain diorama berjumlah 33 buah, koleksi foto dan lukisan.

Pada diaroma yang berjumlah 33 buah itulah sejarah kehidupan orang Bali selama empat generasi ditampilkan.
Dalam diaroma berukuran 2×3 meter wisatawan dapat melihat kehidupan orang Bali dari masa prasejarah, masa Bali Kuno, masa Bali madya dan masa Bali memperjuangkan serta mengisi kemerdekaan.

Dengan pencahayaan yang apik, wisatawan dapat melihat dengan jelas miniatur sejarah perjuangan rakyat Bali. Setiap diaroma diberi keterangan dalam tiga bahasa yakni bahasa Bali, bahasa Indonesia dan bahasa Inggris.

Secara berurutan diaroma diawali masa prasejarah bagian Selatan, lalu memutar ke kanan mengikuti arah jarum jam. Deretan pertama mulai satu sampai 20, putaran kedua mulai 21 sampai 33.

Dalam memperjuangkan kemerdekaan RI, Bali merupakan salah satu basis perjuangan melawan Belanda yang terungkap dalam beberapa pertempuran antara lain perang Jagaraga (1848-1849), perang Kusamba (1849), Perlawanan Rakyat Banjar (1868), Perang Puputan Badung (1906), Puputan Klungkung (1908).

Selain itu, ada perang Puputan Margarana di Desa Marga, Tabanan yang dipimpin I Gusti Ngurah Rai beserta Laskar Ciung Wanara yang telah melakukan perlawanan habis-habisan atau Puputan melawan Belanda pada tahun 1946.

Dengan begitu, sebuah monumen adalah tanda atau pengingat terhadap sejarah (memento historia). Begitu pun, Bajra Sandhi, dibangun untuk mengingat sejarah dan menghormati pahlawan yang telah mempertaruhkan nyawa.

Muharno Zarka