“Dengan adanya konektivitas data baik melalui OSS maupun KUSUKA, kebijakan perlindungan dan pemberdayaan usaha perikanan dapat dilakukan secara terpadu dan berkelanjutan,” jelas Andang.
Lebih jauh, menurut Andang, ke depan pemerintah harus memastikan nelayan kecil ini memiliki badan usaha, sehingga yang sejahtera bukan hanya orang perorang tetapi nelayan kecil keseluruhan. Nelayan yang memiliki badan usaha akan terkoneksi secara ekonomi, sehingga akan lebih terbuka peluang usahanya.
“Komisi B DPRD Jateng untuk mendukung hal ini pada tahun 2022 mencanangkan terbentuknya raperda tentang tata kelola dan pemasaran eksport produk pertanian, peternakan, perikanan, dan UMKM Jateng. Harapannya tentu agar nelayan kecil memiliki usaha skala besar, sehinga kesejahteraan tercapai dan angka kemiskinan di pesisir menurun,“ katanya.
Andang menjelaskan, peran lain dari Nelayan kecil tergambarkan oleh data Kementerian Kelautan Perikanan yang mencatat bahwa 70 persen tangkapan ikan tuna Indonesia dari nelayan kecil, dimana menggunakan alat penangkapan ikan yang sederhana dan ramah lingkungan.
Hal ini tentu diluar perikiraan kebanyakan orang yang notabenya mengira bahwa ikan besar ditangkap oleh kapal-kapal besar dan berteknologi tinggi, namun nyatanya hal ini justru dilakukan oleh nelayan kecil.
“Data-data yang mencul dari masyarakat atau organisasi nelayan menggambarkan bahwa nelayan kecil terbilang taat dalam melaporkan hasil tangkapannya. Meski demikian, di Jawa Tengah yang secara keseluruhan memiliki 171.064 nelayan dan 27.845 kapal, masih menyisakan catatan-catatan salah satunya soal pelayanan kenelayanan dan pengelolaan potensi perikanan yang belum optima,“ kata Andang yang juga merupakan Ketua KADIN Jepara ini.
57 Titik Pelabuhan Perikanan di Jateng
Belum optimalnya pelayanan dan pengelolaan potensi disebabkan oleh masih banyaknya Pelabuhan Perikanan yang belum beroperasi, dari rencana 57 titik pelabuhan perikanan di Jawa Tengah, kurang lebih baru 11 pelabuhan perikanan yang sudah resmi beroperasi.