Oleh : Hadi Priyanto
Tome Pires dalam buku Suma Oriental yang berisi catatan perjalanannya menyebutkan pada tahun 1470 Jepara adalah sebuah kota pantai yang baru dihuni 90-100 orang. Kota ini dilukiskan oleh Tome Pires dikelilingi oleh benteng yang terbuat dari bambu. Daerah ini dipimpin oleh seorang muslim bernama Arya Timur.
Ia kemudian berhasil mengembangkan kota ini menjadi pelabuhan yang cukup besar dan bahkan menjadi salah satu pelabuhan transit perahu-perahu dagang yang akan berlayar ke berbagai pulau. Karena itu banyak pendatang yang datang ke Jawa melalui Bandar Jepara.
Diantara kaum pendatang banyak kaum sufi dan pedagang dari Cina, India, Arab dan dari seberang lautan yang menyebarkan ajaran Islam itu secara damai di pulau Jawa. Karena itu Jepara memiliki andil yang besar dalam perkembangan Islam di pulau Jawa.
Bahkan dalam Serat Kandha edisi Brandes disebutkan, saat Raden Rahmat atau yang kemudian dikenal sebagai Sunan Ampel pertama kali datang ke pulau Jawa, ia menjejakkan kakinya pertama kali di Jepara.
Sedangkan dalam Hikayat Hasanudin, naskah sejarah yang berasal dari Banten mengungkapkan, setelah Sunan Ampel wafat, ada anak dan keluarganya yang pindah ke daerah lain.
Nyai Pagaluh, salah satu putri Sunan Ampel pindah ke Tuban. Nyai Gede Malaka pindah ke Maloko bersama suaminya. Namun setelah Nyai Gede Malaka meninggal, suaminya pindah ke Tuban. Pangeran Kadarajat pindah ke Cirebon dan saudaranya yang bernama Kyai Gede Palembang Berguru pada Syeh Nurullah.
Sedangkan anak Sunan Ampel yang lain yaitu Nyai Gede Pancuran bersama suaminya, Pangeran Ibrahim pindah ke Jepara. Ia juga dikenal sebagai pandita dari atas angin, karena kesalehan hidup dan kebaikan hatinya. Mereka tinggal di suatu tempat yang disebut Karang Kemuning. Sementara Makdum Ibrahim menjadi imam di Surabaya.
Dalam Hikayat Hasanudin juga dikisahkan, setelah beberapa saat menjadi imam masjid di Surabaya, Makdum Ibrahim juga menyusul kakaknya ke Jepara. Sebelumnya ia menjadi imam masjid di Demak. Ia juga tinggal di Karang Kemuning.
Setelah cukup lama tingggal di Jepara, rumah Makdum Ibrahim terbakar. Demikian juga kitab-kitab yang dimiliki. Murid-muridnya berdatangan ke Jepara untuk memberikan pertolongan. Diantarnya adalah Kalijaga. Setelah peristiwa itu, ia kemudian pindah ke Bonang, Demak, hingga akhirnya Makdum Ibrahim dikenal sebagai Sunan Bonang.
Beberapa waktu kemudian pindah ke Tuban, hingga akhirnya wafat dan dimakamkan di kota ini. Kehadiran anak-anak Sunan Ampel di Jepara, dapat diduga karena kedekatannya dengan Arya Timur yang memang dikenal memiliki hubungan baik dengan para ulama yang melakukan syiar Islam di pulau Jawa.
Dari Serat Kandha edisi Brandes, catatan perjalanan Tome Pires dan kisah yang dituliskan dalam Hikayat Hasanudin, nampak betapa peran besar Jepara dalam perkembangan Islam di pulau Jawa. Sayang jika kemudian mozaik syiar Islam dari Jepara itu kemudian semakin hilang.
Penulis adalah pegiat budaya Jepara