JEPARA (SUARABARU.ID) – Doni Suryo Prayoga, owner Omah Lurik Jepara adalah profile anak muda kreatif yang dengan penuh semangat berusaha membangun masa depannya. Ia sadar bahwa titian jalan yang akan dilaluinya, bukan jalan yang mudah, tetapi terjal dan penuh kerikil tajam.
Oleh sebab itu ketika ia berhasil menyelesaikan sekolahnya di Madrasah Aliyah Walisongo Pecangaan tahun 2003, Doni tak mau berlama-lama berdiam diri. Ia langsung “nyantrik”, belajar dan bekerja sebagai tukang tenun ditempat neneknya, Mbah Sakin. Juga pada sejumlah perajin tenun tetangga dekatnya di Desa Troso, Kecamatan Pecangaan.
Setelah merasa cukup mendapatkan ketrampilan, pemuda kelahiran 8 Juni 1985 ini kemudian mencoba merintis usaha sendiri pada tahun 2008. Tahun ini terasa spesial bagi Doni. Sebab ia juga menemukan pasangan hidupnya, Siti Koridah karyawan tenun dari desa Gajah Demak yang bekerjda di Desa Troso. Perempuan yang berasal dari Demak ini yang memberikan dua anak yang manis, M. Fahri Andra Ramadhan 12 tahun dan Azfer Hayyan Syabani, 11 bulan.
Usaha pasangan perajin muda ini benar-benar merangkak dari bawah. Mereka memulai dengan 1 buah Alat Tenun Bukan Mesin yang dijalankan oleh Doni. Sementara Siti Koridah , disamping merawat putra sulungnya, juga membantu suaminya. Kadang mereka juga bergantian menenun. Mereka mulai mendapatkan pesanan, baik dari perajin lain maupun dari pembeli luar kota.
Doni tahun 2009 – 2010 juga sering menawarkan hasil tenunannya ke berbagai instansi di Kabupaten, Demak, Pati, Blora dan Rembang. “Saat tenun dicanangkan menjadi pakaian dinas pegawai di Jepara dan Jawa Tengah, usaha kami berkembang. Apalagi kemudian kemudian berkembang motif SBY,” ungkap lulusam MTs Walisongo Pecangaan ini.
Berkat ketekunannya, pasangan muda ini bisa menambah alat tenun ATBM. Mereka tidak lagi gantian bekerja namun bisa bersama menyelesaikan pesanan yang semakin bertambah. Apalagi kini ia juga telah memiliki alat tenun dari mesin. Motif yang dikerjakan juga mulai berkembang, bukan hanya polosan biasa, polos sutra, Esbeye kemudian Endek Bali, sambil bikin blanket lalu kembali ke endek Bali, kamen border, lurik, dan motif hujan gerimis
Banyaknya pesanan, membuat Doni harus merekrut perajin. Bahkan hingga kini ia memiliki 9 orang perajin tenun dan 6 orang pekerja dengan produksi rata-rata 90 potong kain tenun per minggu. Dalam beberapa motif yang dikerjakan, Doni mencoba memberikan sentuhan desain baru, termasuk memadukan dengan border. “Kami mencoba membuat prokduk yang khas,” ujar Doni yang mengaku ingin membesarkan usahanya dengan membangun jaringan dan kemitraan.
Karena itu ia kemudian juga bermitra dengan Rumah Kreatif BUMN yang dikelola oleh PT PLN Tanjung Jati B. Juga grup fasilitasi IUMK, Ashepi Jepara, UMKM Kartini Mandiri Jepara, Grup Pasar UMKM Jepara, grup IKM Disperindag, grup UMKM Siti Inggil Kalinyamatan dan komunitas Gemawira yang dipimpin oleh Diantri Lapian selaku ketua umum .
Di grup ini juga ada nama Susi Megawati dan Sri Asih Ketua Gema Wira Jateng II serta desainer Canada Entin Gartini yang memberikan support untuk berinovasi dalam kreativitas. Termasuk mengurus ijin usaha Omah Lurik Jepara
“Melalui komunitas Gemawira ini, saya mencoba mengajukan produk tenunan saya yang kemudian dibuat baju adat Jepara untuk di endorse oleh Bapak Sandiaga Uno, Menparekaraf RI yang terdiri dari iket khas Jepara karya Mbah Sarjono-Aminan Basyarie, dan sepatu tenun oleh Sochib Achmada. Syukur alhamdulilah, beliau berkenan mengenakan saat menerima Duta Besar Kerajaan Arab Saudi Esam A. Abid Althagaf,” ujar Doni.
Apalagi dalam IG Sandiaga Uno di tulis, “Dalam pertemuan ini saya dengan bangga memakai pakaian daerah khas Jepara karya Mas @suryodoni7 yang merupakan UMKM binaaan komunitas @gemawira.official”
Menurut Doni, dari semua pruduk baju adat dari berbagai daerah di Indonesia, baju adat Jepara terpilih terbaik ke 3 setelah Gorontalo dan Bojonegoro.
Doni yang kini telah melegalkan usahanya, Omah Lurik Jepara tentu tidak ingin berhenti. Ia ingin terus berjalan membangun kreativitas, sinergitas dan kolaborasi, termasuk dengan seniman budayawan Jepara agar karya-karya anak bangsa mendapatkan tempat terhormat bukan saja dinegerinya sendiri, tetapi juga di pasar global.
Hadepe – alvaros