blank
Ketua DPC KSPSI Kudus Andreas Hua menyerahkan pernyataan sikapnya atas revisi UU CIpta Kerja kepada Ketua DPRD Kudus Masan. Foto:Suarabaru.id

KUDUS (SUARABARU.ID) – Ketua DPRD Kudus Masan berjanji akan menyampaikan aspirasi DPC KSPSI Kabupaten terkait revisi UU Cipta Kerja ke pemerintah pusat. Sebagai wakil rakyat, DPRD Kudus akan membantu merealisasikan apa yang menjadi aspirasi masyarakat Kudus.

“Berbicara UU Cipta Kerja tentunya itu bukan wewenang kami. Namun kami akan segera menyampaikan aspirasi masyarakat Kudus tersebut kepada pemerintah pusat,” kata Masan, Rabu (30/3).

Sebagaimana diketahui, jajaran pengurus DPC KSPSI Kabupaten bersama Federasi Serikat Anggota menggelar audiensi dengan Ketua DPRD Kudus, Selasa (29/3) tentang revisu UU Cipta Kerja.

Ketua DPC KSPSI Kudus, Andreas Hua mengatakan pihaknya mengaku mewakili 81.790 pekerja di Kabupaten Kudus menyampaikan aspirasi dan mohon dukungan DPRD Kudus agar Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (ciptaker) dibatalkan serta menolak revisi Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang–Undangan.

Dia menilai revisi UU Nomor 12 Tahun 2011 itu merupakan upaya melegitimasi UU No. 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja, yang telah dinyatakan bahwa UU No. 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja dinyatakan Inkonstitusional bersyarat oleh Mahkamah Konstitusi (MK).

“Kami mohon dukungan DPRD Kabupaten Kudus agar pemerintah dan DPR RI melaksanakan putusan Mahkamah Konstitusi,”kata Andreas.

Andreas menambahkan, secara organisatorus, KSPSI mendesak agar kluster ketenagakerjaan dicabut dari UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Ciptaker.

blank
Ketua DPRD Kudus Masan mengaku siap menyampaikan aspirasi KSPSI ke pemerintah pusat. Foto:Suarabaru.id

“Dalam UU Cipta Kerja sendiri, kluster tenaga kerja ditempatkan sebagai bagian dari undang-undang dalam rangka kemudahan berinvestasi yang merupakan paham kapitalisme. Menganggap tenaga kerja hanya sebagai salah satu komponen produksi, ini sangat bertentangan dengan asas dan dasar negara pancasila,” ungkapnya.

Pihaknya meminta dukungan DPRD untuk memberikan peringatan kepada pemerintah agar menghormati putusan MK dengan memerintahkan untuk menunda/menangguhkan kebijakan yang bersifat strategis dan berdampak luas.

Dan juga menegur Pemerintah yang tidak mentaati Putusan MK yang masih menggunakan PP No. 36 Tahun 2021 Tentang Upah Minimum.

Pihaknya menilai dalam UU Cipta Kerja nomor 11 tahun 2020 lebih buruk dari UU nomor 13 tahun 2003. Sebab, penetapan upah minimum didasarkan atas kondisi perekonomian dan ketenagakerjaan.

“Dampaknya adalah seperti penentuan UMK tahun ini. Kudus hanya naik Rp 2000 per bulan, yang tentu sangat jauh dari kebutuhan riil di lapangan,”tukasnya.

Andreas juga menyebutkan, dampak UU Cipta Kerja juga membuat pengusaha akan lebih mudah melakukan PHK kepada para pekerja. Sebab, PHK akan didasarkan pada kondisi perusahaan.

Tm-Ab