blank
Pendiri SMRC Saiful Mujani. foto:Tangkapan layar

JAKARTA (SUARABARU.ID) – Ilmuwan politik sekaligus pendiri SMRC, Prof. Saiful Mujani mengungkapkan PAN dan PPP terancam gagal lolos ke Senayan dalam Pemilu 2024 karena pemilihnya berpotensi berpindah ke partai lain.

Hal tersebut sebagaimana disampaikan Saiful dalam program Bedah Politik bertajuk ”Pergeseran Pemilih Partai Menjelang Pemilu 2024” yang tayang di kanal Youtube SMRC TV, Kamis (1/9).

Menurut Saiful, fenomena swing voters atau pemilih yang bisa berpindah dari satu partai ke partai lain masih cukup besar di Indonesia. Pemilih swing ini bisa mengubah komposisi dukungan partai-partai politik di Indonesia pada Pemilu 2024.

“Yang paling mengkhawatirkan tidak masuk ke Senayan pada 2024, jika tidak ada kerja ekstrakeras adalah PAN dan PPP,” kata Saiful.

Menurutnya, PAN memiliki pemilih pada pemilu 2019 yang sampai sekarang belum menentukan pilihan atau wait and see sebesar 31,2 persen. Saiful menganalisa jika suara PAN pada Pemilu terakhir 6,8 persen, maka jika yang kembali memilih partai ini hanya separuhnya, maka ada kemungkinan PAN tidak akan lolos ke parlemen pada Pemilu mendatang.

Besarnya pemilih PAN yang masih menunggu ini kemungkinan ditarik oleh partai baru yang didirikan oleh Amin Rais, Partai Ummat, kata Saiful. Mereka mendukung PAN selama ini kemungkinan karena ada tokoh seperti Amin Rais.

“Begitu Pak Amin Rais tidak ada di situ, dan karena mereka loyal pada Pak Amin Rais, mereka akan hijrah juga,” jelas Guru Besar Ilmu Politik Universitas Islam Negeri Jakarta tersebut.

Sementara PPP memiliki 56,7 persen pemilihnya di 2019 yang sekarang akan kembali memilihnya. Ada 22,5 persen yang sekarang menyatakan memilih Partai Demokrat dan PDIP 8,3 persen. Yang mengkhawatirkan bagi PPP, kata Saiful, adalah karena pemilih PPP yang belum menentukan pilihan atau wait and see cenderung sedikit, 11 persen.

“Ini berbahaya. Kalau tidak ada upaya yang ekstra, mungkin partai yang akan mengikuti Hanura yang tidak lolos ke Senayan,” kata Saiful.

Sementara, dari pemaparan Saiful, ada dua partai yang memiliki pemilih loyal dan tidak mudah pindah, yakni Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) dan Partai Demokrat.

Menurutnya, pemilih PDIP di 2019 yang menyatakan akan kembali memilih PDIP sekarang sebanyak 73,9 persen. Sama halnya Partai Demokrat, ada 73,6 persen pemilih Demokrat 2019 yang menyatakan akan kembali memilih partai tersebut.

Sementara,  partai-partai lain mengalami perubahan komposisi suara yang dinamis. Seperti Partai Gerindra, pada survey ini, ada 9,6 persen pemilih Gerindra yang pindah ke Golkar, yang pindah ke PDIP 4,8 persen dan PKS 3,9 persen. Sementara yang tetap akan memilih Gerindra sebesar 62,7 persen. Ada 13,5 persen yang belum menjawab.

”Partai Golkar, PDIP, dan PKS mengganggu stabilitas suara partai Gerindra,”ungkapnya.

Saiful menjelaskan bahwa dari Pemilu ke Pemilu, partai yang mendapatkan suara terbanyak bisa berganti-ganti secara ekstrim. Ini disebut sebagai fenomena swing voters. Artinya, menurut Saiful, ada perubahan-perubahan pemilih.

Secara keseluruhan, jelas Saiful, jumlah swing voters di Indonesia cukup besar, terutama pada partai tertentu. Partai yang relatif stabil adalah PDIP dan Demokrat. Sementara yang paling mengkhawatirkan tidak masuk ke Senayan pada 2024, jika tidak ada kerja ekstra keras, adalah PAN dan PPP.

“PAN karena ada konflik kepemimpinan internal. Sedangkan PPP karena tidak cukup kompetitif menarik pemilih partai lain. Bahkan sebaliknya, pemilih yang sudah ada pun tidak mampu dijaga,” pungkasnya.

Ali Bustomi