blank
Pintu gerbang menuju desa wisata Kampung Tudung Desa Grujugan, Kecamatan Petanahan, Kebumen.(Foto:SB/Komper Wardopo)

KEBUMEN (SUARABARU.ID) – PAGI itu udara cerah. Sepanjang jalan desa menuju Desa Grujugan, Kecamtan Petanahan, desa kecil di Kebumen selatan, penuh hamparan tanaman padi menghijau.

Masuk ke pintu desa seluas 102 hektare (ha) itu telah ada gapura indah menyambut. Yakni gapura menuju Desa Wisata Kampung Tudung Grujugan. Ya di desa berpenduduk sekitar 1.772 jiwa itu mayoritas warganya merupakan pengrajin anyaman bambu menjadi tudung alias caping.

Selain tudung, di desa yang dikelilingi area sawah ini juga menghasilkan kerajinan anyaman besek, kukus serta kipas dari bambu. Pendek kata, sejak berpuluh tahun, secara turun temurun, warga Desa Grujugan telah menekuni pekerjaan sebagai pengrajin tudung alias caping. Bahkan kini telah kesohor di Kebumen hingga dipasarkan ke luar daerah.

Sewaktu penulis masuk desa tersebut, sepagi itu ada siaran toa pengajian. Benar juga menurut seorang warga bernama Wili Andreas (33) yang sedang menganyam lembaran bahan tudung, pagi itu sebagian besar warga Grujugan mengikuti pengajian di rumah seorang warga yang hendak berangkat haji.

“Kami semua diundang, termasuk warga Kristen sebagian juga ikut pengajian,”ucap lelaki pekerja serabutan yang juga jamaah GKJ Grujugan dan tinggal di RT 1 RW 1 Desa Grujugan, sembari tetap menganyam.

blank
Warga Desa Grujugan Petanahan Kebumen menjemur hasil kerajinan anyaman bambu menjadi tudung caping di halaman rumah.(Foto:SB/Komper Wardopo)

Rupanya, spirit toleransi dan kehidupan beraagama serta sosial budaya di Desa Grujujan tersebut telah berakar kuat. Menurut data di web Desa Grujugan, dari sekitar 1.772 warga, ada sekitar 12 persen beragama Kristen atau sekitar 219 jiwa. Mereka menempati dua RT di sekitar GKJ Grujugan.

Penuturan Wili Andreas, saat Lebaran dan Idul Fitri, warga Grujugan seolah juga menyatu. Warga Kristiani umat GKJ pun berdatangan ikut bersilaturahmia ke warga muslim. Sebalikanya, saat bulan Desember atau Natalan, warga GKJ juga mengundang warga muslim di Desa Grujugan.

Ya, selepas pintu gapura dan masuk kampung wisata Desa Grujugan, kita akan disambut aktivitas para perajin yang khas. Yakni ada yang menjemur bahan tudung caping. Ada pula warga yang asyik menganyam. Selebihnya, para wanita di desa itu umumnya menganyam lembaran bambu bahan tudung di malam hari.

Bisa jadi anyaman bambu itu sudah sangat tua, setua GKJ Grujugan. Namun boleh jadi malah lebih tua dari keberadaan komunitas warga Kristen di Grujugan.Sedangkan Kristenisasi dan bangunan gereja tua plus lonceng gereja itu memang ada sejak era Kolonial di Kebumen.

Ketika penulis berhenti sejenak di kompleks GKJ Grujugan, menjumpai prasasti dan lonceng di gereja itu. Tertulis berdiri sejak 1929. Sebuah prasasti dituliskan di samping pintu masuk gereja dengan huruf kapital, bertuliskan, Ingkang Mandegani Toewan Ds Van Dyk Kalijan R. Samuel – 18 Juli 1929.

Siapakah Van Dyk dalam prasasti ini? Menurut sejarawan yang juga pendeta dan melayani di Gereja Pelayanan Kristen se-Indonesia (GPKSI) Klirong, Kebumen, Teguh Hindarto, yang benar semestinya tulisannya adalah Van Dijk.

