blank
Peserta diskusi Kelas Gender, melakukan foto bersama dengan para narasumber. Foto: hm

SEMARANG (SUARABARU.ID)– Pemerintah Provinsi Jawa tengah mengimplementasikan Permendagri No 67 Tahun 2011, Pasal 11 ayat (2) dan Pasal 16 ayat (2), yang mengamanatkan pembentukan Kelompok Kerja (Pokja), Pengarusutamaan Gender (PUG) di provinsi dan kabupaten/kota.

Salah satu tugasnya adalah, menyusun Rencana Aksi Daerah PUG. Muatan RAD PUG antara lain, penguatan kelembagaan PUG dan penguatan peran serta masyarakat di daerah. Dan menjawab amanat dari Permendagri itu, di Jateng dibentuk Forum Kesetaraan dan Keadilan Gender (FKKG).

Demikian dikatakan Tsaniatus Solihah SE (Ketua FKKG Provinsi Jateng), saat membuka Kelas Gender, yang bertempat di Kantor Kadin Bidang Perempuan dan Anak Provinsi Jateng, di Semarang, Sabtu (30/7/2022).

BACA JUGA: Mengurangi Risiko Bencana, Warga Sumber Lakukan Simulasi Pengungsian

Kegiatan itu digelar, untuk membangun kesadaran dan pemahaman organisasi masyarakat, guna kesetaraan dan keadilan gender. Selain itu, memunculkan gerakan adil gender di berbagai sektor kehidupan, baik ekonomi, sosial, budaya, sipil serta politik.

Kegiatan yang diikuti semua anggota FKKG Provinsi Jateng sejumlah 30 orang ini, menghadirkan narasumber dosen FISIP UIN Walisongo Nur Hasyim MA dan aktivis perempuan Evarisan SH MH.

”Kami berharap, dengan diadakannya kegiatan ini peserta dapat meningkatkan pengetahuan tentang keadilan gender dan hak asasi perempuan. Selain itu, membangun gerakan adil gender untuk mendukung upaya penghapusan diskriminasi terhadap perempuan,” kata Tsaniatus.

BACA JUGA: KNPI Kendal Gelar Konser Amal Percepatan Penanganan Stunting, di Stadion Utama Kendal

Ditambahkan dia, dampak dari lemahnya isu gender pada masyarakat adalah, masih munculnya beragam persoalan diskriminasi terhadap perempuan. Umumnya, masyarakat Indonesia kurang memahami definisi dari diskriminasi yang melibatkan relasi kuasa, dan adanya ketimpangan gender.

Kondisi ini merugikan perempuan di berbagai aspek kehidupan, baik di sektor sosial, ekonomi, pendidikan, budaya, sipil dan politik.

”Ini dibuktikan dari temuan pelanggaran hak asasi perempuan di berbagai ruang di Jateng. Di antaranya, stigma masyarakat terhadap perempuan, kemiskinan perempuan, minimnya keterlibatan perempuan dalam pengambilan keputusan serta pembangunan,” ungkapnya.

BACA JUGA: Beda Jalan Zidane Iqbal

Terungkap pula, minimnya lapangan pekerja untuk perempuan di desa, yang akhirnya mendorong perempuan menjadi pekerja migran. Mereka juga dijauhkan aksesnya dari hak atas pengolahan sumber-sumber pangan atau penghidupan. Pelanggaran terburuknya adalah, kasus kekerasan yang dialami perempuan.

Sementara itu, sebagai seorang aktivis perempuan, Evarisan menyampaikan, Indonesia sudah meratifikasi konvensi penghapusan segala bentuk diskriminasi terhadap perempuan, (Convention on The Elimination against Women) sejak 1984. Namun capaiannya masih sangat kurang maksimal.

”Diskriminasi terhadap perempuan, sampai saat ini masih banyak terjadi di segala lini. Begitu juga angka kekerasan terhadap perempuan, juga masih sangat tinggi. Tetapi kita patut bersyukur dan apresiasi, karena sudah disahkannya UU TPKS dan Permendikubud No 30 Tahun 2021, yang berpihak pada perempuan korban kekerasan,” terang dia.

BACA JUGA: PGSD Unissula Juara Nasional di Yogyakarta

Pada kesempatan yang sama, Nur Hasyim MA menyatakan, konsep dasar gender sangat penting, sebagai dasar pemahaman FKKG yang menjadi penggerak dan memengaruhi masa tentang kesetaraan gender.

”Konsep gender yang lebih dalam, seperti kesetaraan dan keadilan gender, penting untuk diperdalam. Memahami lebih dalam tentang relasi kekuasaan, menjadi dasar mengapa ketidakadilan gender itu terjadi,” ujarnya.

Humaini