blank
Tradisi tebokan jenang Kaliputu, Kudus. Foto: Ali Bustomi

KUDUS (SUARABARU.ID) – Alkisah, pada suatu hari tersebutlah seorang lelaki tua yang bernama Mbah Dempok Soponyono yang ditemani cucunya sedang bermain burung dara aduan di tepi sungai Gelis.

Secara tak sadar, cucu Mbah Dempok hanyut di aliran sungai. Anak tersebut akhirnya dapat ditolong warga, sementara mbah Dempok sendiri tak menyadari kalau cucunya kalap ternyata akibat ulah makluk halus berupa banaspati.

Hingga akhirnya Sunan Kudus dan Syekh Jangkung yang lewat melihat kerumunan warga yang panik. Saat melihat cucu mbah Dempok, Sunan Kudus beranggapan kalau anak tersebut sudah meninggal. Tapi, Syekh Jangkung berpendapat lain dan menyatakan cucu mbah Dempok tersebut hanya mati suri.

Untuk membuat anak tersebut sadar, Syekh Jangkung meminta ibu anak tersebut membuat penganan jenang dari bubur gamping dan disuapkan ke sang bocah. Dan ternyata, anak tersebut akhirnya kembali siuman.

Atas kejadian tersebut, Sunan Kudus pun bersabda jika saat keramaian zaman nanti, desa Kaliputu sebagai lokasi kejadian tersebut akan dikenal dari makanan tersebut

Dan sebagaimana kenyataan yang ada saat ini, Desa Kaliputu menjadi salah satu desa di Kudus yang dikenal sebagai sentra industri jenang.

Keterampilan membuat jenang diwarisi secara turun temurun oleh warga dan menciptakan ekosistem bisnis tersendiri.

Keberadaan Desa Kaliputu sebagai sentra industri jenang pun masih bertahan hingga sekarang. Tercatat 35-40 industri masih eksis di Desa yang terletak di pusat kota Kudus tersebut. Bahkan, beberapa industri jenang besar di Kudus seperti Mubarokfood maupun Kenia, awalnya juga berasal dari Desa Kaliputu

Dengan setiap industri biasanya menyerap 15-25 tenaga kerja. Jadi bisa dikatakan kalau Kaliputu ini merupakan desa jenang Kudus.

Legenda Mbah Dempok Soponyono yang disebut menjadi asal muasal industri jenang tersebut sampai saat ini rutin diperingati warga Desa Kaliputu dengan menggelar tradisi Tebokan Jenang.

Tebokan berasal dari kata ‘tebok’ yang bermakna wadah semacam tampah dari anyaman bambu yang digunakan untuk wadah jenang.

Dulu, tebokan dirayakan secara sederhana dimana warga yang memiliki usaha jenang menggelar ritual selametan di balai desa dengan membawa tebok berisi jenang.Tradisi tersebut digelar setiap tanggal 1 Muharam.

Saat ini, tradisi tersebut dikemas menjadi atraksi wisata berupa kirab budaya seperti yang dilaksanakan pada Sabtu (30/7). Saat itu, ratusan bahkan ribuan warga tumplek blek untuk menyaksikan ‘napak tilas’ kejayaan industri jenang di Kudus.

Kepala Desa Kaliputu Kudus Widiyo Pramono menyampaikan, tradisi Tebokan merupakan simbol untuk mengungkapkan rasa syukur dan terima kasih kepada Tuhan atas keberhasilan usaha jenang di Kaliputu. Momennya, bertepatan dengan peringatan Tahun Baru Islam.

”Tahun ini sebenarnya tidak terlalu wah acaranya, tapi animo masyarakat dan partisipasi mereka di kegiatan ini benar-benar sangat tinggi sehingga ya seperti ini, sangat meriah,” kata dia usai kegiatan.

Ali Bustomi