KUDUS (SUARABARU.ID) – Dinas Perdagangan Kabupaten Kudus mulai mewaspadai adanya praktik pengoplosan elpiji subsidi ke nonsubsidi menyusul kenaikan harga elpiji nonsubsidi yang telah ditetapkan Pertamina.
Pemantauan dan pengawasan akan dilakukan dengan menggandeng kepolisian untuk memastikan tidak adanya praktik tersebut.
“Salah satu langkah yang kami tempuh tentu mengintensifkan pengawasan agar tidak terjadi praktik pengoplosan,”kata Kabid Fasilitasi Perdagangan, Promosi dan Perlindungan Konsumen, Dinas Perdagangan Kudus, Imam Prayitno, Senin (11/7).
Praktik pengoplosan elpiji subsidi ke nonsubsidi sangat mungkin terjadi mengingat disparitas harga yang sangat tinggi. Apalagi, kegiatan pengoplosan sempat juga terjadi di Kudus beberapa tahun lalu hingga akhirnya berhasil ditindak Polda Jateng.
Menurut Imam, praktik pengoplosan rentan terjadi pada penjual elpiji tingkat eceran. Pasalnya, penjualan pedagang eceran biasanya tidak terpantau secara ketat.
“Kalau dari pangkalan, penjualan masih bisa dipantau karena adanya log book,”tandasnya.
Selain antisipasi adanya pengoplosan, kata Imam, pihaknya juga mulai melakukan monitoring terhadap kemungkinan terjadinya migrasi besar-besaran konsumen.
Selisih harga yang sangat tinggi, memungkinkan konsumen yang semula menggunakan elpiji nonsubsidi beralih ke subsidi.
Sementara, Sutini seorang pemilik pangkalan di Desa Kedungdowo, Kecamatan Kaliwungu mengatakan sejauh ini dampak kenaikan harha elpiji nonsubsidi belum terlalu terlihat.
“Karena baru sehari diumumkan, jadi dampaknya belum terlalu kelihatan,”tandasnya.
Hanya saja, migrasi pelanggan sebenarnya sudah sempat terjadi saat kenaikan harga elpiji nonsubsidi pada akhir Februari lalu. Sejumlah pelanggan elpiji 12 kg dan 5 kg, banyak yang mulai membeli elpiji 3 kg.
Sementara, untuk harga, untuk elpiji 12 kg dijual di tingkat konsumen antara Rp 220-225 ribu tergantung jarak antar. Sedangkan untuk elpiji 3 kg, dijual di kisaran Rp 110 ribu per tabung.
Ali Bustomi