blank
Masjid Mujahidin Getas Pejaten Kudus. foto: Ali Bustomi

KUDUS (SUARABARU.ID) – Pemerintah Desa Getas Pejaten, Kecamatan Jati akan membawa persoalan kisruh Masjid Mujahidin ke tingkat Kecamatan. Upaya tersebut agar pihak-pihak yang bersengketa akan keberadaan Masjid Mujahidin bisa mendapatkan solusi terbaik.

Hal tersebut merupakan kesimpulan sementara dari pertemuan warga dengan takmir Masjid Mujahidin yang digelar di Balai Desa Getas Pejaten, Senin (3/10). Selain dihadiri perwakilan warga dan pengurus takmir masjid, turut hadir pula Forkopimcam Kecamatan Jati, Plt Bakesbangpol, Ketua FKUB, Ketua KUA Kecamatan Jati, hingga perwakilan dari PCNU maupun PD Muhammadiyah Kudus.

Pertemuan tersebut menyusul terjadinya ketegangan warga dengan pengurus Masjid pada pagi harinya. Ketegangan tersebut bermula ketika pengurus Masjid Mujahidin akan melakukan rehab bagian masjid depan.

Namun sekelompok warga mendatangi masjid dan menolak proses rehab tersebut dengan alasan bagian masjid yang direhab bukan merupakan bagian masjid yang pengelolaannya dibawahi oleh kepengurusan Masjid Mujahidin saat ini.

Untuk meredakan ketegangan, perwakilan pihak yang berseberangan kemudian dibawa oleh aparat kepolisian serta perangkat desa ke balai desa setempat untuk proses mediasi.

Dalam pertemuan terungkap bahwa sengketa muncul karena adanya kelompok warga yang menolak rehab bangunan masjid bagian depan. Kelompok penolak menyebut kalau masjid Mujahidin bagian depan bukan termasuk bagian masjid Mujahidin bagian belakang (baru) yang kepengurusannya dikelola oleh salah satu ormas keagamaan.

Sumali, selaku perwakilan warga yang penolak rehab mengatakan, secara historis, lahan masjid bagian depan yang akan direhab merupakan wakaf dari banyak orang yang tidak terikat dalam satu ormas keagamaan saja. “Terdaftarnya satu nama dalam sertifikat wakaf itu hanya karena untuk mudah proses sertifikasi,”paparnya.

blank
Suasana pertemuan antara para pihak terkait persoalan masjid Mujahidin Getas Pejaten. foto: Ali Bustomi

Untuk itu, kata Sumali, warga penolak rehab meminta agar masjid bagian depan (masjid lama) tetap dibiarkan dan secara pengelolaan tidak hanya dikuasai oleh pengurus takmir yang merupakan bagian dari ormas keagamaan.

Apalagi tersiar kabar kalau bagian depan masjid yang akan direhab, akan digunakan untuk parkir, dan bukan lagi untuk masjid. Karena sebagaimana amanat pewakaf, tanah yang diperuntukkan untuk masjid tidak boleh untuk hal lain.

Sementara, Maruf selaku Dewan Penasehat Kepengurusan masjid baru (muhammadiyah) mengatakan pihaknya juga mengaku mengantongi bukti dokumen soal historis masjid. Dan pihak pengurus berharap agar masjid bisa direhab dan bisa digunakan bersama-sama semua umat.

“Masjid ini bisa digunakan untuk semua umat muslim yang ada di Getas Pejaten. Untuk rehab, kami pastikan tetap untuk masjid,”tandasnya.

Karena kedua pihak tetap bersikukuh dengan masing-masing pendapatnya, pertemuan gagal memperoleh hasil. Namun demikian, atas usulan M Ikhsan, Ketua FKUB Kudus yang ikut hadir, pertemuan akan kembali digelar dengan para pihak yang berseberangan mempersiapkan bukti dokumen yang dimiliki.

“Sebagai Ketua FKUB, saya bertanggung jawab menjaga kerukunan umat beragama, apalagi dalam persoalan ini yang mana pihak-pihaknya sesama muslim. Untuk itu, sementara pertemuan ditunda dan akan dilanjutkan sembari memeriksa dokumen-dokumen yang ada,”tandas Ikhsan.

Ali Bustomi