Oleh: Adi Wisnugroho,S.Pd
Literasi budaya merupakan kemampuan dalam memahami dan bersikap terhadap kebudayaan Indonesia sebagai identitas bangsa. Salah satu bentuk literasi budaya yang diajarkan pada siswa sekolah dasar adalah adanya penggunaan aksara Jawa dalam muatan membaca dan menulis pembelajaran bahasa Jawa.
Aksara Jawa atau yang dikenal sebagai huruf hanacaraka, carakan atau dentawyanjana merupakan salah satu aksara (huruf) tradisional Indonesia yang digunakan di Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Daerah Istimewa Yogyakarta. Karena itu pembelajaran aksara Jawa bagi siswa sangat penting untuk diberikan sebagai literasi budaya sekaligus melestarikan budaya.
Aksara Jawa menjadi salah satu peninggalan budaya yang tak ternilai harganya. Namun, tidak sedikit generasi muda saat ini yang tidak mengenal aksara Jawa. Pembelajaran membaca dan menulis menggunakan aksara Jawa di sekolah dasar diawali dengan penenalan huruf.
BACA JUGA Terbentuk Kepengurusan Forum Pemuda Pelestari Budaya dan Sejarah Jepara
Karena bentuk hurufnya yang unik, aksara Jawa menjadi momok yang menakutkan bagi anak bahkan orang tuanya. Ini berakibat pada semakin sedikitnya generasi muda yang paham dan mampu mengaplikasikan dalam kehidupan sehari hari.
Oleh sebab itu, pembelajaran terkait aksara Jawa harus dikemas secara kreatif agar menarik dan memudahkan guru dan siswa dalam mempelajarinya.
Keberhasilan pembelajaran dipengaruhi oleh banyak faktor, diantaranya adalah intelegensi siswa, kualitas dan profesionalisme guru, bahan ajar yang digunakan, media pembelajaran, pemilihan metode yang tepat, dan lingkungan.
Sementara itu faktor yang paling memicu kurangnya keberhasilan pembelajaran yaitu minimnya media pembelajaran. Kata media berasal dari bahasa Latin dan merupakan bentuk jamak dari kata medius yang secara harafiah berarti “perantara” atau “pengantar” (Azhar Arsyad, 2009: 3).
Media pembelajaran diartikan sebagai alat bantu untuk menyampaikan materi dalam sebuah pembelajaran sehingga guru dapat menyampaikan materi dengan mudah dan siswa mudah dalam memahami materi pelajaran tersebut. Namun sampai saat ini, sebagian besar pembelajaran aksara Jawa masih di selenggarakan secara konvensional.
Menurut penulis, perlu adanya pembaruan media untuk menunjang pembelajarannya aksara Jawa. Karena itu penulis mencoba menuangkan dalam pengembangan media pembelajaran kartu Aksara Jawa. Pengembangan ini diharapkan mampu menjadi solusi alternatif dalam mengatasi hafalan siswa terkait aksara Jawa yang kemudian berdampak pada keterampilan membaca dan menulisnya.
Pengembangan media kartu Aksara Jawa ini menggunakan Model Analysis-Design-Development-Implementation-Evaluation (ADDIE) yang dikemukakan oleh Reiser dan Mollenda.
Tahap pertama yaitu Analisis yang merupakan elemen pengumpulan data mengenai apa saja kebutuhan yang diperlukan, diantaranya adalah berbagai kesulitan siswa dalam belajar mengenal kasara jawa, melakukan assesment diagnostik terhadap siswa terkait kebutuhan mereka dari segi visual media yang berupa warna, bentuk, karakter desain yang nantinya di tampilkan dalam kartu Aksara Jawa.
Tahap ke dua yaitu Design, penulis membuat desain prototype dari berbagai data yang diperoleh dari tahap analisis. Design prototype ini memuat konsep rancangan dan materi yang akan dikembangkan meliputi carakan, pasangan dan sandhangan.
Tahap ke tiga yaitu Development atau pengembangan. Pada tahap ini, rancangan prototype di implementasikan dalam bentuk desain grafis kartu Aksara Jawa menggunakan aplikasi CorelDraw X7 yang kemudian di cetak menjadi kartu.
Tahap ke empat yaitu Implementation. Tahap ini adalah pengujian media, dimana media diterapkan dalam pembelajaran. Di sini guru akan memperhatikan reaksi siswa terhadap materi yang telah dirancang dari tahap-tahap sebelumnya, apakah media yang dibuat telah berhasil atau tidak.
Tahap ke lima yaitu Evaluations. Evaluasi digunakan untuk mengukur seberapa baik media yang dikembangkan dalam membantu siswa mencapai tujuan pembelajaran dengan kriteria yang telah ditetapkan.
Penerapan kartu Aksara Jawa di SD 8 Kedungsari, tempat penulis megajar menjadi hal baru bagi siswa yang berdampak positif terhadap aktifitas belajarnya. Siswa menjadi lebih aktif dan bersemangat dengan adanya berbagai macam karakter menarik yang di sajikan pada kartu.
Ini kemudian berbanding lurus dengan hasil belajar yang didapatkan siswa yang ditunjukkan dengan adanya peningkatan dibandingkan dengan pembelajaran secara konvensional.
Dengan demikian, media kartu yang dikembangkan ini dapat dijadikan sebagai sedikit referensi bapak ibu guru pembaca untuk diterapkan dalam pembelajarannya.
Dalam pengembangan media ini tentunya masih jauh dari kata sempurna, untuk kedepannya supaya bisa digunakan dalam pengembangan media pembelajaran yang lebih baik dan semakin menyenangkan siswa. Salam Literasi Budaya.
Penulis adalah guru SD Negeri 8 Kedungsari, Gebog, Kudus dan aktivis Forum Pelestari Budaya dan Sejarah Jepara