Foto: ilustrasi/pixab

Amir Machmud NS
PADA TATAH KEARIFAN SEJARAH

aku datang lagi dalam rinai sepoi pagi
candi tak henti menghentakkan daya
menyedot mata batin ke ketakjuban
sekuat itu sejarah memintal cinta
menerbitkan tak pernah lekang rindu

dari bebatu purba tertatah arif sejarah
kebijaksanaan dalam gagasan indah
kisah-kisah dari relief memakna hikmah
kita yang seharusnya mengungkap
kita yang seharusnya menafsirkan

dari bangunan mati daya hidup terekspresi
dari tatah pikiran para empu
yang menembus ruang waktu
melintas cahaya sejarah
menandai agung peradaban

datanglah dalam sejuk pagi
simaklah pada terik matahari
resapi dalam elok senja
renungi dalam senyap malam
kau temuikah ruang waktu tanpa elok estetika?
kau dapatikah angin, kabut, atau pelangi
tanpa sekuat itu gurat mahakarya?
(2022)

 

Amir Machmud NS
MERABA AGUNG MASA SILAM

kita raba masa silam
menjelajah prasasti-prasasti
gelora anggun peradaban

para empu membaca bahasa bintang
cerdik-cendekia yang menera mata angin
memastikan sisi-sisi bangunan
menafsir silang-menyilang rasi lintang
mengukurnya dengan hati dan perasaan

tak terkatakan dalam bahasa lisan
dengan kerja macam apa mengusung batu-batu gunung
tertatah menjadi arah dan sudut-sudut presisi kuat
menera aneka kisah dalam renik puzzle relief
tentang kebajikan, perilaku, juga karma

tak terkatakan dalam visi zaman
kerja raksasa tertuntaskan
gagasan kolosal terwujudkan
karya-karya terkukuhkan
Sambarabudhara, Syiwaghra, Manjusrighra, berserak pula candi-candi tak kalah perkasa

kita raba masa silam
menyerap keteladanan
: jiwa-jiwa perasa
jiwa-jiwa perkasa
mendirikan semesta tanda
berlarik dalam garis rasi lintang
menabur cercah cahaya Jawadwipa

sekuat itu nyala persembahan melintas masa
tak berhenti hanya di zamannya
pun nyata, kita yang menerima makrifatnya.
(2022)

Amir Machmud NS
SEPERTI JENDELA YANG TERBUKA

dia menjaring rasa seperti jendela-jendela yang terbuka. Kureguk sejuk dari sepoinya. Pesan-pesan mulia mengalir menyapa jiwa

kutatap tekun Candi Plaosan Lor…

dari stupa-stupa runcing itu memancar kebijaksanaan. Kucecap bahagia dari keputusan seperti ketika Rakai Pikatan menganggit candi ini

“untuk kemuliaan jalan,” katanya. Tak pula dia pungkiri itulah wujud impian. Yang membahasakan bukan hanya arus asmara

“untuk keteguhan sikap,” katanya. Dia tegaskan hidup jangan terkungkung hanya oleh keseolah-olahan.

seolah-olah hanya wangsamu yang benar
seolah-olah hanya agamamu yang boleh ada
seolah-olah keberagaman pantang disepahami
seolah-olah cahaya langit-bumi hanya untuk mereka yang sama

Candi Plaosan menjaring impian tentang kebijaksanaan
yang kita tampung sebagai suara-suara nurani
yang kita yakini sebagai pilihan mendekat ke keniscayaan
yang menegaskan apa pun sekat tak harus menafikan keberadaan

di tengah bebatu yang berserak
candi membuka jendela seluas semesta
: berjuta-juta taklimat tentang keindahan hidup berbeda-beda
tak harus menistakan satu, dua, yang lainnya.
(2022)

Tiga puisi candi di atas, merupakan bagian yang disiapkan untuk antologi “Candi, Pagi, dan Kopi”, sebagai kumpulan puisi tunggal ketujuh Amir Machmud NS.

Sajak-sajak penyair dan wartawan kelahiran Pati yang tinggal di Semarang itu, tersebar di berbagai media dan antologi bersama.