SEMARANG (SUARABARU.ID) – Politikus Gerindra Abdul Wachid mendesak pemerintah menghapus aturan karantina bagi jamaah umrah yang pulang dari Tanah Suci.
Jika tidak dihapus, pemerintah dinilai menerapkan standar ganda dan justru memperberat warga Indonesia sendiri.
Kapoksi Fraksi Partai Gerindra di Komisi VIII DPR RI sekaligus Ketua DPD Partai Gerindra Jawa Tengah ini mengatakan per tanggal 5 Maret 2022, kerajaan Arab Saudi telah mengumumkan bahwa tak ada kewajiban karantina bagi jamaah umrah maupun turis di negara mereka.
Selain itu, dari kebijakan tersebut juga tidak ada aturan PCR di kerajaan Arab Saudi dan aturan itu berlaku bagi semua negara, termasuk Asia, Eropa dan Afrika.
Di sisi lain, Pemerintah Indonesia juga telah menerapkan aturan bebas karantina bagi wisatawan mancanegara di Pulau Bali per Senin 7 maret 2022.
“Celakanya, warga negara Indonesia yang pulang umrah masih dikenai wajib karantina. Meski karantina hanya sehari, namun ini tidak pas. Karena di Arab Saudi dan negara-negara lain saja sudah dihapus aturan tersebut,” katanya, Rabu (9/3/2022).
Abdul Wachid mengatakan, di Arab Saudi selain tak ada aturan PCR, juga tidak ada aturan jaga jarak atau physical distancing saat menjalankan ibadah. Hanya saja, mereka wajib mengenakan masker.
Aturan karantina sehari bagi jamaah yang pulang umroh dan pelaku perjalanan luar negeri (PPLN) disampaikan oleh Menko Ekuin , Airlangga Hartarto. Dirinya juga membandingkan dengan aturan bebas karantina bagi turis yang datang di Pulau Bali.
“Apa bedanya turis asing tak dikarantina, pulang ibadah umrah dikarantina. Beraninya pada warga negara sendiri. Ini tidak fair!” tandas Wachid yang juga menjabat sebagai Ketua DPD Partai Gerindra Jawa Tengah ini.
Lebih parahnya lagi, lanjut Wachid, pihaknya telah mendapatkan laporan bahwa aturan PCR dan karantina itu telah dimanfaatkan oleh oknum untuk mendapatkan keuntungan ekonomi pribadi.
Saat ini warga Indonesia yang pulang dari ibadah umrah harus menjalani tes laborat. Sayangnya, tes antara satu laboratorium dengan laboratorium yang lain berbeda. Bahkan ada oknum yang ia sebut memainkan hasil tes.
“Kalau tidak bayar sesuai permintaan positif, kalau bayar biaya tertentu maka negatif,” ujarnya.
Komisi VIII sendiri akan melakukan rapat panja Haji untuk membahas penghapusan aturan PCR dan karantina. Jika hal itu dicoret, maka secara otomatis akan menurunkan ongkos haji.
Perlu diketahui, ongkos haji sebelum pandemi berkisar Rp 32 juta dan menjadi Rp 45 juta, kenaikan itu disebabkan biaya protokol kesehatan seperti karantina hingga PCR.
Hal lain yang akan dibahas adalah kuota calon jamaah haji Indonesia. Jika sebelumnya akan diberlakukan kuota 20 persen maka dengan kondisi Arab Saudi yang sudah ‘bebas’ diharapkan kuota calon jamaah haji asal Indonesia bisa 100 persen dan sama dengan tahun-tahun sebelum pandemi.
Hery Priyono