blank
Pengurus BP4 Jateng yang dimpimpin Dr KH Nur Khoirin, menemui Ketua TP PKK Jateng, Hj Atikoh Ganjar Pranowo, di Rumah Dinas Puri Gedeh, Semarang, Selasa (11/1/2022). Foto: dok/ist

SEMARANG (SUARABARU.ID)– Badan Penasihatan Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan (BP4) Provinsi Jawa Tengah berharap, pembekalan pranikah menjadi kewajiban dalam persyaratan pernikahan. Pembekalan pranikah itu muncul, atas keprihatinan dengan masih banyaknya kasus perceraian.

Hal itu seperti yang disampaikan Kepala BP4 Provinsi Jateng, Dr KH Nur Khoirin MAg, saat audiensi dengan Ketua Tim Penggerak PKK Provinsi Jateng Atikoh Ganjar Pranowo, yang juga penasihat BP4 Jateng, di Rumah Dinas Gubernur, Puri Gedeh, Semarang, Selasa (11/1/2022).

Menurutnya, bekal pranikah bukan diberikan sekilas sebagai syarat, tapi secara menyeluruh. Mulai dari bagaimana mengenal pasangan, hukum pernikahan, manajemen keuangan keluarga, menyelesaikan persoalan keluarga, dan sebagainya.

BACA JUGA: Pandemi Perceraian Melonjak, PA Kebumen Luncurkan Pakades

”Jika tidak ada persiapan, keluarga akan menjadi lebih rapuh. Terutama mereka yang masih berusia muda. Jadi kami berharap, bimbingan perkawinan menjadi kewajiban dalam pencatatan perkawinan. Tidak hanya memberikan edukasi, tapi juga keterampilan, termasuk bahaya stunting,” beber Nur Khoirin.

Ditambahkan dia, berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS), pada 2020 perceraian di Jateng ada 72.997 kasus. Penyebabnya, sebagian besar karena masalah kecil yang terakumulasi tanpa penyelesaian. Untuk itu, butuh upaya bersama agar bisa menekan kasus perceraian, khususnya bimbingan pranikah dalam menyiapkan mental pasangan.

Pihaknya juga sudah menjalin kerja sama dengan sejumlah pihak, dalam mencegah perceraian. Seperti BKKBN, hingga perguruan tinggi, di mana sebelum wisuda, mahasiswa diberikan bimbingan keluarga sakinah, agar ketika nantinya menikah, tidak terjadi lagi perceraian.

BACA JUGA: Gandeng Kejaksaan, Pemkot Semarang Berhasil Tingkatkan POajak Daerah Jadi Rp 81,3 Miliar

”Saya juga mengusulkan adanya Bengkel Perkawinan yang ada di tingkat kelurahan atau desa. Setidaknya, di tempat itu masyarakat bisa berkonsultasi terkait masalah yang dihadapi,” ujar Nur Khoirin.

Sementara itu, Atikoh Ganjar Pranowo mengakui, perceraian masih menjadi pekerjaan rumah (PR) yang luar biasa besar. Apalagi, sekarang masa pandemi yang memengaruhi kesehatan mental masyarakat, yang berakibat risiko perceraian menjadi lebih tinggi.

Karenanya, Atikoh mendukung jika bimbingan pranikah menjadi syarat wajib menjelang pernikahan. Sehingga diharapkan lebih menguatkan ketahanan keluarga pascamenikah. Tak hanya itu, pendampingan terhadap pasangan yang tengah bermasalah juga diperlukan, agar dapat mencegah perceraian.

”Entitas terkecil negara adalah keluarga. Jika keluarga kuat, negara akan kuat. Makanya, penanganan dari hulu sampai hilir penting dilakukan secara bersama-sama. Perlu juga dibuat hotline, untuk sarana konsultasi bagi pasangan yang sudah menikah. Yang perlu diperhatikan, kode etik tetap harus dipegang,” tandasnya.

Riyan