Hari sial, misalnya adalah hari yang sudah telanjur “diyakini tidak baik” oleh kelompok masyarakat tertentu. Prasangka seseorang yang menentukan baik-buruknya hari. Ini sesuai petuah para guru bahwa suatu keyakinan yang sudah disetujui atau diamini 40 orang, nilaiya seperti sudah diyakini satu wali.
Cara terbaik menyikapi berbagai aliran ramalan yang yang berbeda-beda itu, adalah meyakini jenis hari itu hanya ada dua. Yaitu, hari baik dan hari istimewa: Dengan cara itu kekhawatiran adanya bayangan buruknya hari dapat sirna dari pikiran.
Menurut paham rasional, hari sial sial yang perlu dihindari untuk menyelenggarakan pesta pernikahan atau event-event penting lain adalah hari yang bertepatan dengan suatu acara yang digemari masyarakat, misalnya saat bersamaan dengan final Sepak Bola Piala Dunia, karena mata dunia lebih terkonsentrasi pada acara akbar itu.
Hal ini sudah dibuktikan sahabat saya yang menyelenggarakan resepsi pernikahan pada 28 Juni 1997 yang bertepatan dengan pertandingan tinju antara Mike Tyson Vs Evander Hollyfield. Resepsi pernikahan sepi karena orang lebih tertarik menonton pertandingan dua petinju legendaris itu.
Kompromi
Andaikan secara pribadi kita tidak meyakini bahwa kebeunttungan itu diitentukan hari, namun sebagai makhluk sosial kita tetap harus berkompomi dengan orang tua atau pihak-pihak lain yang masih meyakininya.
Di desa yang masyarakatnya masih memegang tradisi, ada tokoh muda yang memulai mendirikan tempat ibadah, dia mengabaikan saran tetua desa agar memulai pembangunan pada hari dan pasarah tertentu.