blank
Ilustrasi belajar secara daring, insert guru dan siswa yang sedang menjalani proses belajar-mengajar secara daring. Foto: penulis/dk SB.id

blankOleh Zabdiel Natanael Simbolon

PANDEMI covid-19 yang melanda Indonesia terhitung sejak 2 Maret 2020 tidak hanya menggangu kesehatan dan perekonomian masyarakat Indonesia.

Pandemi itu juga yang akhirnya memaksa anak-anak yang masih sekolah harus mengubah budaya belajar.

Sekolah di Indonesia khususnya di Jakarta mau tidak mau harus menutup proses belajar- mengajar secara tatap muka dan harus melakukan pembelajaran dengan daring. Pengetahuan dan keterampilan bapak-ibu guru dalam penguasaan teknologi untuk diimplementasikan dalam pembelajaran daring menjadi tantangan tersendiri bagi para pendidik.

Demikian juga dengan peserta didik yang belum siap dengan peralatan belajar daring dan kemampuan untuk menggunakan peralatan-peralatan teknologi dalam proses pembelajaran daring.

Berdasarkan penelitian dalam proses belajar daring yang terlalu lama di SMP Pelangi Kasih Jakarta, mengakibatkan learning loss yang besar bagi peserta didik. Bisa dibayangkan peserta didik yang masuk kelas VII harus belajar daring sampai menyelesaikan jenjang kelas VIII.

Banyak poin-poin pendidikan yang hilang, baik secara sosial, pengetahuan dan keterampilan. Hal ini lah yang dirasakan penulis saat ini ketika harus mengajar peserta didik yang duduk di kelas IX SMP, tempat mereka selama dua tahun pandemi korona belajar secara daring.

Peserta didik ini kurang memahami budaya belajar secara tatap muka di sekolah. Sistematika berpikir dan kemampuan berlogika peserta didik tidak terarah. Mentalitas peserta didik yang terlalu rapuh.

Cara-cara Instan

Tidak dapat dipungkiri ini semua terjadi karena banyaknya toleransi yang diberikan sekolah dan guru ketika peserta didik ini mengikuti proses pembelajaran secara daring selama pandemi covid-19.