Jemaat Kalangan Masyarakat Jawa

blank
GKJ Grujugan Kecamatan Petanahan, Kebumen telah berdiri sejak 1929 oleh dua pendeta dari Belanda.(Foto:SB/Komper Wardopo)

Teguh Hindarto dalam sebuah artikelnya menjelaskan, keberadaan bangunan gereja dan nama Van Dijk tidak bisa dilepaskan dari aktivitas pekabaran Injil yang dilakukan Gereja Frisian (Friesche Kerk) yang beraliran Gereformeerd (Reformasi atau Protestan).

Tahun 1900, Gereja Frisian yang tergabung dalam Zending de Gereformeerde Kerken in Nederlands (ZGKN) atau Badan Pekabaran Injil Gereja Reformasi di Nederland mengutus Ds. BakKer ke Kebumen.

Pada Mei 1902, lanjut Teguh Hindarto, BaKker mendirikan Rumah Sakit Pembantu (Hulpziekenhuis) di Krakal, Alian, Kebumen. Beliau menyewa sebuah rumah di desa Kebasekan (sekarang Gedung Prabasanti milik GKJ Kebumen) dan membangun jemaat dari kalangan masyarakat Jawa di Kebumen

Singkat kata, bangunan Gereja Kristen Jawa di Desa Grujugan termasjuk dalam generasi pertama berdirinya GKJ di Kebumen. Yang menarik hingga kini eksistensi gereja tua itu masih nampak. Bahkan bisa menyatu dengan masyarakat setempat yang mayoritas muslim. Di halaman gereka itu tiap hari juga ada anyaman tudung caping karya perajin umat Kristiani.

Sementara itu mayoritas warga Desa Grujugan adalah warga Nahdlatul Ulama yang kuat. Namun mereka sehari-hari bisa hidup rukun dan menunjukkan semangat toleransi tinggi. Warga mengaku setiap hari saat menganyam warga biasa bergaul bersama. Mereka saling bercerita tanpa sekat meski memiliki keyakinan berbeda.

Kini Desa Grujugan pun terus bersolek dan bermetamorfosa menjadi desa seni kerajinan anyaman tudung. Desa wisata itu kentara sejak dari pintu masuk telah menyediakaan area spot foto dengan latar tudung dan anyaman bambu.

Tentu menjadi sensasi menarik saat berswafoto sembari berwisata dengan taman sederhana dan latar area sawah dan lingkungan yang menghijau. Dengan penekanan kuat pada ornamen hasil kerajinan anyaman bambu tudung alias caping gunung.

Seperti penutuan Ny Sumini (45), wanita yang setiap hari memiliki sambilan menganyam bambu. Dia setiap hari menghasilkan sekitar 10 lembar anyaman bahan tudung. Satu lembar laku Rp 1.700. Sedangkan bahan bambu membeli tiap satu ros panjang sekitar 1-2 meter bambu Rp 2.500.

Setelah anyaman bambu bahan tudung atau lambaran jadi, pembeli akan datang ke desa tersebut. Bagi anyaman yang belum laku di rumah, warga bisa membawa ke Pasar Gamblok di Desa Tanjungsari, Kecamatan Petanahan, yang lokasinya tak jauh dari Grujugan. Pasar Gamblok dikenal sebagai pasar anyaman bambu dan pasar tudung caping terbesar di Kebumen selatan.

Nah bagi yang ingin berwisata langsung kerajinan tudung caping dan menyaksikan toleransi kehidupan beragama di Desa Grujugan, lokasinya tidak terlalu jauh dari pusat kota Kebumen. Dari kota ke selatan sekitar 7 kilometer. Bisa melalui jalur utama Kebumen-Petahahan.
,
Setiba di Pasar Dorowati Kecamatan Klirong yang selalu ramai, ada pertigaan belok ke kanan atau ke barat sekitar 1,5 kilometer ada pertigaan ke selatan menuju ke Kampung Arab Kebumen di Desa Tanjungsari, Petanahan.

Sesampai pertigaan sebelum Pasar Gamblok Desa Tanjungsari dan sebelum Pondok Pesantren Al Istiqomah, ada jalan kecil belok kanan menuju Desa Wisata Kampung Tudung Grujugan Petanahan. Lurus saja ke kanan tak begitu jauh segera sampai ke gapura pintu gerbang Desa Grujugan.

Komper Wardopo