SEMARANG (SUARABARU.ID) Surat teguran tagihan Pajak Restoran, Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kota Semarang dikeluhkan Penjual mie ayam pinggir jalan, yang berada di jalan Argopuro kelurahan Bendungan, Kecamatan Gajahmungkur, Kota Semarang.
Sebab menurut Tunaryanto, penjual mie ayam Argopuro, surat yang diterimanya pada hari Kamis lalu (23/6/2022) itu adalah surat teguran dari Bapenda Kota Semarang No 6167 untuk tagihan pajak restoran masa pajak Januari-Desember tahun 2021 dan surat No 6166 untuk tagihan pajak restoran masa pajak Januari-Mei 2022 yang ditanda tangani oleh Kepala Bidang Pajak Daerah II Kota Semarang Elly Asmara S STP, MM tertanggal 22 Juni 2022.
“Padahal kan kita sama-sama tahulah. Tahun 2021 lalu kan masa pandemi Covid-19. Kita kadang jual kadang tidak. Saat jualanpun dibatasi jamnya dan jumlah pembelinya. Bolak-balik petugas keliling patroli. La kok ini tahu-tahu dikirimi surat tagihan pajak. Ini namanya Pemkot Semarang tidak mengayomi dan mensejahterakan masyarakat, kesannya jadi negatif, wong PKL Mie Ayam pinggir jalan kok ditagih pajak restoran,” paparnya terlihat gemas Sabtu, (25/6/2022).
Harusnya Pemkot Semarang itu, lanjut Tunaryanto, memberikan edukasi kepada masyarakat, bagaimana meningkatkan kesejahteraan masyarakat Kota Semarang, bukan malah menindas pedagang pinggir jalan dengan alasan pajak restoran.
“Tidak masuk akal ini. Masak jual mie ayam pinggir jalan juga harus disamakan harganya di mall-mall, juga ditambahi PPN 10 persen harganya. Bisa ga laku mie ayamnya karena harganya jadi tinggi,” ungkapnya.
Tidak Layak Pajak Restoran
Lasiman, SPd Ketua DPP Asosiasi Pedagang Mie Bakso (Apmiso) Pusat saat dikonfirmasi di kediamannya Jalan Sentiyaki Raya, Buku Lor, Semarang Utara menyampaikan, belum atau tidak layak jika penjual/pedagang mie ayam dan bakso pinggir jalan dibebani dengan pajak restoran.
“Mosok PKL dikenakan pajak 10 persen ya tidak pas. Sebab sebelum pajak daerah itukan secara nasional ada pajak UKM yang 0,5 persen. Jika UKM atau pedagang mie ayam itu sudah mau bayar 0,5 persen itu sudah bagus luar biasa, UKM hebat. Ini kok dikirimi surat tagihan pajak,” tandasnya penuh tanya.
Kecuali, lanjut Lasiman, jika pedagang itu sudah memiliki predikat restoran dan sudah layak untuk disebut restoran maka memang wajib dikenakan pajak, sesuai dengan peraturan undang-undang yang berlaku.
“Salah satu contoh penjual mie yang wajib kena pajak itu seperti mie Gacoan. Karena pembayarannya sudah menggunakan struk yang di dalamnya sudah tercantum perhitungan pajak PPN 10 persen. Oleh sebab itu harus perlu adanya klasifikasi usaha, sebelum dikeluarkan surat tagihan pajak dari dinas terkait,” ungkapnya.
Ke depan Lasiman juga berharap, pemerintah perlu secara intensif dan berkelanjutan untuk terus melakukan sosialisasi terkait peraturan makanan olahan, yang memang harus dipenuhi oleh para pedagang makanan olahan ke depannya. Sebab sudah diterbitkannya Perda terkait makanan olahan dan syarat-syaratnya.
“Jadi memang ke depan perlu adanya sosialisasi secara intensif oleh pemerintah tentang makanan olahan. Karena dengan adanya Perda tentang makanan olahan, semua usaha makanan olahan harus memiliki sertifikasi higienis dari dinas kesehatan, kemudian ijin PIRT. Sebab suka tidak suka harus diikuti meskipun itu jangka panjang,” paparnya.
“Kami Apmiso juga siap untuk berkolaborasi dengan Pemerintah Kota Semarang maupun Provinsi Jawa Tengah untuk melakukan sosialisasi terkait makanan olahan kepada anggota kami khususnya dan yang di luar anggota kami,” imbuhnya.
Absa
Caption : Tempat Mie Ayam Argopuro yang menerima surat tagihan pajak restoran dari Bapenda Kota Semarang yang dikeluhkan pedagangnya. Foto Dok Absa
– Lasiman, SPd Ketua Apmiso berfoto bersama salah anggota DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan saat festival mie-bakso pada perayaan HUT PDI Perjuangan di Jakarta sebelum pandemi Covid-19 lalu. Foto : Dok Pribadi